Dark
Light

Negara Berkembang Bisa Jadi Masa Depan Cryptocurrency

1 min read
July 11, 2014

Suatu pendapat menarik disampaikan oleh Chief Commercial Officer Guvera Michael Wallis-Brown dalam panel konferensi Inside Bitcoins di Melbourne, Australia. Menurut Wallis-Brown, seperti dikutip dari Startup Smart, sejumlah negara berkembang dengan populasi padat bakal melewatkan (skipping) sistem pembayaran perbankan tradisional sama sekali. Bisa jadi cryptocurrency merupakan jawabannya.

Wallis-Brown mencontohkan bahwa Indonesia menjadi tempat pertama saat perdagangan saham dilakukan melalui mobile banking, padahal GDP per kapita Indonesia hanya $5000 per tahun (seharusnya kurang lebih $3500 tahun 2013 -Red). Berkaca dari dorongan itu, dia menegaskan bahwa sebagian populasi yang bertempat tinggal di negara-negara padat penduduk Asia Tenggara, India, dan Cina tidak akan menyentuh perbankan tradisional sama sekali. Lalu bagaimana cara mereka melakukan transaksi online?

Dengan kepemilikan kartu kredit disebutkan hanya 10 juta buah di Indonesia, Wallis-Brown berasumsi mereka akan lebih mudah menggunakan mata uang virtual tanpa perlu mencicipi terlebih dahulu sistem perbankan yang sudah ada sekarang.

Wallis-Brown menyebutkan, “ada banyak pemain besar (tidak hanya Apple), tetapi ada pemain besar lain yang berasal dari Cina yang dapat membawa pembayaran alternatif untuk dunia. Sistem perbankan, sistem finansial, akan beralih ke mobile dan bakal mengakselerasi protokol (cryptocurrency), dalam hemat saya, menjadi mainstream.”

Meskipun belum tentu bitcoin yang menjadi mata uang pilihan, protokol mata uang virtual yang sudah saat ini bisa menjadi cikal bakal kehadiran cryptocurrency yang digunakan untuk melakukan jual beli secara online. Sesungguhnya teknologi cryptocurrency memang memudahkan seseorang untuk bertransaksi real time tanpa memerlukan perantara pihak ketiga seperti bank atau penyedia layanan kartu kredit.

Di Indonesia sendiri, penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran tidak diakui oleh bank sentral, yaitu Bank Indonesia (BI). Meskipun demikian, BI tidak sepenuhnya melarang penggunaan bitcoin dan menyerahkan sepenuhnya risiko penggunaannya sebagai alat tukar di tangan pelaku transaksi.

Sepanjang tahun 2014 ini ada sejumlah tempat di Indonesia yang telah bereksperimen dalam menerima bitcoin sebagai salah satu alat tukar yang diterimanya. Tempat terakhir yang mengumumkan penerimaan bitcoin adalah coworking space Hubud Bali, karena banyak anggotanya yang menerima bitcoin sebagai upah pembayaran. Ada juga gerakan sosial untuk menjadikan Bali menjadi “Pulau Bitcoin” yang digagas oleh Bitcoin Indonesia dan Coin of Sale.

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Previous Story

Sribu Goes Deeper into Freelance World with SribuLancer

Next Story

Developing Countries Might be the Future of Cryptocurrency

Latest from Blog

Don't Miss

Niko Partners: Pertumbuhan Industri Game Indonesia di 2023 Melambat

Game menjadi salah satu industri yang justru tumbuh selama pandemi
NFT Bitcoin Yuga Labs: TwelveFold

NFT Bitcoin Yuga Labs Hasilkan Lebih dari 250 Miliar Rupiah dalam Semalam

Yuga Labs telah resmi meluncurkan proyek NFT Bitcoin perdananya yang