Beberapa minggu terakhir ini di berbagai penerbitan teknologi yang bermarkas di Amerika Serikat (AS), pemberitaan mengenai perundang-undangan yang mengatur “Net Neutrality” (netralitas Internet) sedang banyak dibahas. Pemberitaan ini umumnya berkaitan dengan akan ditetapkannya sebuah undang-undang di AS yang akan mengatur tentang Net Neutrality yang diusulkan oleh FCC (Federal Communications Commision), yaitu badan yang mengatur mengenai administrasi telekomunikasi di AS.
Perhatian terhadap isu Net Neutrality ini bahkan datang dari para pengusaha dan juga para pengguna Internet dari negara-negara Eropa dan Asia, karena ditengarai akan mempengaruhi pengaturan Internet sedunia. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah Net Neutrality itu dan bagaimanakah pengaruhnya, bila ada, bagi keadaan jaringan Internet di Indonesia?
Perundangan “Net Neutrality”
Isu Net Neutrality kembali merebak sejak bulan Mei tahun ini ketika FCC mengajukan sebuah rancangan undang-undang ke Senat AS, yang didukung oleh beberapa badan dan perusahaan khususnya beberapa perusahaan penyedia jasa Internet terbesar di AS. Walaupun perdebatan tentang Net Neutrality, perlu dijamin ataupun tidak, telah belasan tahun berlangsung dari sejak sekitar tahun 1998-1999.
Salah satu yang membuat rumit perdebatan hukum seputar Net Neutrality adalah kenyataan bahwa definisinya sekarang telah bervariasi. Istilah Net Neutrality sendiri tercatat pertama kali diangkat dalam sebuah tulisan ilmiah karya Tim Wu, seorang profesor hukum dan pemerhati Internet, di tahun 2003. Beberapa pihak kemudian mengaitkan Net Neutrality dengan kebebasan akses, pembatasan kecepatan, dan penyensoran konten.
Saya sendiri mendefinisikan Net Neutrality sebagai sebuah prinsip pengaturan Internet dengan siapapun dapat mengakses Internet secara adil.
Keadilan yang menurut saya memungkinkan misalnya Facebook menjadi kompetitor yang mengalahkan Myspace, pun Myspace sebelumnya mengalahkan Friendster. Juga keadilan yang memungkinkan Belkin dan Cisco berkompetisi menyediakan teknologi perangkat keras jaringan terbaik dan tercepat. Begitu pula persaingan antar penyedia jasa Internet (ISP) ke rumah-rumah.
Undang-undang yang mengatur mengenai “Net Neutrality”, akan mempengaruhi apakah para penyedia jasa Internet dapat membedakan, termasuk mendiskriminasikan, kecepatan akses konsumen kepada situs-situs Web ataupun jasa-jasa Internet tertentu.
Apakah mengatur Net Neutrality jahat?
Mengenai jahat tidaknya undang-undang yang mengatur Net Neutrality pada umumnya ada dua kubu. Ada yang berpendapat bahwa Net Neutrality harus dijamin dan diatur oleh hukum, namun ada pula yang berpendapat bahwa Net Neutrality sebaiknya diserahkan ke mekanisme pasar. Itupun tidak hitam-putih.
Bagi mereka yang ingin membatasi gerak kompetitor, misalnya menghalangi kompetitor di bidang usaha yang serupa, mereka dapat diuntungkan oleh diaturnya Net Neutrality secara undang-undang. Hukum bisa mengatur bahwa sebuah penyedia jasa Internet (ISP) yang baru dari awal harus menyediakan bandwidth sangat tinggi. Hal tersebut yang sangat sulit dipenuhi oleh ISP baru yang ingin memasuki bisnis ini.
Di lain pihak, mereka juga dapat pula diuntungkan oleh tidak diaturnya “Net Neutrality”, misalnya karena tidak dilindungi hukum. Sebuah penyedia jasa Internet boleh secara spesifik memblokir semua lalu lintas data yang melalui layanan BitTorrent.
Sebenarnya jahat tidaknya Net Neutrality yang dijamin melalui peraturan hukum dan juga bagaimana bentuk peraturan hukum tersebut masih diperdebatkan.
Pengaruh isu Net Neutrality bagi Internet di Indonesia
Lalu apa pengaruhnya kekisruhan Net Neutrality bagi pengguna Internet Indonesia maupun para pengusaha? Bagaimanapun bentuk perundangan yang nanti akan ditetapkan (ataupun tidak) oleh FCC mengenai Net Neutrality, keputusan tersebut akan mempengaruhi bagaimana layanan-layanan bisnis yang operasionalnya secara hukum diatur oleh perundangan AS.
Notabene ini bakal mempengaruhi layanan-layanan yang sudah sangat jamak digunakan secara global, seperti layanan-layanan media sosial (Facebook dan Twitter), penyedia konten (YouTube, blog, dan platform blog), penyedia layanan komputasi berbasis cloud (Amazon AWS dan Akamai). Bisa dibilang semua bidang usaha yang mengalirkan layanannya melalui Internet ke seluruh Dunia, akan dipengaruhi oleh keputusan tentang Net Neutrality.
Mungkin saja Indonesia berusaha membentuk “sebuah jaringan Internet yang terpisah” dan tidak bergantung pada jaringan Internet yang berada di AS. Bisa dibilang itu yang telah dilakukan Korea Utara, tapi tentu “Internet”-nya Korea Utara bukanlah Internet-nya dunia. Jauh berbeda. Ini bukan solusi yang praktis, terlebih ketika salah satu manfaat terbesar Internet adalah sebagai jaringan komunikasi dan informasi yang bebas diakses oleh siapa saja di dunia. Semakin sedikit sudut dunia yang bisa dijangkau Internet kita bersama, semakin berkurang manfaat Internet.
Keputusan Amerika Serikat tentang jaringan Internet mereka, mau tidak mau pasti juga mempengaruhi Internet di Indonesia.
Mengikuti perdebatan tentang Net Neutrality akan terasa terlalu legal formal, rumit, bahkan mungkin membosankan, tapi ada baiknya tetap kita perhatikan. Selama Internet di Amerika Serikat masih sangat diandalkan oleh jaringan Internet global, selama itu pula keputusan-keputusan hukum di Amerika Serikat berkait pengaturan Internet juga akan mempengaruhi seluruh dunia, termasuk Indonesia.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]