Clash of Clans baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-10. Supercell, developer dari game tersebut, punya cara unik untuk merayakan event tersebut. Bersama dengan agensi iklan Wieden + Kennedy, Supercell membuat sejarah “palsu” dari Clash of Clans. Mereka menciptakan skenario unik, berandai-andai jika game tersebut diluncurkan di era game-game lawas, seperti Pac-Man dan Mario.
40 years ago, it was an arcade game in a basement. Today, millions of people play it worldwide. This is Clash from the Past.https://t.co/pATXOljDrg pic.twitter.com/yjCyc6ZWd7
— Clash of Clans (@ClashofClans) July 27, 2022
Clash of Clans sempat menjadi salah satu mobile game terpopuler di dunia. Tentu saja, hal ini membuat nama Supercell dikenal di industri game. Namun, Clash of Clans bukan satu-satunya game sukses buatan Supercell. Mereka juga berhasil membuat beberapa game lain populer, seperti Boom Beach atau Brawl Stars. Karena itu, kali ini, saya akan membahas tentang sejarah Supercell, krator game Clash of Clans.
Awal Mula Supercell
Supercell didirikan pada 2010 oleh Ilkka Paananen, Mikko Kodisoja, Petri Styrman, Lassi Leppinen, Visa Forsten, dan Niko Derome. Sebelum membuat Supercell, Kodisoja dan Paananen telah membuat developer mobile game, yang dinamai Sumea. Sebelum diakuisisi oleh developer asal California, Amerika Serikat, Digital Chocolate, Sumea berhasil tumbuh dari developer yang hanya mempekerjakan 30 orang, menjadi perusahaan dengan 400 pegawai. Bisnis Sumea adalah membuat game sederhana. Supercell punya visi yang berbeda.
“Visi awal kami adalah membuat game yang akan bisa bertahan hingga bertahun-tahun,” ujar Leppinen, dikutip dari WIRED. Leppinen dan koleganya membayangkan game seperti World of Warcraft, tapi dengan target audiens yang lebih luas.
“Salah satu mimpi kami adalah membuat game yang akan dimainkan selama berpuluh-puluh tahun ke depan,” kata Paananen. Saat Supercell membuka ronde investasi pertama, London Venture Partners menjadi salah satu perusahaan yang memutuskan untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.
David Gardner, General Partner, London Venture Partners, mengatakan bahwa Supercell punya rencana yang sangat rapi untuk merealisasikan visi mereka, membuat perusahaan itu berbeda dari kebanyakan perusahaan lain. Dan bahkan setelah mendapatkan kucuran dana, Supercell tidak tergesa-gesa untuk memperbesar tim mereka. Sebaliknya, mereka tetap bekerja dengan tim kecil. Sampai saat ini, Supercelll hanya memiliki 340 pegawai. Sebagai perbandingan, jumlah pegawai Riot Games, kreator dari League of Legends, Wild Rift, dan VALORANT, mencapai 2,5 ribu orang.
Dalam mengembangkan game, Supercell membagi karyawannya ke dalam tim kecil, berisi tujuh orang. Setiap tim ditugaskan untuk membuat game dalam waktu singkat. Dengan begitu, Supercell dapat menghasilkan banyak ide game dengan cepat. Pada saat yang sama, ada banyak proyek mereka yang ditinggalkan begitu saja.
Nicholas Lovell dari perusahaan konsultasi games, GAMESbrief mengatakan, sistem yang digunakan oleh Supercell tidak pernah dilakukan oleh perusahaan game lain sebelumnya. “Model Supercell adalah mempercayai tim untuk membuat game berkualitas,” ujar Lovell. “Dan kepercayaan itu meningkatkan produktivitas para karyawan.”
Satu fakta menarik, game pertama yang Supercell buat bukanlah game kecil. Ialah Gunshine.net, multiplayer RPG yang bisa dimainkan di Facebook, mobile, tablet, dan web. Dirilis pada Februari 2011, Gunshin memiliki gameplay yang sangat kompleks. Dan hal itu justru jadi sumber dari kegagalan game tersebut. Karena, kebanyakan orang yang bermain game di web atau Facebook adalah gamers kasual. Paananen menyadari kesalahan mereka dan memutuskan untuk memberhentikan Gunshin.
Melakukan pivot bukanlah hal yang aneh bagi sebuah perusahaan. Namun, Supercell dapat melakukan pivot dengan sangat mulus. “Jika kami mengingat masa lalu, saya merasa, mengembangkan Gunshine.net layaknya training camp,” kata Louhento. “Kami sama sekali tidak merasa sedih ketika kami harus mengambil keputusan untuk menutup game itu dan fokus dalam membuat mobile game.” Meskipun begitu, tim Supercell tetap merasakan “tekanan” untuk sukses. Apalagi, karena Supercell memiliki tim veteran dengan pengalaman lebih dari 10 tahun dan punya dana investasi yang memadai.
Pada Januari 2012, Supercell mengembangkan lima game. Dari lima game tersebut, hanya dua game yang akhirnya diluncurkan: Clash of Clans dan Hay Day. Lovell bercerita, saat itu, Supercell layaknya telur diujuk tanduk. Dan keputusan mereka untuk hanya meluncurkan dua game merupakan keputusan berani. Tapi, keberanian itulah yang berakhir menyelamatkan perusahaan.
Keputusan Supercell untuk fokus ke mobile juga masuk akal. Karena, saat itu, jumlah pengguna perangkat mobile telah mencapai miliaran orang. Dan, para pengguna smartphone juga terus membawa smartphone mereka kemana-mana. Dengan begitu, mereka akan punya banyak waktu untuk terus memainkan mobile game di smartphone mereka.
Resep Sukses Supercell di Clash of Clans
Ketika Clash of Clans dan Hay Day diluncurkan, kedua game tersebut menarik perhatian banyak gamers. Karena, keduanya memiliki gameplay yang cukup kompleks walau ia bisa dimainkan dengan gratis. Di era itu, biasanya, mobile game gratis memiliki gameplay yang relatif sederhana, seperti Flappy Birds atau Fruit Ninja. Kedua game buatan Supercell tersebut juga dapat mempertahankan popularitasnya dalam beberapa tahun ke depan.
Untuk mendorong jumlah pemain dari Clash of Clans dan Hay Day, Supercell menjadikan kedua game tersebut sebagai game gratis. Sementara sumber pemasukan Supercell adalah dari in-app purchase. Di Clash of Clans, mata uang digital yang pemain gunakan adalah gems, yang bisa digunakan untuk melakukan upgrade pada bangunan yang ada atau membeli items dalam game, seperti elixir dan gold. Kebanyakan pemain Clash of Clans memang menikmati game itu tanpa mengeluarkan uang, tapi ada sejumlah pemain hardcore yang rela menghabiskan GBP1,6 ribu (sekitar Rp28,8 juta) untuk membeli gems.
“Supercell selalu punya rencana jangka panjang untuk memonetisasi para pelanggan. Mereka tidak langsung mendorong para pemain untuk menghabiskan uang sejak awal bermain,” kata Gardner. “Mereka membuat game yang memang menyenangkan untuk dimainkan, sehingga saat pemain menghabiskan uang, mereka akan merasa senang.”
Seiring dengan meningkatnya jumlah pemain dari Clash of Clans dan Hay Day, Supercell pun terus memberikan update konten untuk kedua game tersebut. Update konten yang Supercell berikan tidak hanya berupa level ekstra. Mereka juga terus berusaha untuk mengembangkan gameplay dari game itu sendiri, membuat para pemain lama tetap betah untuk memainkannya.
“Kami punya kewajiban untuk memastikan game kami tetap seru untuk dimainkan,” kata Louhento. “Kami akan terus mengembangkan game-game kami, tidak hanya dengan menambah konten baru, tapi juga dengan memperdalam mekanik dalam game.”
Jika industri game dibandingkan dengan industri film, game AAA layaknya film blockbuster. Sementara Clash of Clans atau mobile game lain buatan Supercell merupakan seri TV. Niklas Zennström, Co-founder Skype dan investor di Supercell menganalogikan game-game buatan Supercell layaknya karya evergreens, yang tetap disukai oleh banyak orang, bahkan bertahun-tahun setelah karya itu dibuat.
Ketika sebuah seri TV ramai dibicarakan oleh banyak orang, hal ini akan membuat seri TV itu menjadi semakin populer. Selaras dengan konsep itu, salah satu kunci sukses game-game Supercell adalah fitur sosial. Karena, fitur sosial ini dapat membuat para pemain bertahan untuk memainkan sebuah game. “Elemen sosial dalam game justru menjadi lebih penting dari game itu sendiri,” kata Paananen. Berkat fitur sosial, banyak gamers — khususnya yang masih muda — yang mendapatkan teman baru dari game yang mereka mainkan. Dan memang, game kini bisa digunakan sebagai alat komunikasi.
Masalah di Supercell
Setelah sukses dengan Clash of Clans, Supercell meluncurkan beberapa game populer lain, seperti Boom Beach, Clash Royale, dan Brawl Stars. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga mengadakan kompetisi esports dari beberapa game mereka. Berkat semua pencapaian itu, Supercell pun sukses menjadi salah developer game paling dikenal di dunia.
Sayangnya, beberapa tahun belakangan, Supercell tampaknya kehilangan momentum mereka. Buktinya, minat para gamers akan game-game buatan Supercell menunjukkan penurunan drastis. Seperti yang disebutkan oleh Logically Answered, data dari Google Trends menunjukkan, minat akan Clash of Clans kini hanya mencapai 5% dari ketika game itu ada di era keemasannya. Hal serupa terjadi di game-game lain buatan Supercell. Minat akan Boom Beach kini hanya mencapai 4% dari minat akan game tersebut di masa kejayaannya.
Data dari SocialBlade menunjukkan tren serupa. Jumlah views dan subscibers dari kebanyakan YouTubers yang fokus pada Clash of Clans mengalami penurunan. Contohnya, dalam 3 tahun terakhir, jumlah subscribers dari YouTuber Patrick “Chief Pat” Carney hanya naik 60 ribu orang, dari 2,51 juta orang menjadi 2,57 juta orang. Sementara dari segi views, jumlah views yang dia dapat setiap bulan hanya mencapai beberapa ratus ribu views. Padahal, di era keemasannya, Chief Pat bisa mendapatkan lebih dari ratusan ribu views hanya dengan satu video saja.
Menurut Logically Answered, salah satu alasan mengapa minat gamers akan Clash of Clans — atau game-game Supercell lainnya — turun adalah karena game itu mulai terasa seperti game pay-to-win. Dulu, game buatan Supercell itu bisa dinikmati oleh pemain kasual sekalipun, tanpa harus mengeluarkan uang sama sekali. Walau, tentu saja, orang-orang yang bermain gratis harus lebih sabar untuk meningkatkan level dari bangunan dan base mereka.
Seiring dengan bertambahnya update baru untuk Clash of Clans, meningkatkan level base hingga maksimal menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan. Proses untuk meningkatkan level itu pun terasa membosankan, khususnya bagi para gamers yang sudah memainkan game tersebut dalam waktu lama. Tapi, jika Anda ingin mempercepat proses upgrading base hingga maksimal, Anda harus mengeluarkan uang sekitar US$11 ribu (sekitar Rp162,4 juta).
Alasan lain mengapa minat akan game-game Supercell mengalami penurunan adalah karena munculnya game dan aplikasi lain yang tidak kalah menarik. Saat Clash of Clans diluncurkan pada 2012, aplikasi untuk media sosial belum secanggih sekarang. Di era tersebut, kebanyakan orang hanya menggunakan smartphone mereka untuk bekerja atau bermain game. Lain halnya dengan sekarang.
Kini, aplikasi media sosial sudah jauh lebih matang, memudahkan para penggunanya untuk mengakses media sosial tersebut dari smartphone mereka. Alhasil, banyak orang yang memilih untuk menghabiskan waktunya di media sosial daripada memainkan mobile game.
Faktor lain memberikan pengaruh, kesuksesan Supercell dalam membuat mobile game gratis dengan gameplay yang kompleks mendorong banyak developer game lain untuk mengikuti langkah mereka. Sekarang Anda bisa menemukan banyak mobile game gratis dengan gameplay yang kompleks, seperti Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire. Ketiga game itu juga menggunakan model bisnis in-app purchase. Hanya saja, items yang dijual tidak lebih dari kosmetik. Sehingga, pemain kasual pun menjadi lebih betah untuk memainkannya.