Ada banyak industri yang terkena dampak buruk dari pandemi virus corona. Industri game menjadi salah satu industri yang tidak hanya bertahan, tapi justru bisa tumbuh. Jadi, tidak heran jika pemerintah semakin peduli akan industri game di Tanah Air. Untuk mengetahui keadaan industri game lokal, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Asosiasi Game Indonesia (AGI) untuk melakukan survei terkait ekosistem game di Indonesia. Survei ini dilakukan pada 2020. Data dari survei itu mencakup banyak hal, mulai dari biaya produksi developer, target pasar para pelaku industri game, sampai tantangan yang mereka hadapi dan harapan mereka pada pemerintah.
Berikut ulasan lengkapnya.
Pasar Game di Indonesia
Nilai industri game di Indonesia pada 2017 mencapai Rp7,1 miliar. Angka ini naik 33,67%, menjadi Rp10,6 miliar pada 2019. Namun, jika dibandingkan dengan pasar game internasional, industri game di Indonesia masih kecil. Sebagai perbandingan, nilai industri game global pada 2017 adalah Rp20,8 miliar, hampir tiga kali lipat dari besar market game di Indonesia pada tahun yang sama. Dalam dua tahun, pasar game di global naik 57,68%, menjadi Rp30,9 miliar.
Di Indonesia, developer game punya ukuran bisnis yang beragam. Dalam laporannya, Kominfo membagi developer lokal ke dalam tiga kategori: Usaha Menengah, Usaha Kecil, dan Usaha Mikro. Pada 2019, sebanyak 8,7% developer Indonesia masuk dalam kategori usaha menengah. Angka ini naik hampir 3% dari 5,8% pada 2017. Sementara itu, pada 2019, sebanyak 18,84% developer masuk dalam kategori usaha kecil dan 72,46% usaha mikro. Besar perusahaan juga punya pengaruh pada serapan tenaga kerja. Jumlah rata-rata pegawai dari perusahaan game kelas menengah adalah 136 orang. Sementara perusahaan di kategori usaha kecil rata-rata punya pegawai 16 orang, dan usaha mikro 6 orang.
Ukuran perusahaan game juga bisa dilihat dari biaya produksi per tahun yang mereka keluarkan. Kebanyakan developer game Indonesia — sekitar 29,23% — punya biaya produksi kurang dari Rp10 juta. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada developer dengan biaya produksi besar. Buktinya, walau sedikit — hanya 3,08% — ada developer yang punya biaya produksi mencapai Rp2-5 miliar. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa melihat grafik di bawah.
Besar skala usaha sebuah developer juga memengaruhi cara promosi yang mereka gunakan. Misalnya, para developer yang masuk dalam kategori usaha menengah, semuanya melakukan promosi offline. Kebanyakan dari mereka — 98,55% — juga melakukan promosi online. Sementara untuk developer yang merupakan usaha kecil, sebanyak 97,1% melakukan promosi offline dan 91,3% membuat promosi online. Di kalangan developer mikro, hanya 82,61% dari mereka yang melakukan promosi offline. Jumlah developer mikro yang melakukan promosi online bahkan lebih sedikit, hanya mencapai 53,62%.
Dana Developer Lokal
Biaya produksi yang dibutuhkan oleh developer berbeda-beda. Pertanyaannya, dari mana mereka mendapatkan dana tersebut? Berdasarkan survei Kominfo, sebanyak 67,8% responden mengaku, mereka menggunakan dana pribadi. Hanya 10% responden yang mendapatkan dana dari angel investors. Dan jumlah responden yang mendapatkan investasi dari venture capital dan incubator/accelerator juga jauh lebih sedikit, hanya 4,8% untuk VC dan 3,6% untuk incubator/accelerator. Sumber pendaan yang paling jarang dimanfaatkan oleh developer adalah crowdfunding. Hanya 1,2% responden yang menggunakan metode crowdfunding untuk mengumpulkan dana. Salah satu developer yang sukses mengumpulkan dana via crowdfunding adalah Stairway Games dengan Coral Island. Developer asal Yogyakarta itu berhasil mendapatkan US$1,6 juta dari 36 ribu pendukung.
Fakta bahwa kebanyakan dari developer Indonesia menggunakan dana pribadi untuk membuat game menunjukkan bahwa pendanaan menjadi salah satu masalah terbesar di industri game Tanah Air. Sebanyak 35,29% responden dari survei Kominfo merasa bahwa modal adalah masalah besar. Dua masalah besar lain yang dihadapi oleh developer kurangnya SDM dan kegagalan teknis. Meskipun begitu, di industri game, sebagian besar pekerjanya memiliki gelar S1. Baik orang-orang yang bekerja di bidang produksi/pemrograman/pengujian dan kualitas, art/audio/desain, ataupun administrasi dan support, sebagian besar pekerja merupakan lulusan sarjana.
Lalu, bagaimana cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh developer game Indonesia? Hampir semua responden di survei Kominfo merasa, pemerintah harus turun tangan dalam mengembangkan industri game di Indonesia. Hanya 2,9% responden saja yang merasa, pemerintah tidak perlu turun tangan. Salah satu bentuk bantuan yang diharapkan oleh developer dari pemerintah adalah kucuran dana. Bantuan lain yang bisa pemerintah berikan adalah melakukan sosialisasi dan marketing terkait game lokal. Tak hanya itu, pemerintah juga bisa membantu dalam pengembangan SDM dan pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, dalam laporannya, Kominfo menyebutkan, mereka telah memberikan bantuan pada pelaku industri game dalam beberapa tahun belakangan. Salah satunya adalah dengan mengadakan showcase di event internasional. Selain itu, mereka juga mengadakan business matchmaking dan menyediakan co-working space. Mereka juga menyiapkan regulasi terkait dunia game.
Target Pasar Developer Indonesia
Lebih dari 30% target pasar developer lokal adalah gamer Indonesia, menurut studi dari Kominfo. Negara yang menjadi target pasar terbesar kedua dari developer Indonesia adalah Amerika Serikat. Dua puluh lima persen target pasar developer lokal adalah gamers AS. Beberapa negara lain yang menjadi incaran developer Indonesia adalah Tiongkok, India, dan Inggris. Dari segi gender, kebanyakan game buatan developer Indonesia menyasar gamer laki-laki. Ada 69,77% game yang menargetkan gamer laki-laki dan hanya 25,58% game yang menargetkan gamer perempuan. Sementara persentase game yang menargetkan keduanya hanya mencapai 4,65%. Padahal, menurut InMobi, 59% gamer di Indonesia merupakan perempuan.
Soal platform, sebagian besar developer lokal membuat game untuk Android. Segmen terbesar kedua adalah PC, diikuti oleh iOS. Memang, ada developer Indonesia yang membuat game untuk konsol PlayStation, Nintendo, dan Xbox. Namun, seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di bawah, persentase game untuk PlayStation dan Xbox serta Nintendo tidak lebih dari 10%.
Dari segi genre, action menjadi genre paling populer. Sebanyak 11,6% game buatan developer Indonesia ada di genre tersebut. Simulation dan game educational jadi dua genre terbesar kedua. Masing-masing punya market share sebesar 11,1%. Dan genre yang paling populer ketiga dan keempat adalah adventure game (10,1%) dan roleplaying game (7,2%).
Bagi para gamer yang menggunakan platform selain mobile, Steam menjadi toko digital favorit untuk membeli game PC. Lebih dari 552 ribu game dibeli melalui Steam. Sementara itu, jumlah penjualan game untuk Nintendo mencapai lebih dari 62,8 ribu game dan toko retail untuk game PC menjual 54 ribu game.