Dark
Light

Menyusuri Tanah Berbatu: Perjalanan Gojek Menuju Bursa Saham

by
6 mins read
April 8, 2021
Gojek mengawali bisnisnya sebagai aplikasi ride hailing. Namun kini telah berkembang sangat pesat.

Gojek lahir dari rasa frustrasi co-founder dan mantan CEO Nadiem Makarim. Pada tahun 2008 dan 2009, Nadiem adalah seorang konsultan manajemen muda bercita-cita tinggi yang bekerja untuk McKinsey. Untuk beranjak dari rumahnya ke kantor setiap hari, dia membutuhkan transportasi cepat untuk bisa melalui kepadatan lalu lintas Jakarta. Mobil pribadi bukanlah pilihan yang tepat, karena jalanan ibu kota sering macet. Nadiem, 25 tahun, menjadi pelanggan setia ojek. Dia bahkan menyimpan nomor beberapa pengemudi ojek di ponselnya sehingga dia bisa menjadwalkan tumpangan.

Namun, dia frustasi karena kualitas layanan yang tidak konsisten. “Terkadang ojek langganan saya [ojek reguler] ada di tempat lain dan tidak bersedia,” sebutnya dalam wawancara tahun 2019 dengan mantan menteri Gita Wirjawan. “Hanya teknologi yang bisa meningkatkan skala itu.”

Itulah benih-benih Gojek, sebuah perusahaan yang berawal dari call center ojek yang sederhana. Tapi Nadiem membuat beberapa manuver sebelum perusahaan itu akhirnya menjadi decacorn pertama di Indonesia.

Nadiem meninggalkan McKinsey untuk mengampu ilmu di Harvard Business School selama dua tahun. Setelah lulus, ia bergabung dengan Zalora pada tahun 2011. Gojek telah berdiri dan berjalan, dengan 450 pengemudi pada saat itu. Setelah Nadiem merasa telah mendapat cukup pengetahuan dan pengalaman untuk menjalankan startupnya sendiri, dia mengundurkan diri dari Zalora pada tahun 2012, dan menuangkan seluruh kemampuannya untuk Gojek. Penduduk urban Indonesia sudah memahami aplikasi pemesanan kendaraan, berkat Uber dan Grab (yang saat itu disebut GrabTaxi). Variasi Gojek yang berfokus pada sepeda motor diterima dengan baik karena lebih praktis bagi kebanyakan orang untuk melintasi Jakarta dengan roda dua daripada empat.

Nadiem menggaet rekannya di Zalora, Kevin Aluwi, untuk mengelola perusahaan bersamanya. Andre Soelistyo, yang sebelumnya menjadi bagian dari investor Gojek, Northstar Group, juga bergabung dengan perusahaan secara penuh sebagai presiden. Dengan dana awal sebesar USD2 juta dari Openspace Ventures dan Capikris Foundation, aplikasi Gojek online pada Januari 2015. Itu merupakan kejayaan dalam semalam.

Sekarang, Gojek memiliki pengaruh yang tak tergoyahkan di Asia Tenggara. Perusahaan ini kian membentuk laju bepergian penduduk, dan bagaimana orang menggunakan ponsel mereka untuk serangkaian fungsi — pembayaran, pesanan makanan, pembelian bahan makanan, dan banyak lagi — hanya dengan membuat lebih dari 20 jenis layanan dalam satu aplikasi. Merger dengan perusahaan e-commerce Tokopedia sedang dikerjakan untuk M&A terbesar dalam sejarah sektor teknologi Indonesia, dan kemungkinan akan go public akhir tahun ini.

Para pendiri awal Gojek, Andre Soelistyo (kiri), Nadiem Makarim (tengah), dan Kevin Aluwi (Kanan). Dokumentasi oleh Go Figure di channel Youtube Gojek

Bukan sekedar ride-hailing

Lintasan Uber menawarkan gambaran sekilas kepada anggota pendiri Gojek tentang masa depan. Mereka tahu bahwa layanan tumpangan mereka akan populer, tetapi ada sisi negatifnya: model bisnis tersebut melibatkan pembakaran modal awal yang gila-gilaan untuk diskon dan subsidi demi membangun basis pengguna yang cukup besar. Pada 2019, Uber dan Lyft melakukan IPO yang sulit, dengan valuasi di bawah kisaran yang diharapkan. Jika Gojek ingin memutus siklus, perusahaan akan membutuhkan banyak kaki untuk berdiri.

Nadiem memahami hal tersebut dan meletakkan dasar bagi diversifikasi Gojek sejak dini. Saat pertama kali diluncurkan, Gojek menawarkan empat layanan — fitur ride-hailing GoRide, yang menjadi tulang punggung perusahaan; layanan pengiriman GoSend; layanan grosir GoMart; dan layanan pengiriman makanan GoFood. Inisiatif ini membuat Gojek menjadi sosok yang sangat berbeda, karena GrabTaxi dan Uber berfokus penuh pada transportasi pada saat itu. Kemudian, pada 2016, Gojek meluncurkan cabang pembayaran elektroniknya, GoPay. Saat itu, Nadiem mengatakan hal itu karena banyak pengguna yang mengeluhkan pengemudi sering tidak memiliki cukup uang kembalian. Temannya dari Harvard, Aldi Haryopratomo, menjadi nahkoda GoPay hingga Januari 2021.

Tahun itu, Gojek menjadi unicorn pertama di Indonesia, perusahaan bernilai lebih dari USD1 miliar.

Bagi beberapa orang, memiliki andil dalam banyak lini mungkin merupakan proposisi yang berisiko, tetapi langkah pertama terbayar untuk Gojek. Perusahaan menjadi pemain terkemuka di sektor tersebut, bahkan mengalahkan saingan pengiriman makanan FoodPanda. Ride-hailing tidak lagi menjadi penghasil pendapatan utama perusahaan. Sebaliknya, biaya dari pengiriman makanan dan pembayaran adalah penghasil uang. Pada 2018, Gojek meraup USD9 miliar dalam nilai transaksi bruto (GTV) dari semua pasar, menurut siaran pers yang diterbitkan pada Februari 2019. GoPay berkontribusi USD6,3 miliar dalam total tersebut, sementara GoFood menyalurkan USD2 miliar. Pada 2020, GTV Gojek mencapai USD12 miliar, diperkuat dengan volume transaksi tiga kali lipat untuk GoPay dan layanan paylater perusahaan.

Perkembangan ini menarik perhatian investor asing. Google, Tencent, dan JD.com masuk untuk putaran Seri E Gojek pada tahun 2018, mendorong ekspansinya ke Vietnam, Singapura, dan Thailand.

Gojek memiliki satu keunggulan signifikan di Indonesia — timnya selaras dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat di tanah air. Populasi kelas menengah yang sedang tumbuh ingin melipatgandakan kekayaannya sebanyak mereka menghabiskan uangnya dengan cara baru, untuk hal-hal baru. Banyak yang berinvestasi di saham, reksa dana, bahkan emas. Perusahaan teknologi yang bergerak cepat dapat menyediakan sarana bagi banyak orang untuk menjelajahi jalur investasi ini, dan Gojek tidak mau ketinggalan.

Pada 2019, GoPay menambahkan opsi investasi reksa dana melalui kerja sama dengan Bibit. Dan pada Mei tahun itu, Gojek meluncurkan layanan investasi emas syariah GoInvestasi dengan aplikasi investasi Pluang.

Ketika Gojek membuat kemajuan ke banyak milieux, perusahaan kehilangan Nadiem, yang ditunjuk sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan di kabinet Presiden Joko Widodo. Kevin dan Andre pun menjadi co-CEO.

Kevin Aluwi (kiri) dan Andre Soelistyo, Gojek co-CEO. Dokumentasi oleh Gojek

Prioritas baru

Lebih jauh lagi, Gojek berinvestasi di perusahaan asuransi PasarPolis, yang kemudian mengikat keduanya, memungkinkan pengguna GoPay untuk membeli asuransi perjalanan, kesehatan, kendaraan, dan properti yang ditawarkan oleh PasarPolis. Pada April 2020, Gojek mengakuisisi layanan POS Moka untuk memperluas jaringan B2B-nya. Moka digunakan oleh lebih dari 35.000 restoran, gerai ritel, dan kedai kopi di lebih dari 100 kota di Indonesia.

Pengembangan Gojek sejalan dengan perubahan pasar. Banyak orang Indonesia sekarang merasa sangat nyaman menggunakan ponsel mereka untuk pembayaran, makanan dan pemesanan bahan makanan, melakukan investasi dan mengambil polis asuransi, menurut laporan e-Conomy SEA 2020 yang diterbitkan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company. Mereka dapat melakukan semua ini di satu tempat — aplikasi Gojek.

Untuk pedagang, GoPay dan akuisisi Moka membuat kurva pembelajaran penerapan pembayaran digital lebih halus. Mengintegrasikan sistem POS dan e-wallet membuat kegiatan bertransaksi menjadi lebih mudah.

Ketika skala Gojek meluas, pandemi menghantamnya dari berbagai sisi. Industri transportasi pada dasarnya menguap selama semi-lockdowns. Gaya hidup vertikal di mana pengguna dapat memesan layanan seperti pembersihan rumah dan pijat, GoLife, dipotong seluruhnya, dan perusahaan memangkas 9% dari total tenaga kerjanya. Kevin mengatakan transportasi, pengiriman makanan, dan pembayaran akan menjadi fokus utama perusahaan sejak saat itu. Fokus baru tersebut memicu perombakan manajemen.

Facebook dan PayPal berinvestasi di Gojek pada Juni 2020, memanfaatkan jejak Gojek yang luas di Indonesia untuk menghidupkan bisnis baru dengan UMKM negara. Hal ini menghasilkan peluncuran GoToko pada September 2020, yang menghubungkan warung yang kurang terlayani, atau toko lingkungan, dengan perusahaan barang konsumen. Sektor ini dipadati oleh pemain lain seperti Kudo, Mitra Bukalapak, dan mitra merger Gojek yang dikabarkan Tokopedia dengan program Mitra Tokopedia.

Untuk benar-benar memantapkan kehadiran Gojek sebagai broker keuangan mapan, perusahaan melakukan investasi di bank digital Bank Jago pada Desember 2020. Idenya adalah untuk memperluas layanan perbankan ke basis pelanggannya, yang beberapa anggotanya bukan klien lembaga keuangan konvensional.

Expedisi pinggiran

Klien inti Gojek pernah menjadi komuter di kota-kota besar di Indonesia. Tapi sekarang, bisnisnya didukung oleh pedagang kecil, biasanya pemilik toko yang menjual bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari melalui GoToko dan GoMart, atau operator F&B yang menggunakan GoFood. Indonesia adalah rumah bagi hampir 60 juta bisnis kecil, dan kegiatan Gojek sehari-hari menjadi langkah yang menguntungkan.

Sementara bagi sekian banyak pengemudi yang membangun reputasi Gojek? Dalam beberapa kasus, pandemi merusak mata pencaharian mereka, dan upaya bantuan perusahaan tampaknya tidak konsisten. Yang lain bekerja untuk berbagai platform agar tetap bertahan. Namun banyak yang masih menggunakan sepeda dan memakai helm hijau berlogo Gojek, bekerja sebagai pembeli dan kurir.

Diversifikasi awal perusahaan memberinya sarana untuk menangkis serangan dari saingan dengan amunisi yang jauh lebih besar. Gojek memiliki langkah awal dalam membangun basis pengguna dan memperoleh mitra pedagang di Indonesia. GoFood telah ada sejak 2015, sementara GrabFood mulai beroperasi tiga tahun kemudian. (GrabFood akhirnya maju pada 2019.) Selain itu, Gojek memiliki layanan yang tidak ditawarkan Grab, seperti vertikal streaming, GoPlay.

Gojek GoPay juga menjadi saluran pembayaran elektronik kedua yang paling banyak digunakan pada Q1 2021, dengan sedikit unggul dari Ovo yang didukung Grab, menurut survei yang dilakukan oleh firma riset pasar Snapcart. Namun, di beberapa bidang, layanan cepat Gojek masih kalah dengan operasional Grab, seperti pengiriman makanan dan tumpangan pada tahun 2020.

Langkah selanjutnya dalam peta Gojek adalah meningkatkan bisnis kecil yang menggunakan platformnya. Gojek mengadakan kegiatan edukasi untuk komunitas mitra GoFood, yang menerima lebih dari 67.000 pendatang baru dalam satu tahun terakhir. Serangkaian modul pembelajaran dan diskusi virtual memberikan petunjuk tentang cara mengembangkan bisnis kecil. Tapi Gojek juga harus menghadapi Grab di sini. Saingannya dari Singapura telah berkomitmen untuk membangun basis pengguna ini juga.

Gojek mengincar wilayah di luar kota metropolitan Indonesia. Pada Maret 2021, perusahaan berinvestasi di e-wallet LinkAja, yang memiliki kekuatan di kota-kota kecil di Indonesia. Hal ini dapat membantu memperkuat kehadiran Gojek di area tersebut, di gawai individu maupun terminal transaksi bisnis lokal.

Fokus pada UMKM ini menjadikan merger Gojek dengan Tokopedia sebuah perspektif bagus, karena Tokopedia juga berupaya untuk meningkatkan jangkauannya di luar kota-kota besar di Indonesia. Perpaduan antara keduanya dapat memberi Gojek pintu masuk yang alami ke e-commerce, sementara Tokopedia dapat memperkuat kemampuan logistiknya. Kesatuan ini akan menjadi lebih besar dari total bagiannya, dan mungkin menarik lebih banyak perhatian dari investor asing saat perusahaan mengejar simbol ticker mereka pada tahun 2021.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Previous Story

Valkyrae dan CouRage Jadi Co-Owner 100 Thieves

Next Story

DOKU Introduces “Jokul”, Its New Payment Gateway Business Brand

Latest from Blog

Don't Miss

Alami Masalah Keuangan, FaZe Clan Terancam Terdepak dari NASDAQ?

FaZe Clan melakukan penawaran saham perdana (IPO) pada Juli 2022.

FaZe Clan IPO, Nilai Saham Turun 25% di Hari Pertama

Minggu lalu, FaZe Clan baru saja melakukan penawaran saham perdana