Kantor berita Antara melaporkan bahwa Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan tetap bersikeras akan meminta penyelenggara sistem elektronik menempatkan lokasi pusat datanya (data center) di Indonesia. Hal ini merujuk kepada Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Di sela-sela acara diskusi terbuka Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) di Jakarta Selasa lalu, Ashwin Sasongko selaku Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika berkomentar, “Karena kalau data center di luar negeri dan ada permasalahan, penegak hukum (Indonesia) sulit mencari datanya. Penegak hukum tidak dapat mengambilnya secara fisik karena masuk ke negara lain.”
Hal ini juga menurut Ashwin, kebijakan pemerintah mengharuskan penempatan pusat data di wilayah Indonesia berlaku bagi penyelenggara sistem elektronika yang beraktivitas transaksi di Indonesia, baik perusahaan baru atau perusahaan lama. Menurutnya, perusahaan baru yang memerlukan fasilitas pusat data, harus langsung memulai menggunakan fasilitas di Indonesia. Perusahaan yang telah lama berada di Indonesia pun harus menggunakan pusat data di Indonesia. Jika sebelumnya menggunakan data center dari luar negeri, tersedia waktu untuk segera beralih ke fasilitas di Indonesia.
Terkait kebijakan ini, ketua umum IdEA, Daniel Tumiwa bertanggapan akan adanya pertimbangan dari pelaku bisnis yang akan memperhitungkan keuntungan dan kerugian jika menempatkan pusat data di Indonesia. “Harganya mencapai dua kali lipat (jika pusat data) di Indonesia dan infrastruktur jalur data harus melewati negara lain yang itu akan dikenakan tarif,” ujar Daniel di sela-sela acara diskusi tersebut.
Berkaitan dengan hal yang sama, dalam acara diskusi tersebut IdEA memberikan masukan kepada pemerintah yang seharusnya memperhatikan terlebih dahulu dengan memberikan insentif bagi pelaku bisnis yang mengikuti aturan penempatan pusat data sesuai PP No.82 tahun 2012. Namun hingga saat ini, pihak pemerintah melalui Kemenkominfo belum mengeluarkan regulasi yang mengatur aspek teknis penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronika, termasuk kemungkinan insentif yang diharapkan oleh para anggota asosiasi e-commerce Indonesia tersebut.
Tentu masih segar di ingatan kita beberapa waktu lalu, perihal RIM dan Google yang didesak untuk membangun pusat data oleh pemerintah Indonesia. Dalam perkara ini, RIM dan Google yang merupakan dua dari sekian raksasa industri teknologi yang menanamkan investasinya di Indonesia, menolak membangun pusat datanya di Indonesia mengingat pembangunan tersebut membutuhkan nilai investasi yang mencapai ratusan juta dollar AS. Selain itu pertimbangan lainnya terletak pada iklim bisnis di Indonesia yang tidak stabil seperti banyaknya pungutan liar, sistem birokrasi yang rumit, bencana alam, isu terorisme, dll. Hal seperti ini nampaknya harus dibenahi terlebih dahulu sebelum rencana kebijakan ini terealisasi.