Grab mulai mengaktifkan kembali layanan pembayaran cashless GrabPay hasil co-branding dengan OVO (dengan branding ‘GrabPay Powered by OVO’) sejak pekan lalu (1/6). Pihak Grab enggan memberikan komentarnya soal hal ini saat dihubungi DailySocial.
GrabPay sempat mati suri dimulai sekitar akhir Januari 2018 hingga akhir Mei ini. Non aktifnya ini tidak lama berselang setelah Grab mengumumkan kemitraannya dengan OVO pada Desember 2017.
Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar bilang, GrabPay dinonaktifkan karena ada kendala teknis dalam fitur top up, sehingga dilakukan perbaikan.
“Memang kami sedang upgrade server base untuk top up layanan GrabPay. Jadi masih ada kendala,” terangnya dikutip dari Katadata.
Secara keseluruhan, pembaruan kali ini tidak jauh berbeda pengalamannya dibandingkan sebelumnya. Pengguna Grab bisa top up saldo OVO lewat ATM, internet banking, minimarket, atau lewat kartu debit.
Hanya saja, kini Grab melekatkan tambahan PIN enam digit untuk setiap saldo yang tersimpan dalam GrabPay apabila lebih dari Rp500 ribu. PIN juga akan diberlakukan untuk pembayaran dengan kartu kredit. Ketika PIN dibuat, akan muncul pengaturan untuk PIN setiap 72 jam dan setiap kali aplikasi mendeteksi lokasi tak dikenal.
Hadirnya kembali GrabPay menambah opsi pembayaran di aplikasi Grab selain menggunakan tunai, kartu kredit, dan Mandiri E-Cash.
GrabPay bisa dibilang masih ketinggalan dibanding Go-Pay yang sudah memiliki lisensi e-money tersendiri dan sudah mendapatkan izin menggunakan skema QR Code untuk pembayaran di luar platform Go-Jek.
Skema co-branding lisensi
Tak hanya Grab yang memanfaatkan lisensi uang elektronik perusahaan lain. Traveloka melakukan hal serupa untuk Traveloka Pay. Perusahaan OTA tersebut memanfaatkan kemitraan dengan Uangku sebagai pilihan bagi para penggunanya. Uangku diterbitkan oleh Smartfren yang telah memperoleh izin resmi Bank Indonesia.
CMO Traveloka Dannis Muhammad menuturkan tidak ada alasan khusus yang membuat perusahaan akhirnya menggandeng Uangku sebagai mitra pihak ketiga. Traveloka, menurutnya, hanya jadi marketplace penyedia teknologi yang terbuka untuk semua pihak ketiga sehingga dapat memberikan nilai lebih untuk para konsumennya.