Tren VTubers: Karena Idola Tak Harus Selalu Nyata?

Tren VTubers kini tidak hanya terbatas di Jepang, tapi juga sudah menyebar ke negara-negara lain

Selama lockdown akibat pandemi COVID-19, ada beberapa industri yang justru tumbuh. Salah satunya adalah industri VTubers. Menurut data dari SocialBlade, pada akhir 2019, 5 VTubers terpopuler di dunia mendapatkan 5-10 ribu subscribers baru setiap minggu. Pada Agustus-September 2020, para VTubers populer bisa mendapatkan 50-100 ribu subscribers baru setiap minggu. Karena itu, kali ini, saya akan membahas tentang seluk-beluk VTubers.

Definisi VTubers

VTuber merupakan singkatan dari virtual YouTuber. Istilah itu mengacu pada kreator konten atau entertainer yang menggunakan avatar virtual sebagai perwakilan diri di depan kamera. Avatar ini berupa computer graphics dan biasanya, memiliki artstyle khas anime. Sesuai namanya, kebanyakan VTubers menggunakan YouTube sebagai platform siaran mereka. Namun, ada juga VTubers yang memanfaatkan platform lain. Dan walau mereka menggunakan Twitch, Facebook, atau platform lain, mereka tetap dikenal dengan sebutan VTuber.

Orang pertama yang menggunakan avatar virtual untuk tampil di depan kamera adalah Ami Yamato, seorang YouTuber asal Jepang. Dalam video pertamanya, yang diunggah pada 2011, Yamato menggunakan model 3D. Namun, video itu tidak terlalu populer. Saat berita ini ditulis, video tersebut hanya memiliki 224 ribu views.

Istilah VTuber sendiri baru muncul pada 2016. Orang pertama yang menggunakan dan mempopulerkan istilah tersebut adalah VTuber asal Jepang, Kizuna AI. Hanya dalam waktu 10 bulan, dia berhasil mengumpulkan lebih dari 2 juta subscribers di YouTube. Tak hanya itu, dia juga ditunjuk sebagai duta budaya oleh Organisasi Wisata Nasional Jepang.

Popularitas Kizuna Ai membuat banyak orang tertarik untuk menjadi VTubers. Kreator konten yang pernah menampilkan wajahnya di depan kamera pun ikut menggunakan avatar virtual demi mengikuti tren. Di 2018, jumlah VTubers meningkat pesat, lapor Dot Esports. Pada Mei 2018, hanya ada 2 ribu VTubers yang aktif. Angka ini naik 2 kali lipat, menjadi 4 ribu orang, pada Juli 2018. Tren virtual idol pun menjamur ke luar Jepang, mencapai Tiongkok, Korea Selatan, dan negara-negara lain.

Tren VTubers memunculkan agensi entertainment yang fokus untuk membantu seseorang memulai karir sebagai VTuber atau mempromosikan para virtual idols. Kebanyakan agensi ini berasal dari Jepang. Tapi, seiring dengan menjamurnya tren virtual idols di luar Jepang, juga muncul agensi VTubers di negara-negara lain. Sebagai contoh, di Tiongkok, VTubers juga telah mulai digandrungi. Buktinya, pasar virtual idol di negara tersebut bernilai US$16 miliar, menurut data dari iiMedia.

Salah satu VTuber Tiongkok yang populer adalah Vox Akuma. Begitu populernya dia sehingga dia harus sering melakukan streaming. "Sekarang, jika saya libur lebih dari satu hari, akan muncul argumen dan drama," kata Vox Akuma, dikutip dari Rest of World.

Di Indonesia, Anda juga bisa menemukan agensi untuk para VTubers. Agensi itu bisa muncul berkat kerja sama antara Hololive Indonesia dan Nijisanji ID. Salah satu VTuber Indonesia yang masih aktif adalah adalah Kobo Kanaeru, yang menjadi VTuber setelah lolos audisi Hololive Indonesia yang ketiga. Selain Kobo, dua VTubers Indonesia lain yang masuk dalam virtual idols generasi ketiga di bawah naungan Hololive adalah Vestia Zeta dan Kaela Kovalski.

Munculnya Tren Virtual Idols dan Tantangan di Industri

Bagi para penonton, salah satu daya tarik dari VTubers adalah avatar dengan artstyle anime. Namun, fakta bahwa banyak virtual idols yang memiliki avatar layaknya karakter anime juga memunculkan stigma negatif untuk para fans VTubers. Hal itu membuat masyarakat berasumsi, fans dari para virtual idols hanyalah orang-orang yang menyukai anime. Padahal, ketika The Science Survey menanyakan para penonton VTubers mengapa mereka menonton kreator konten virtual favorit mereka, alasan yang mereka berikan beragam.

Beberapa virtual idols terpopuler. | Sumber: Japan Geeks

Salah seorang penonton mengatakan, alasan dia menonton VTubers adalah karena konten yang disajikan memang menarik. Alasan itu sama seperti alasannya untuk menonton kreator konten kebanyakan. Sementara seorang penonton lain mengungkap, avatar para VTubers memang menjadi salah satu alasannya menonton. Tapi, orang di balik karakter VTuber itu juga tidak kalah penting. Sama seperti kreator konten lain, seorang VTuber juga harus bisa memberikan konten yang menghibur.

"Saya senang dengan konsep VTubers karena menggunakan avatar virtual memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri dengan lebih bebas. Mereka tidak perlu khawatir akan pendapat para penonton tentang penampilan mereka yang sebenarnya," kata Elizabeth Colon, seorang penonton VTuber. Dia menjelaskan, seseorang yang menampilkan wajah aslinya di depan kamera mungkin akan merasa tidak percaya diri, takut para netizens akan menghakiminya karena penampilannya. Hal ini tidak berlaku untuk para virtual idols. Karena VTubers menggunakan avatar virtual, mereka bisa menarik perhatian penonton dengan kepribadian mereka.

"'Orang di balik layar' adalah salah satu kunci penting dari VTubers," kata Yijun Luo, Doctoral Researcher di Hong Kong Baptist University. Dia mempelajari tentang industri virtual idols di Tiongkok, lapor Rest of World. Memang, avatar dari para virtual idols ini merupakan rekayasa, tapi kepribadian dan karisma dari para VTubers tetaplah milik orang-orang yang "memerankan" idols tersebut. Sebagian fans bahkan begitu suka dengan orang di balik virtual idols kesayangannya sehingga mereka tidak mau posisi itu digantikan oleh orang lain.

A-Soul adalah grup dari virtual idols. | Sumber: Shazam

Satu hal yang pasti, bisnis virtual idols kini sudah cukup besar. Salah satu buktinya, tahun lalu, Yuehua Entertainment bekerja sama dengan ByteDance, perusahaan induk TikTok, untuk membuat virtual girl group, yang dinamai A-Soul. Pada 2021, Yuehua berhasil mendapatkan US$5,6 juta dari bisnis entertainment mereka. Sebagian besar dari pemasukan tersebut datang dari A-Soul.

Para virtual idols bisa mendapatkan uang dari kerja sama dengan sejumlah brands internasional, termasuk KFC atau L'Oreal. Di Tiongkok, para virtual idol juga berkolaborasi dengan perusahaan lokal raksasa, seperti Keep, platform fitness Tiongkok.

Di Tiongkok -- yang dikenal dengan penyensoran yang ketat -- virtual idol bisa menjadi rekan kerja sama yang ideal bagi brands yang ingin menawarkan perjanjian endorsement. Karena, persona para virtual idol bisa ditentukan terlebih dulu. Jadi, mereka bisa memastikan bahwa persona yang ditampilkaj memang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Tiongkok.

Pemeran VTubers yang harus menggunakan motion capture suit. | Sumber: Rest of World

Sayangnya, seiring dengan semakin populernya VTubers, jam kerja mereka juga terus bertambah. Mengyu Peng, Director of Branding di SuperACG, perusahaan penyedia layanan avatar virtual mengatakan, waktu kerja seorang VTuber untuk membuat konten biasanya tidak ditentukan oleh para "pemeran" di balik virtual idol, tapi oleh tim produksi.

Peng mengungkap, para pemeran VTubers biasanya harus memerankan peran mereka selama 4-5 jam sehari, 22 hari per bulan. Hanya saja, fans tidak selalu tahu tentang hal ini. Alhasil, fans terus meminta konten akan VTubers favorit mereka. Padahal, proses produksi konten ini pun bisa melelahkan bagi orang-orang di balik persona virtual idol. Karena, mereka harus menggunakan motion capture suit.

Sumber header: Daily Dot