[Exclusive Interview] Apa Rencana Riot Games untuk Valorant di Indonesia?

Justin Hulog, General Manager Southeast Asia and Taiwan for Riot Games berbagi pandangan seputar rencana Riot Games untuk kembangkan Valorant di Indonesia.

Tanggal 2 Juni 2020 lalu, Riot Games akhirnya secara resmi merilis game FPS buatannya, Valorant. Antusiasme para gamers terhadap Valorant terbilang cukup tinggi. Riot Games pertama kali mengumumkannya sebagai Project A pada ulang tahunnya yang ke-10, bersama dengan League of Legends versi Mobile (Wild Rift), game kartu Legends of Runeterra, dan sebuah proyek gamefighting League of Legends.

Ketika Valorant pertama kali muncul ke permukaan pada April 2020 lalu, game ini segera mendapat perhatian yang begitu besar. Bahkan, Valorant berhasil mencatatkan rekor sebagai game dengan jumlah penonton terbanyak, dengan 1,7 juta pasang mata menyaksikan konten game ini pada platform game Twitch.

Kini, setelah Valorant rilis, banyak pertanyaan muncul. Bagaimana Riot merencanakan esports untuk Valorant? Apa langkah selanjutnya setelah banyak organisasi esports dan pihak ketiga berinvestasi ke dalam ekosistem Valorant? Dan yang paling penting, akankah ada dukungan bagi para komunitas dan ekosistem esports lokal Indonesia?

Membahas hal ini, saya berkesempatan untuk mewawancara Justin Hulog, General Manager Southeast Asia and Taiwan for Riot Games. Tapi sebelum itu, mari kita bahas singkat bagaimana proses Valorant hingga menjadi seperti sekarang.

Bagaimana Riot Games Membesarkan Valorant Sejauh Ini

Anda penggemar game PC, terutama genre MOBA, besar kemungkinan Anda tahu nama besar Riot Games. Mengasuh League of Legends dari game yang bukan siapa-siapa, bahkan awalnya ditentang keras oleh komunitas pemain Defense of the Ancients, hingga jadi salah satu yang terlaris dan terbaik saat ini.

Membawa nama besar Riot Games, tak heran jika Valorant memiliki ekspektasi serupa dari komunitas. Apalagi Anna Donlon, Executive Producer di Riot Games, kerap kali mengatakan bahwa dirinya dan tim pengembang Valorant ingin membawa game tersebut bertahan untuk jangka panjang layaknya League of Legends.

Punya tujuan yang besar, usaha Riot untuk mencapai itu juga tidak main-main. April 2020, Valorant memasuki fase beta. Mereka melakukan satu strategi yang juga jadi andalan EA saat ingin memperkenalkan Apex Legends, menggandeng para streamer Twitch.

Para kreator konten diajak menjadi rekan Riot Games untuk main dan menayangkan Valorant pada kanal mereka masing-masing. Lalu bagaimana nasib gamers lain yang ingin tahu dan coba Valorant? Mereka diajak menonton channel Twitch yang sudah menjadi rekan Riot Games, agar bisa mendapatkan beta-keys Valorant. Berkat strategi tersebut, Valorant berhasil memcahkan rekor jumlah penonton Twitch, mencapai 1,7 juta concurrent viewers.

Tidak hanya dari segi promosi saja, Riot Games juga menunjukkan bahwa keseriusan mereka dalam menggarap game lewat beberapa sajian diari sang developer. Dari segi teknis, mereka menyiapkan server super responsif, bahkan sampai memiliki layanan internet khusus yang diberi nama Riot Direct. Mereka juga mempersiapkan server dengan 128 tick rate, yang dipercaya memberi respon lebih jitu di dalam permainan.

Dari segi gameplay, walau secara umum punya pengalaman bermain yang mirip dengan CS:GO, namun Riot Games juga secara serius ingin menyajikan sesuatu yang baru seraya mempertahankan apa yang mereka sebut sebagai Competitive Integrity. Semua dirancang untuk menyeimbangkan antara keseruan permainan adu tembak dengan kreativitas penggunaan skill masing-masing karakter dalam mencapai kemenangan.

Hal ini ternyata mendapat apresiasi yang positif dari komunitas. Shroud, sosok streamer kenamaan di komunitas FPS bahkan sampai berkata bahwa Valorant adalah game yang luar biasa, yang bisa membuat dirinya merasa malas untuk kembali memainkan FPS lain.

Kombinasi penggarapan yang serius dilengkapi strategi marketing yang efektif membuat bibit-bibit ekosistem esports Valorant mulai tumbuh, terutama di Amerika Serikat tempat Valorant memulai popularitasnya. Selanjutnya, banyak organisasi esports jadi mulai membentuk tim, mulai dari T1, G2 Esports, dan berbagai tim lainnya. Lalu, banyak pihak ketiga juga jadi tidak ragu membuat turnamen Valorant, mulai dari Twitch, ESPN, bahkan T1 juga tak mau kalah.

Whalen Rozelle, Riot Games Senior Director of Esports bahkan menceritakan kepada ESPN, bahwa mereka berbincang dengan lebih dari 120 tim profesional sebelum akhirnya memutuskan membuat Valorant. “Kebanyakan waktu kami dihabiskan untuk bertanya dan mendengarkan, bagaimana pengalaman mereka di esports FPS lain? Apa yang ingin mereka lihat di esports Valorant? Bahkan kami menceritakan rencana internal kepada mereka dan meminta komentarnya. Kami belajar banyak dan kebanyakan dari organisasi tersebut sekarang sudah punya tim, membuat turnamen, atau bahkan keduanya.”

Bagaimana Valorant dibuat, dipasarkan, dan dikembangkan, menunjukkan komitmen Riot Games agar mereka dapat kembali mendulang kesuksesan layaknya League of Legends. Namun kebanyakan proses tersebut terjadi di Amerika Serikat. Lalu bagaimana nasib Indonesia yang ada di regional Asia Tenggara?

Cara Riot Games Menyajikan Valorant Untuk Komunitas Indonesia

Walau Riot punya nama besar dan tersohor di seluruh dunia, tapi komunitas League of Legends Indonesia boleh jadi kecewa dengan pengembang asal Los Angeles ini. Awal 2010an League of Legends pertama rilis dan heboh di seluruh dunia. Walau cukup diantisipasi oleh pasar lokal, sayang Riot Games memutuskan tidak turun tangan langsung menangani game tersebt di Asia Tenggara.

Pengembangan komunitas League of Legends pada akhirnya diberikan kepada publisher lokal. Dukungan publisher lokal sempat membuat League of Legends cukup populer di Indonesia. MOBA ini bahkan sempat punya liga esports lokal, yang mendefinisikan apa itu esports profesional, karena menerapkan sistem gaji untuk tim peserta. Tapi akhirnya League of Legends di Indonesia tidak bertahan lama, server lokal Indonesia tutup dan digabung ke server SG/MY pada April 2019 lalu. Seiring dengan penutupan server dan berhentinya sokongan terhadap komunitas lokal, League of Legends pun meredup di Indonesia.

Ketika Valorant rilis, muncul satu tanda tanya besar yang kembali dipertanyakan. Akankah Riot Games kembali lepas tangan terhadap Valorant dan komunitasnya dengan menyerahkan game ini kepada publisher lokal?

Seakan ingin menebus dosa lamanya, berita menggembirakan muncul ketika Riot Games mengumumkan bahwa Valorant akan memiliki server Asia Tenggara lewat dukungan langsung dari sang pengembang. Tak hanya itu, Valorant bahkan menyambut hangat komunitas gamers Indonesia, dengan menyediakan opsi bahasa Indonesia di dalam game.

Alih-alih sekadar menyajikan nama skill dengan bahasa Inggris, translasi ini menjadi satu wujud keseriusan bagi Riot Games dalam menyajikan sebuah game yang bisa diterima oleh semua kalangan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sumber: Tangkapan Layar Pribadi

Membahas ini Justin Hulog lalu menjelaskan alasan kenapa sampai ada bahasa Indonesia di dalam Valorant. Ia mengatakan bahwa menyertakan bahasa Indonesia ke dalam Valorant merupakan salah satu yang hal yang didiskusikan oleh dirinya dan tim Riot Games Asia Tenggara sedari lama. “Maka dengan perilisan ini, saya bersama Riot Games dengan bangga mengatakan bahwa Valorant bisa dibilang menjadi game pertama kami yang menyertakan translasi bahasa Indonesia di dalamnya.” Ujar Justin.

Lebih lanjut Justin pun menjelaskan prosesnya. “Pada awalnya apa yang kami lakukan adalah mempelajari, kira-kira negara mana yang punya potensi, apakah negara tersebut (Indonesia) akan tertarik memainkan game tersebut jika kami menyediakan translasi? Setelah game dirilis dalam bahasa Inggris, kami lalu memulai proses translasi, entah dengan translator dari tim developer Riot ataupun translator dari vendor lokal.”

Saya paham betul kebanyakan gamers mungkin tidak perlu-perlu amat translasi bahasa Indonesia, toh sedari dulu kita juga sudah terbiasa main game dengan bahasa Inggris. Namun saran saya Anda perlu menyempatkan diri untuk mencicipi translasi bahasa Indonesia di dalam Valorant.

Bisa jadi, Anda akan terkagum sendiri melihat bagaimana usaha Riot melakukan translasi, bahkan termasuk terhadap beberapa kemampuan milik Agents. Beberapa contoh translasi yang membuat saya kagum adalah skill Blade Storm milik Jett, yang ditranslasi menjadi Badai Belati. Lalu ada juga skill ultimate milik Agents terbaru, Reyna, yang ditranslasi dari Empress dalam bahasa Inggris, menjadi Maharani dalam bahasa Indonesia.

Tentunya translasi ini bukan tanpa cacat. Ada juga beberapa bagian translasi yang membuat saya jadi kebingungan, seperti mode Spike Rush yang ditranslasi sebagai Spike Segera dalam bahasa Indonesia. Namun secara umum, saya tetap merasa bahwa translasi yang dikerjakan secara serius ini adalah salah satu bentuk komitmen Riot Games terhadap komunitas gamers Indonesia.

Tapi bukan berarti translasi bahasa Indonesia di Valorant tanpa cacat. Contoh paling terasa lansgung tampil di depan mata. Bertuliskan Ignition: Episode 1 dengan bahasa Inggris, translasi menjadi "Nyala: Babak 1" justru membuat tulisan tersebut seolah tak punya arti. Sumber: Tangkapan Layar Pribadi

Translasi bahasa sudah jadi pertanda positif bagi komunitas gamers di Indonesia, lalu apa langkah selanjutnya dari Riot terhadap komunitas di Indonesia? Sejujurnya, Justin belum bisa menjelaskan secara terperinci soal apa-apa saja rencana yang akan Riot lakukan untuk komunitas di Indonesia saat saya wawancara hari Kamis 4 Juni 2020 kemarin. Selain karena game ini baru rilis 2 Juni 2020 kemarin, pandemi COVID-19 juga jadi alasan lainnya.

“Ini jujur ya, jika saja tidak ada pandemi COVID-19, saya mungkin saat ini sudah berada di Indonesia... Haha. Saya mungkin sudah berkeliaran mencoba mencari tahu kira-kira dukungan apa yang bisa diberikan oleh Riot agar Valorant mendapat penerimaan yang lebih baik di komunitas Indonesia.” Ucap Justin kepada saya.

Namun, untungnya Justin sempat membagikan beberapa pandangan dan rencana yang mungkin akan ia lakukan untuk mengembangkan komunitas Valorant di Asia Tenggara dan Indonesia. “Pertama-tama, kami ingin memastikan Valorant siap dari sisi server dan dapat menampung Anda semua yang ingin memainkan game terbaru dari kami.” Justin membuka pembahasan. “Baru beberapa bulan setelahnya kami mendorong lebih jauh, melakukan lebih banyak hal agar Valorant bisa diterima lebih banyak orang.”

Justin mengatakan, bahwa bentuk dukungan yang diberikan bisa berbeda-beda, tergantung kebutuhan dari komunitas di masing-masing negara. “Sebagai contoh, saya sadar betul bagaimana warnet atau iCafe masih memegang peran penting dalam pasar PC gaming di Indonesia dan Filipina, negara tempat saya berasal. Jadi kalau memang demikian, apa yang kami lakukan adalah dengan mengajak iCafe untuk bekerja sama agar bisa menyajikan Valorant ke lebih banyak gamers di komunitas lokal.” Ujar Justin.

Rencana Esports Valorant di Asia Tenggara dan Indonesia

Setelah kita bicara soal cara Riot Games menyajikan Valorant untuk komunitas di Indonesia, esports jadi topik lain yang tak kalah menarik untuk dibahas. Apalagi karena sampai saat ini, nama besar Riot Games tercipta karena esports untuk League of Legends. Seperti Anda, saya juga jadi berpikir bahwa kemungkinan besar Valorant dipersiapkan oleh Riot Games untuk menjadi esports kelas dunia layaknya League of Legends.

Sejak awal Riot sempat mengatakan bahwa mereka tidak akan menangani esports Valorant secara langsung untuk sementara waktu. Tetapi apakah ini artinya tidak akan ada esports untuk Valorant? Justin lalu menyatakan bahwa sustanability dan ekosistem lokal yang sehat menjadi fokus awal bagi dirinya dan tim Riot Games di Asia Tenggara, sebelum menuju ke perkara esports.

Justin Hulog (Kiri) bersama dengan Jennifer Poulson (kanan) yang juga sempat Hybrid wawancarai tempo hari. Sumber: IGN SEA

“Kami mungkin bisa saja mengucurkan dana besar-besaran untuk turnamen, dan secara instan menciptakan esports global. Tetapi tanpa ekosistem lokal yang kuat, hal tersebut akan jadi tidak berarti dan mungkin jadi investasi yang tidak berarti. Yang saya maksud dengan ekosistem lokal kuat adalah termasuk, sekelompok pemain yang mencintai game tersebut dan memainkannya setiap saat ataupun kompetisi untuk sekelompok pemain amatir yang nantinya punya kesempatan untuk menjadi semi-pro lalu profesional.” Justin memberi pandangannya.

Saya mengerti apa yang dimaksud Justin di sini. Alih-alih membuat esports secara tiba-tiba, Riot Games ingin membiarkan pemain kenalan terlebih dahulu dengan game yang dibesut. Lalu jika bicara esports, Riot juga ingin membuat esports Valorant lahir dari yang paling mendasar yaitu komunitas.

“Maka dari itu fokus saya pada tahun ini untuk regional SEA adalah memastikan nantinya regional ini memilki tim dan liga lokal yang kuat. Agar jika nanti menjadi besar, esports Valorant tak hanya sukses untuk sesaat, tetapi juga bisa sustainable dan bertahan lama.” Justin memperjelas pandangannya.


Mungkin sampai saat ini, baru itu saja yang bisa dibagikan Riot Games kepada komunitas Indonesia terkait rencana mereka untuk mengembangkan Valorant. Namun, cukup melegakan mendengar bagaimana penjelasan dan pandangan dari Justin. Setidaknya kita bisa sedikit yakin dengan satu hal, yaitu Riot tidak lagi meninggalkan para gamers di Asia Tenggara dan Indonesia untuk kedua kalinya.

Jadi, bukan tidak mungkin jika Valorant nantinya akan memiliki liga atau kompetisi lokal, atau mungkin berbagai event seru yang bisa dinikmati oleh para pemain di iCafe terdekat.