Selama beberapa bulan terakhir, saya bertemu dengan akademisi dari berbagai universitas di Indonesia. Obrolan yang saya lakukan menambah wawasan dan agak memperjelas teori yang telah ada dalam pikiran saya sejak tahun lalu, tentang bagaimana universitas memiliki peran besar dalam membentuk Silicon Valley menjadi seperti sekarang ini dan tentu saja bagaimana hal itu berhubungan dengan perguruan tinggi di Indonesia.
Sejarah Silicon Valley tidak dapat dipisahkan dari universitas di sekitar daerah itu, Stanford, UC Berkeley, Carnegie Mellon, dll. Jika Anda melihat di universitas ini, mereka tidak hanya berkontribusi melalui pendidikan dan sumber daya manusia, melainkan dengan semangat kewirausahaan dan inovasi, jiwa dari Silicon Valley.
Universitas-universitas ini memberikan banyak benih budaya Silicon Valley awal, saya pikir apa yang mereka lakukan secara signifikan adalah mentransfer teknologi yang diciptakan di laboratorium kampus ke perusahaan/industri. Keterampilan dan pengetahuan yang ditransfer terjadi terutama melalui perusahaan-perusahaan yang sudah ada yang mengambil lisensi, atau melalui perusahaan yang didirikan oleh mahasiswa, staf dan fakultas. Alternatif lainnya adalah kontribusi utama melalui pendidikan bagi mahasiswa teknik dan bisnis untuk terus mengisi kolam intelektual.
Dari sini, Anda dapat beberapa faktor di bawah ini yang cukup penting tentang apa yang universitas dapat berikan untuk pertumbuhan “Silicon Valley”:
- Memproduksi bakat dan hard-skill untuk engineering (produk, bisnis, pemasaran, dll)
- Melakukan riset pasar dan analisis sebagai bagian dari penelitian di laboratorium penelitian
- Memberikan penghargaan pada inovasi dan kewirausahaan
- Menciptakan lingkungan yang sempurna untuk tumbuh, inkubasi siswa dan memberikan kemudahan akses pada teknologi dasar
- Memberikan akses pada tahap inkubator selanjutnya, investor atau akses langsung ke industri
Sekarang adalah saatnya bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk meningkatkan dan melakukan kontribusi yang lebih bagi industri dalam rangka mengisi kesenjangan besar antara kurikulum standar dan persyaratan industri. Untuk saat ini, saya pikir banyak universitas hanya fokus pada memberikan kurikulum dan menghasilkan lulusan setiap tahun. Hal ini sebetulnya baik, sampai mereka menemukan bahwa persentase signifikan dari alumni mereka mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.
Mengapa? Karena mereka dididik untuk bekerja keras dalam mencari pekerjaan, bukan menciptakan lapangan kerja.
Jika perguruan tinggi di Indonesia dapat beralih dari pola pikir ini ke kehidupan setelah kuliah, ini akan memberikan nilai lebih bagi siswa dan industri secara keseluruhan. Dan sekarang, beberapa universitas sudah mencoba pendekatan ini dengan memberikan pelatihan, kuliah umum dari orang-orang berpengaruh dalam industri dan role-model pengusaha untuk memberi mereka semangat kewirausahaan.
Di Indonesia, ada beberapa hal yang bisa dilakukan universitas di sini terutama di industri teknologi (IMHO):
- Berikan pelatihan pada teknologi web terbaru (bahasa pemrograman, kerangka kerja, server, OS, platform, dll)
- Undang pengusaha sukses (sebaiknya alumnus) untuk memberikan pengetahuan tentang latar belakang kewirausahaan dan bisnis/manajemen kepada mahasiswa
- Mengubah pola pikir dari kurikulum berbasis universitas, menjadi universitas berbasis penelitian
- Kompensasi dan memberikan penghargaan untuk inovasi, mungkin dengan menginkubasi bisnis/perusahaan mahasiswa
- Dekati dan kerja sama secara langsung dengan orang-orang di industri (perusahaan teknologi, investor, pemula, dll)
Jika universitas di Indonesia dapat melakukan hal ini, ini adalah salah satu langkah lebih dekat untuk industri teknologi yang inovatif dan dinamis di Indonesia. Dan *mungkin*, Indonesia dapat menjadi Silicon Valley berikutnya. Itu pendapat saya, bagaimana pendapat para pembaca.
mantab! ..Indonesia perlu lebih banyak wirausaha untuk kebangkitan negeri ini ..nice post RamÂ
Menambahkan poin ke enam : mengundang para DO 🙂
Jadi teringat sebuah artikel dari Derek : Fish don’t know they are in water
Ada 50 orang anak di kelas business school di Singapore ditanya : “Berapa di antara kalian yang ingin memulai perusahaannya sendiri nantinya?” hanya 1 orang yang angkat tangan.
Kalo di California ada 50 anak dikelas ditanya, ada 51 orang yang mengangkat tangan.
Yang satu orang itu orang dari jalan berlari masuk ke kelas hanya untuk mengangkat tangan.
Saya hampir menangis membacanya.
Mungkin kalo sebagai dosen di kelas Elektro bertanya pertanyaan yg sama, saya yakin tidak ada yang mengangkat tangan.
Tidak ada jaminan apapun jika Anda memilih menjadi pengusaha, tidak ada.
Mudahnya seperti ini :
“Jika startup Anda tidak bisa membiayai dirinya sendiri dan kehidupan founder, berarti Anda belum memiliki bisnis.”
Pertanyaan pertama Cameron saat membuat bisnis adalah :
“Apakah ada cukup pengguna agar bisnis ini layak dijalankan?” dg pertanyaan inilah dia memulai riset.
IMHO, industri dan teknologi di Indonesia sepertinya bukan cuma TIK. apa tulisan ini merujuk ke teknologi dan industri secara umum atau spesifik ke usaha situs web komersial (dotCom)?Â
kalau merujuk kepada istilah umum, maka tiap area punya budaya yang berbeda dan cara yang berbeda dalam mengembangkan industrinya. over generalization will only leads to a common saying : easier said than done or talk is cheap
program studi berbasis penelitian setahu saya belum ada di Indonesia (cmiiw), kalaupun ada paling di jenjang yang lebih tinggi (S2 by research). tetapi kalau universitas berbasis penelitian saya pikir dari dulu universitas di Indonesia sudah berbasis penelitian. yang jadi persoalan sebetulnya, sumber dana penelitian di Indonesia masih bersumber dari pemerintah atau lembaga asing melalui pemerintah. sangat jarang (bukan berarti tidak ada) dana penelitian yang bersumber dari Industri yang bukan dana sejenis CSR tapi memang merupakan bagian dari investasi di bidang inovasi dan intelektual. paling gampangnya industri bikin lomba atau award produk yang sudah jadi atau sudah dipasarkan kalau bukan lomba yang sebetulnya mirip kuis yang bertujuan memperkuat brand (alasan marketing bukan alasan inovasi produk).Â
terlepas dari berbagai fakta dan alasan, industri seharusnya memang lahir dari universitas sehingga ketika tumbuh pun tidak lepas dari interaksi dua arah dengan universitas. universitas jadinya berperan sebagai bengkel dan pitstop bagi pelaku industri bukan sekadar jadi toko/pabrik spare-part.
Tanpa riset, tiada inovasi.
Kualitas riset and publikasi dari Indonesia masih kurang.
Kalau dosen tidak melaksanakan riset, sulit memberi bimbingan bagi generasi siswa berikutnya.
Kita masih jauh..tapi tak apa blajarlah dari sekarang..
aku ingin dirikan startup yang di umur 70/80 tahun
biar cucu2ku nangis2 trs mau belajar