Dark
Light

Tiga Tren yang Harus Diperhatikan FinTech di Pasar Berkembang

1 min read
October 23, 2015

Cepat atau lambat, Indonesia sebagai negara berkembang diprediksikan akan menjadi pasar potensial untuk pertumbuhan industri FinTech (financial technology). Ini tak lepas dari keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap kemajuan teknologi, besarnya potensi pasar, juga makin matangnya ekosistem. Melihat perkembangan ini, VP Wharthon FinTech Cameron Peake menyebutkan bahwa ada tiga tren yang harus diperhatikan oleh para penggiat FinTech untuk tahun depan.

FinTech mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang, apalagi di pasar berkembang. Namun, di banyak negara inovasi yang hadir dari para penggiatnya terbukti mampu memunculkan solusi-solusi baru yang inovatif untuk konsumen. Bahkan tak sedikit yang menggoyang industri keuangan yang sudah mapan.

Cepat atau lambat industri FinTech pun nantinya akan menjamur di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Namun sebelum itu terjadi, ada baiknya bila berbagai pihak terkait mulai berbenah diri di setiap aspeknya. Untuk para penggiat FinTech, ada baiknya bila mereka memperhatikan tren yang dapat turut mempengaruhi industri FinTech itu sendiri.

Menurut VP Marketing Wharton FinTech Cameron Peak, ada tiga tren utama yang harus diperhatikan oleh para penggiat FinTech di pasar berkembang.

Penggunaan data analytics untuk menjangkau konsumen baru

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, masih ada ruang yang besar untuk tumbuh bagi berbagai sektor termasuk teknologi dan finansial. Di Indonesia, ini bisa dilihat dari jumlah penduduk yang terhubung ke Internet dan besarnya jumlah unbanked (individu yang belum memiliki akses perbankan). Di sini, big data analytics bisa mengambil peran untuk bantu bank dan para penggiat FinTech menjangkau konsumen lebih luas.

Cameron Peak menjelaskan bahwa di luar sana sudah ada beberapa entrepreneur yang menemukan cara untuk lebih membedakan pelanggan yang memiliki rekening dan tidak menggunakan jenis data baru. Hal tersebut memungkinkan bank dan institusi finansial lain untuk menawarkan pinjaman atau bunga yang lebih mencerminkan tingkat risiko sebenarnya. Contohnya adalah Lenddo dan Revolution Credit.

Tren e-commerce yang meningkat di pasar berkembang

Di negara berkembang, budaya berbelanja secara online telah menjadi pengalaman yang biasa. Tapi di negara berkembang, menurut Cemeron, hal ini baru saja dimulai. Tantangannya tak jauh-jauh dari pembayaran, logistik, dan regulasi.

Cameron sendiri percaya ke depannya akan ada banyak perusahaan yang muncul untuk mengatasi tantangan pembayaran, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kartu kredit. Layanan mobile wallet seperti Dompetku, T-Cash, dan XL-tunai adalah contoh yang dapat dilihat di Indonesia.

Pengalaman cash-in dan cash-out yang membaik

Salah satu tantangan finansial di era digital adalah bagaimana mendigitalisasikan alat tukar itu sendiri. Akses seperti ini masih belum banyak di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Tapi di luar sana sudah ada beberapa penggiat startup yang menyediakan layanan ini, seperti GloboKasNet dan PayNearMe.

Menurut Cameron, ketiga hal tersebut adalah tren yang harus diperhatikan oleh para penggiat startup bidang finansial di negara berkembang untuk 12 bulan mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Layanan E-Commerce “googaga” Sajikan Produk Anak Brand Lokal

Next Story

JET Hadirkan Layanan Transportasi Berbasis Aplikasi Untuk Mobil Pribadi dan Jasa Angkut

Latest from Blog

Don't Miss

Lebih Parah dari Kasus Doni Salmanan, Inilah 7 Kasus Penipuan Terbesar di Industri Teknologi

Startup selalu berusaha mencari cara untuk mendisrupsi status quo menggunakan
Startup fintech payment gateway Xendit merambah sektor perbankan dengan mendirikan PT Bank Perkreditan Rakyat Xen (BPR Xen) yang berlokasi di Depok

Xendit Rambah Perbankan, Dirikan Bank Perkreditan Rakyat Xen

Ekspansi bisnis startup unicorn di sektor fintech, Xendit, kini sudah