Kemarin, pihak Bakrie Telecom (BTEL) dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) mengumumkan kerjasama, di mana STI memperoleh 10% saham BTEL (senilai $90 juta) dan in return BTEL mendapatkan 35% saham STI yang saat ini dimiliki oleh Sampoerna Strategic dan Polaris dengan opsi menjadi pemegang saham mayoritas STI dalam 3 tahun ke depan. Badan usaha akan disinergikan di bawah entitas BTEL.
Michael Sampoerna selaku Presiden Direktur Sampoerna Strategic, pemilik STI, seperti dikutip oleh Kompas, menyebutkan alasan peleburan entitas STI ke dalam BTEL adalah meningkatkan daya saing yang dimilikinya untuk melakukan ekspansi di infrastruktur komunikasi data, yang bakal menjadi tren di masa mendatang. Dengan kata lain, ketimbang melakukan investasi mahal di area ini (dan Sampoerna belum yakin bakal untung), lebih baik ikut dengan perahu/entitas lain yang “lebih aman”.
Menarik bahwa BTEL yang sebenarnya secara keuangan tidak sehat benar (merugi sepanjang 2011) melakukan aksi korporasi besar melalui merger dengan operator CDMA lainnya. Ini merupakan merger kedua di industri telekomunikasi CDMA setelah Fren yang terus merugi diambil alih oleh Smart Telecom dan sekarang menjadi smartfren. Sebelumnya Telkom pernah menjajaki merger anak perusahaannya, Telkom Flexi, dengan BTEL namun akhirnya rencana ini kandas karena ketidaksetujuan dari berbagai pihak.
Di satu sisi, BTEL akan mendapatkan frekuensi 6.25 MHz di band 450 MHz yang menjadi milik STI dan akan digunakan untuk penetrasi ke daerah pedesaan Sumatra dan Jawa yang selama ini dilakukan oleh STI menggunakan brand Ceria. Di sisi lain, BTEL perlu menggalang dana untuk membiayai proses ini.
Seperti dikutip dari Seputar Indonesia, BTEL akan menerbitkan saham baru sebesar 10% (senilai Rp 900 miliar) yang bakal digunakan untuk mendanai proses sinergi/akuisisi ini dan membayar utang yang bakal jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 650 miliar. Jadi sebenarnya yang keluar uang ini siapa?
Buat saya, ini merupakan teknik financial engineering yang selama ini memang merupakan keahlian Grup Bakrie. Di headline Reuters, justru yang digembar-gemborkan adalah Sampoerna Group membeli 10% saham BTEL. Nah pertanyaannya, apa benar ini sekedar tukar saham atau sebenarnya Sampoerna memberikan investasinya (dalam bentuk dana segar) di sini?
Berikut adalah tulisan Reuters tanggal 1 Maret 2012, dua minggu sebelum pengumuman sinergi BTEL dan STI:
“The Bakrie group is looking to sell some equity via a non pre-emptive rights issue to raise money for Bakrie Telecom,” said the source. That method of fund-raising means the company does not need shareholder approval because the stake is within a 10 percent limit.
Bakrie Telecom will use the capital injection to pay back some of its debt, including 650 billion rupiah of bonds maturing this September, the source added.
The new partner will eventually buy up more shares and could become a majority shareholder in Bakrie Telecom with a 51 percent stake, one the sources added.
Jika kita menggunakan Reuters sebagai acuan utama, makanya kronologisnya adalah sebagai berikut: BTEL butuh dana untuk melunasi hutang dan ekspansi dan berencana menerbitkan 10% saham baru. Calon pembelinya adalah Sampoerna dan ST Telecom (Korea). Berikutnya muncullah berita resmi sinergi BTEL dan STI ini.
Dengan masuknya Sampoerna yang merupakan salah satu keluarga kaya di Indonesia di jajaran pemilik BTEL, tentu saja ini menjadi assurance bahwa bisnis BTEL akan tetap langgeng dan ini meyakinkan investor bahwa BTEL masih memiliki prospek yang cerah. Dalam setahun terakhir, nilai saham BTEL memang terus turun tanpa ada sinyal positif yang berarti.
Sinyalemen dari tulisan Reuters menunjukkan bahwa investasi (dalam bentuk uang) bukan dilakukan oleh BTEL, melainkan oleh Sampoerna demi untuk membayar utang dan berekspansi. Bahkan partner baru ini bakal memiliki kesempatan untuk menjadi pemilik mayoritas baru BTEL. Jika kerjasama ini dianggap menguntungkan oleh Sampoerna, bukan tidak mungkin nantinya malah ceritanya bakal berbalik.
Jangan heran kalau setahun dua tahun ke depan bakal ada headline baru di mana malah Sampoerna yang mengambil alih kepemilikan BTEL. Kita-kita yang awam ini mungkin sulit untuk mempercayai hal seperti ini, tapi di bisnis dengan banyak financial engineering yang bermain, ini semua adalah mungkin.
Jadi yg melakukan Financial Engineer yang hebat itu siapa pak ? Bakrie ato Sampoerna ?
Kalo di paragraf atas menyebut bakrie memiliki financial engineer yang bagus untuk business-flow nya, namun di paragraf bawah bapak menyebut sampoerna yang memiliki investasi.
saya ulang kembali, Jadi yg memiliki Financial Engineer itu siapa pak ??
jelas Bakrie Group. Dari awal memang mereka butuh dana untuk bayar utang dan bahkan memberikan kesempatan pihak lain untuk mengambil alih BTEL yang notabene sedang tidak dalam kondisi keuangan yang bagus
Bagi pelanggan sepertinya tidak terlalu penting akan bergabung dengan perusahaan apa atau membeli perusahaan mana, yg penting pelayanan prima.
yang sudah lama berkecimpung di BEI pasti tahu keahlian (baca: kelicikan) B7 dalam memanipulasi keuangan.
Bisa ditambahin isu “konspirasi” ngga yah.. hehee
jadi sengaja pringkat BTEL di turunin jadi CCC+ trus ada investor masuk(Sampoerna group) beli 10% tapi disaat yg sama BTEL caplok Ceria/STI.
Jadi..utang kebayar,expansi bisnis lanjooot(ceria merupakan mobile phone cdma bukan fixed phone cdma seperti flexi/esia yg musti combo2) -> licence mobile phone cdma otomatis dapet.
kenapa ngga lebih dilihat sebagai infra sharing ya… dan potential menggarap market data/broadband…