Telkom merilis brand Oolean dalam rangka mengembangkan industri game lokal agar dapat bersaing di negeri sendiri, sekaligus bentuk manuver perseroan agar terus melaju di industri digital. Inisiasi ini diumumkan saat ajang konferensi tahunan Telkom Digisummit 2019 yang digelar kemarin, (11/4).
EVP Digital & Next Business Telkom Joddy Hernady mengatakan, keputusan ini diambil dengan melihat kondisi rendahnya penetrasi pangsa industri game lokal di Indonesia. Menurut data yang dikutip, pangsa pasar perusahaan game lokal hanya 19%, sementara pengembang game lokal 0,4% saja. Sisanya dikuasai pemain asing.
Padahal, berbicara potensi, Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan pasar game tertinggi di Asia Tenggara, yang mencapai 37,3%. Angka ini mengalahkan Thailand 30,9%, Vietnam 29,2%, dan Malaysia 27%. Ditambah pula, lifetime revenue-nya lebih tinggi dari film dan musik.
Sebagai contoh, grup bank Peterpan (kini Noah) disebut memiliki revenue US$10 juta, sedangkan film Warkop Reborn US$17 juta. Sementara game Mobile Legend menembus angka US$120 juta.
“Pengembang game kita tidak akan bisa bersaing dan pangsa pasarnya lambat laun pasti terus turun. Kami memutuskan untuk berinvestasi di sini, dibantu Agate dan Melon,” terang Joddy.
Oolean diambil dari kata “ulin” yang berasal dari Bahasa Sunda yang artinya main.
Jumlah investasi untuk industri game lokal sangat minim yang berdampak pada kurang tumbuhnya perusahaan lokal. Kekurangan talenta pun turut memperparah kondisi. Berangkat dari isu tersebut membuat perseroan berinvestasi cukup besar untuk menghidupi ekosistem game lokal.
Mengawali kemitraan dengan perusahaan pengembang game asal Bandung, Agate, dan anak usahanya di bidang konten Melon, Telkom memulai debutnya. Meski tidak menyebut nominal pasti, Joddy menuturkan perseroan telah mengalokasikan biaya investasi untuk tiga sampai lima tahun ke depan untuk tahap awal ini.
Selain mengusung konsentrasi di industri game, Telkom juga mengumumkan inovasi teranyar untuk aplikasi video streaming Oona TV. Kini Oona TV tersedia ke dalam platform Max Stream dan Oona Indihome untuk menyasar pengguna Android TV.
Platform Oolean
Oolean menjadi platform one-stop-gaming-ecosystem, mulai dari menciptakan, mempublikasi judul-judul game, manajemen, hingga payment.
Joddy menjelaskan, Oolean sebagai user platform management, memiliki fitur user management system (user ID, password, single-sign on, social), gaming hub (news, cross promotion), analytics, dan game back end services (leaderboard, quest system, dan event management).
“Tentunya kehadiran platform ini untuk meningkatkan UX agar industri game bisa tumbuh. Ada banyak fitur di platform, dan siap ditambah. Ada open API dalam platform yang bisa langsung dipakai developer agar semakin mudah dalam menciptakan game.”
Sementara ini Oolean belum memiliki situs sendiri. Joddy mengatakan situs Oolean akan tersedia pada akhir tahun ini, setelah banyak judul game yang sudah diproduksi.
“Oolean ini inisiatif game yang membuat beberapa proyek. Lagipula, Oolean juga dijadikan brand untuk publishing karena ini bisnisnya B2B, jadi tidak langsung ke end user.”
Game yang berhasil dibuat para pengembang akan dipublikasi di GameQoo. Pada tahap awal ada 15 judul game lokal yang dapat dimainkan oleh konsumen dan 35 judul lainnya dari luar negeri.
GameQoo (dibaca: game-ku) adalah on-demand gaming platform yang merupakan rebranding dari nama sebelumnya, Emago. Emago lahir dari program inkubator Digital Amoeba yang digagas Telkom.
Dengan konsep cloud gaming, GameQoo membawa pengalaman bermain game tanpa konsol, bisa bermain di laptop atau layar televisi dengan kualitas full HD 60fps. Sepintas GameQoo mirip dengan konsep yang ditawarkan Google lewat Stadia.
Joddy tidak menampik fakta tersebut. GameQoo disebut memiliki kelebihan, karena bisa dimainkan konsol manapun. Tidak seperti Stadia yang butuh spesifikasi khusus.
“Untuk saat ini, tujuannya GameQoo buat main di rumah karena terhubung dari fixed broadband modem Indihome, sehingga ada kebutuhan orang ingin main game dengan nyaman. Ada kebutuhan latensinya harus rendah dan sebagainya, itu bisa kami sediakan.”
Untuk sementara, GameQoo dirilis secara terbatas untuk kalangan internal Telkom. Joddy memastikan pada akhir bulan ini sudah tersedia untuk publik.
Skema berlangganan bulanan yang diterapkan sebesar Rp50 ribu bagi pengguna Indihome. Jumlah game yang tersedia bakal terus ditambah, setidaknya tiga judul setiap bulannya.
Proyek game dengan Agate
Telkom juga tidak ingin luput dari pangsa pasar game yang belum terjamah dengan maksimal ini. Perseroan membuat sejumlah proyek untuk menggarap proyek judul game dari berbagai kategori, mulai dari hyper casual, casual, mid core, sampai hard core.
Game kasual yang sudah dirilis rata-rata mengandung unsur kearifan lokal, di antaranya Onet Asli, Botol Ngegas, dan Teka Teki Santai. Ketiganya sudah bisa diunduh lewat Google Play.
Kategori mid core game dijalani lewat proyek khusus bernama ATMA. Proyek ini masih sedang dikembangkan, mengambil tema pahlawan, mitos, legenda indonesia yang digabungkan dengan budaya kontemporer.
Hard core game pun juga sedang dalam proses pembuatan lewat proyek bernama Brightlands. Proyek ini dikerjakan oleh talenta lokal yang pernah bekerja di perusahaan pengembang game kelas dunia, seperti Bandai Namco, Ubisoft, Supercell, dan lainnya.
Game tersebut akan berbentuk konsol dan menjadi produk flagship karena bakal dipasarkan untuk pasar Amerika Serikat dan Eropa. Proses pengembangannya pun akan memakan waktu lama sampai tiga tahun, sekarang ini baru masuk bulan keenam.
“Kita cukup percaya diri untuk game konsol ini, prototipe-nya sudah di-showcase saat Game Developers Conference di Amerika sebulan lalu. Responsnya cukup bagus dan ada partner yang tertarik untuk kerja sama. Sekalian juga validasi pasar. Kami menawarkan visual yang sangat menarik dari alam-alam Indonesia dengan kualitas game internasional.”
Buat inkubator Indigo Game
Tidak berhenti di situ, Telkom berupaya meningkatkan kapabilitas talenta digital khusus game dengan meluncurkan program inkubator Indigo khusus game. Sebelumnya Indigo pernah membuat program untuk startup pengembang game, namun belum bisa berkembang dengan baik karena ketiadaan ekosistem.
Kali ini Telkom mempersiapkan Indigo Game dengan mentor, kurikulum khusus, dan pendanaan dengan nominal yang sama dengan program Indigo seperti biasa. Program juga akan berlangsung selama enam sampai sembilan bulan tiap batch-nya. Program ini akan dibuka pada Juni 2019, menyasar sekitar 10-15 startup untuk dilatih di Bandung Digital Valley.
“Diharapkan lulusan dari Indigo ini bisa ikut menyumbangkan game hyper/kasual yang bisa dipublikasi di GameQoo untuk perbanyak konten. Jadi strateginya ada game unggulan dan game kasual yang bertugas untuk menarik orang datang. Nah dari Indigo itu akan buat game untuk tarik orang.”
Joddy menjelaskan hubungan antara Telkom dan Agate yang kuat pada awal kemitraan ini, membuka kemungkinan untuk perseroan berinvestasi ke perusahaan asal Bandung tersebut. Namun untuk saat ini keduanya berusaha untuk memosisikan diri dengan kapabilitas masing-masing dan menggabungkannya.
Kemitraan dengan Agate ini tidak bersifat eksklusif. Artinya perseroan terbuka untuk bermitra dengan perusahaan pengembang game lainnya. Joddy menyebut perseroan masih fokus pada pengembangan ekosistem game yang perlu dibantu banyak pihak.
“Kebetulan ini baru mulai. Jadinya kita pilih dengan mitra yang skala bisnisnya sudah besar makanya kita mulai bersama Agate terlebih dahulu,” pungkasnya.