TaniFund, platform crowdfunding dan crowdlending yang membantu para petani untuk mendapatkan dana pinjaman untuk proyek budidaya pertanian, hingga saat ini telah menyalurkan dana lebih dari Rp75 miliar ke 2.100 petani dalam 83 proyek budidaya. TaniFund menargetkan penyaluran pinjaman hingga akhir 2019 bisa mencapai Rp100 miliar ke 5.000 petani. Saat ini TaniFund mengklaim telah memiliki jumlah lender yang cukup banyak berasal dari kalangan milenial.
Secara keseluruhan, jumlah petani yang bergabung di TaniFund saat ini sekitar 25 ribu dengan gudang dan cabang yang tersebar di lima kota, yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Ke depannya TaniFund juga sudah membuat sejumlah program untuk menjangkau petani di luar pulau Jawa.
Resmi hadir tahun 2017 lalu, TaniFund mengklaim hingga kini NPL tercatat cukup baik dan menjamin kepastian panen dari masing-masing petani di berbagai wilayah. TaniFund ini sudah resmi terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia juga menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Disinggung apakah TaniFund memiliki rencana untuk menambah kemitraan dengan startup fintech P2P lainnya setelah Modalku, CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan, pihaknya belum memiliki niat untuk menambah jumlah mitra startup terkait dan masih menjalankan kerja sama strategis dengan Modalku.
“Kami belum memiliki rencana untuk menambah kemitraan selain dengan Modalku yang diresmikan sejak tahun 2017 lalu. Melalui TaniFund kami ingin membantu petani mendapatkan tambahan modal sekaligus memberikan peluang investasi untuk masyarakat,” kata Ivan.
Bantu petani tingkatkan kualitas panen
Meskipun sudah memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap perekonomian Indonesia, banyak petani lokal belum dapat menikmati hasil yang adil atas jerih payah mereka. Sebagai negara agraris, tingkat kesejahteraan petani masih rendah karena berbagai permasalahan.
Untuk menyederhanakan rantai pasok, TaniHub hadir dengan teknologi yang diklaim mampu memotong proses tersebut dan meminimalisir jumlah ketergantungan pada middleman.
Sementara untuk memaksimalkan hasil panen dan kualitas dari produk petani, TaniFund lahir untuk menjawab kebutuhan petani untuk pendanaan usaha taninya.
“Kami menyadari bahwa kesejahteraan hidup petani hanya dapat ditingkatkan jika upaya perubahan dilakukan dari berbagai sisi dan tidak terbatas pada supply chain saja. Oleh karena itu, pada awal 2017, kami mendirikan TaniFund sebuah crowdfunding platform yang menyalurkan pendanaan dari lender kepada para borrower, dalam hal ini adalah petani,” kata Ivan.
Untuk memastikan hasil panen memiliki kualitas yang sempurna, di lapangan TaniFund menempatkan tim Field Specialist yang bertugas membimbing petani melalui aplikasi khusus untuk petani yang mudah diakses. Dengan bantuan teknologi tersebut, mitra petani TaniFund dapat lebih tertata dalam mengelola proyeknya.
Dalam proses kurasinya, tim Business Partner secara rutin merekap data mitra petani, memastikan petani tersebut memiliki sertifikasi tanah yang jelas dan bekerja dengan baik untuk bisa mengembalikan dana yang dipinjamkan lender kepada petani. Prosesnya pun cukup berlapis, mulai dari pengawasan, laporan secara real time lahan pertanian hingga edukasi kepada petani.
Salah satu petani yang sudah cukup lama menjadi mitra dari TaniFund adalah Egi Gunawan, petani milenial berusia 27 tahun yang kerap disapa dengan panggilan Kang Egi. Bersama kelompok taninya, Guna Tani, Kang Egi berhasil mengembangkan budidaya tomat TW dan cabai merah keriting lewat pembiayaan peer-to-peer lending (p2p) dari TaniFund.
“Setelah bergabung dengan TaniFund saya tidak dipusingkan lagi dengan fluktuasi harga dan bisa menjual produk hingga dengan mudah mengajukan pinjaman melalui TaniFund. Saat ini sudah dua kali proyek saya selesaikan di TaniFund,” kata Egi.