Survei MarkPlus memperlihatkan ShopeePay sebagai aplikasi uang elektronik yang paling populer di Indonesia selama pandemi. Survei yang digelar ini khusus menyoroti penggunaan dompet digital dalam tiga bulan terakhir dan diikuti oleh 502 responden yang mewakili kota-kota besar dengan penetrasi smartphone tertinggi di Indonesia.
Head of Hight Tech, Property & Consumer Goods Industry MarkPlus, Inc. Rhesa Dwi Prabowo menerangkan, latar belakang survei dibuat karena laporan dari Bank Indonesia yang mencatat kenaikan transaksi digital atau uang elektronik semenjak pemberlakuan PSBB mencapai 64,48% dan volume transaksi tumbuh 37,35% secara tahunan.
Industri ini dianggap memiliki potensi besar untuk tumbuh, terlebih dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggunakan sistem pembayaran non-tunai ketika berbelanja online selama pandemi. Selain mengurangi risiko penularan, transaksi non-tunai dianggap memiliki banyak keunggulan, seperti transaksi yang lebih efisien dan efektif.
“Kami melihat adanya kecenderungan peningkatan transaksi secara digital karena masyarakat lebih memilih memenuhi kebutuhannya secara online. Berangkat dari situ, kami ingin melihat merek mana yang memiliki pangsa pasar jumlah atau volume transaksi tertinggi dalam tiga bulan terakhir,” katanya saat konferensi pers secara virtual, Rabu (2/9).
Lebih jauh dipaparkan, ShopeePay unggul dengan pangsa pasar sebesar 26% dari total volume transaksi uang elektronik di Indonesia. Kemudian disusul Ovo (24%), Gopay (23%), Dana (19%), dan LinkAja (8%).
Lebih jauh diterangkan, ShopeePay menjadi pilihan responden sebagai aplikasi yang paling sering digunakan di masa pandemi dengan rata-rata penggunaan sebanyak 7 kali tiap bulan. Berikutnya, Dana (6,4 kali), Ovo (6,2 kali), Gopay (6,1 kali), dan LinkAja (5,7 kali).
Tingginya penetrasi dompet digital, beriringan dengan kepercayaan para pengguna saat bertransaksi. Hal ini tercermin dari nilai transaksi per bulan yang dialokasikan ke dalam merek-merek dompet digital tersebut. ShopeePay kembali menempati urutan pertama dengan total nominal transaksi per bulan sekitar Rp149 ribu, unggul dibandingkan LinkAja, Dana, dan Ovo di sekitar Rp134 ribu, dan Gopay sekitar Rp109 ribu.
Nilai transaksi tersebut menurut para responden digunakan untuk membayar beragam kebutuhan. Untuk ShopeePay, responden menjawab untuk belanja online (97%), mengisi pulsa (67%), dan membayar tagihan utilitas (47%).
Adapun untuk responden yang memilih Gopay, menjawab saldo digunakan untuk membayar ojek/taksi online (68%), mengisi pulsa (56%), dan membayar makanan di tempat makan fisik (52%). Sedangkan untuk Ovo, digunakan untuk mengisi pulsa (59%), belanja online (57%), dan membayar ojek/taksi online (49%).
Terkait persepsi responden mengenai e-wallet masa kini, juga didominasi dengan ShopeePay sebagai pilihan terbanyak untuk pertanyaan tentang pertumbuhan terpesat (33%), menawarkan promo paling banyak (38%), dan mempermudah urusan belanja online (53%). Terkecuali, pertanyaan tentang e-wallet yang paling terpercaya, responden terbanyak memilih Ovo dan Gopay (masing-masing 25%).
Pergeseran konsumsi ke digital
Dalam paparan tersebut, turut mengundang Ekonom Indef Bhima Yudhistira dan Ketua Bidang Ekonomi Digital idEA Bima Laga. Bhima menjelaskan banyak hal yang bisa disimpulkan dari temuan MarkPlus. Salah satunya adalah positioning mereka di masing-masing segmen.
Misalnya dari Gopay yang unggul di transportasi online dan Ovo yang unggul di pembelian pulsa. Sementara itu, keunggulan ShopeePay dalam masa pandemi ini menandakan adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Didukung pula oleh kelengkapan fitur yang disediakan oleh Shopee untuk bertransaksi di dalam aplikasinya.
“Beberapa hari lalu penambahan kasus positif tembus di angka 3 ribu. Ini menandakan akan semakin banyak orang untuk hijrah bergeser dari offline ke online. Di samping itu, kemudahan Shopee sebagai one stop service untuk belanja dan membayar utilitas menjadi yang dibutuhkan konsumen,” terangnya.
Secara industri, dampak positif dengan pesatnya transaksi lewat uang elektronik pada akhirnya akan membuat biaya transaksi turun karena semakin efisien. Hal lain yang turut berdampak adalah dari sisi kesehatan, orang tidak perlu keluar rumah untuk belanja dan membayar sesuatu.
“Sebelumnya aplikasi ini 50:50 untuk transaksi transportasi dan non-transportasi. Transportasi sekarang menurun karena PSBB, penghasilan driver pun menurun, tapi sekarang transaksi lari ke pembelian makanan, berdampak juga ke e-commerce. Berarti sekarang primadonanya bergeser.”
Sebelumnya, ShopeePay meresmikan kehadirannya di Indonesia pada 25 Agustus kemarin, meski secara entitas sudah berdiri sejak 2015. Dalam peresmian tersebut perusahaan sesumbar terkait pencapaiannya saat ini sebagai pemain nomor 1 dengan pertumbuhan terpesat.
Dalam beberapa bulan terakhir, pertumbuhan transaksi offline naik 6 kali lipat sejalan dengan ekspansi perusahaan merangkul pedagang online dan offline, serta terintegrasi dengan QRIS. Pencapaian lainnya, perusahaan mencatatkan kenaikan transaksi lebih dari 8 kali lipat di luar jabodatek untuk kurun waktu yang sama.
Fitur transfer antar pengguna (p2p) ShopeePay meningkat 5 kali lipat dan sebanyak 45% pesanan di Shopee Indonesia dibayar dengan menggunakan ShopeePay.