OJK melaporkan indeks literasi keuangan dan indeks inklusi keuangan di Indonesia mengalami kenaikan di tahun 2019. Kini nilainya mencapai 38,03% untuk indeks literasi keuangan, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 76,19%.
Inklusi keuangan maksudnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan jumlah pengguna jasa keuangan, sementara literasi berarti cara pengelolaan uang yang dimiliki. Keduanya saling berhubungan. Seseorang dengan literasi keuangan yang baik umumnya tahu cara memanfaatkan uang semaksimal mungkin.
Sementara itu, investasi adalah bentuk pengelolaan dana agar memberikan hasil yang maksimal. Ia termasuk bagian dari literasi keuangan. Berkat perkembangan teknologi digital yang pesat di industri finansial, beragam inovasi diciptakan agar semakin mempermudah orang untuk mulai berinvestasi. Implementasi digital berperan dalam mempercepat proses literasi dan inklusi keuangan.
Selama lima tahun terakhir, inovasi aplikasi investasi online semakin kencang bertebaran. Untuk melihat lebih jauh awareness orang Indonesia terhadap aplikasi investasi termasuk saat pandemi, DailySocial melakukan survei bersama Populix.
Survei dilaksanakan pada akhir Juni terhadap 209 responden, yang terdiri dari 131 laki-laki dan 78 perempuan. Domisilinya tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, dan sejumlah kota lainnya. Seluruh responden ini kompak menjawab bahwa mereka semua telah memanfaatkan platform atau aplikasi digital untuk berinvestasi.
Dijabarkan lebih jauh, pilihan tertinggi untuk jenis investasi yang mereka pilih adalah reksa dana (67%) dan emas (62,7%). Persentase antara responden laki-laki dan perempuan yang memilih kedua jenis investasi ini tidak terpaut jauh.
Jenis investasi lainnya yang dipilih responden secara berurutan adalah saham (44,5%), P2P lending (16,3%), dan obligasi (11,5%). Mengenai pertimbangan memilih jenis investasi tersebut, responden kompak menjawab bahwa ini sudah sesuai dengan profil risiko (48,8%), baru belajar (24,4%), rekomendasi teman (10,4%), dan paling familiar (8,1%).
Aplikasi investasi terpopuler
Kami turut menanyakan aplikasi apa yang digunakan untuk permudah responden dalam berinvestasi. Satu per satu jenis investasi kami tanyakan untuk melihat bagaimana antusiasme responden.
Untuk investasi emas, pilihan tertinggi responden jatuh kepada Tokopedia Emas (43,5%). Berikutnya adalah Pegadaian (14,5%), BukaEmas milik Bukalapak (12,2%), dan Bareksa dan Tamasia (5,3%). Sementara untuk investasi reksa dana, pilihan terbanyak responden adalah Bibit (32,9%), Ajaib (26,4%), Tokopedia (19,3%), BukaReksa (11,4%), dan Xdana (3,6%).
Aplikasi p2p lending yang banyak dipilih responden adalah KoinWorks (44,1%), Akseleran (14,7%), Amartha dan Asetku (11,8%). Sementara untuk platform equity crowdfunding, pilihan responden tertinggi adalah Santara (50%) dan Crowddana (35,7%).
Untuk aplikasi investasi saham, pilihan tertinggi jatuh pada Stockbit (30,1%) dan MOST Mobile Mandiri (22,6%). Berikutnya aplikasi investasi properti yang mendapat pilihan tertinggi adalah PropertiLord (40,9%) dan LandX (27,3%).
Terakhir, untuk aplikasi pembelian obligasi yang dirilis pemerintah, seperti rangkaian seri ORI dan SBR, responden memilih membeli dari aplikasi mitra bank (54,2%) dan aplikasi mitra fintech (45,8%).
Profil pengguna
Pertanyaan berikutnya ke responden adalah pertimbangan saat memilih platform untuk berinvestasi. Jawaban tertingginya adalah sudah terdaftar di OJK (86,6%), banyak fitur yang memudahkan (57,9%), dan tampilan simpel / mudah (49,8%).
Responden mengaku aplikasi ini sudah dipakai antara 3-12 bulan (43,1%), antara 1-3 bulan (26,8%), dan lebih dari 12 bulan (23,9%).
Terkait kebiasaan berinvestasi, responden mengaku bahwa mereka mengalokasikan 1%-10% dari pendapatannya untuk berinvestasi (43,5%), 10%-20% dari pendapatan (35,9%), dan tergantung dari sisa dana di rekening (11%).
Mayoritas responden mengatakan bahwa mereka paham tiap investasi yang diambil sudah disesuaikan dengan tujuannya (63,6%). Meskipun demikian, ada juga yang mengatakan belum tahu tujuan karena masih coba-coba (36,4%). Tujuan investasi lain dari responden adalah untuk membeli rumah (36,8%) dan biaya pendidikan anak (19,5%).
Dalam mendapatkan informasi seputar investasi, responden mengaku mengandalkan sumber yang didapat dari media sosial (52,2%), aplikasi rekomendasi investasi (19,6%), dan kanal berita online (11%).
Kami turut menanyakan rekomendasi jenis investasi dari responden kepada investor yang baru terjun ke dunia investasi. Jawaban terbanyak adalah emas (43,5%) dan reksa dana (33,5%). Alasan mereka adalah jenis ini punya nominal dan risiko rendah (59,3%) dan punya imbal hasil menarik (19,1%).
Pengaruh pandemi
Pandemi yang berlangsung sejak Maret turut menjadi poin yang kami telaah lebih lanjut, apakah ada perubahan cara berinvestasi. Untuk itu kami menanyakan apakah responden melakukan rebalancing investasi.
Persentase perbandingan jawaban yang diberikan cukup tipis, antara mengurangi investasi (36,8%) dan meningkatkan investasi (34%). Alasan mereka rebalancing adalah risiko yang lebih aman sesuai kondisi terkini (40,8%), harga (saham) yang sedang murah (32,4%), dan prospek cerah di masa depan (19,7%).
Untuk mereka yang meningkatkan investasi, persentase dana yang disiapkan naik antara 1%-5% (46,5%), antara 5%-10% (32,4%), dan di atas 10% (21,1%). Jenis investasi yang ingin mereka tingkatkan adalah emas (33,8%), saham (31%), dan reksa dana (28,2%).
Untuk yang mengurangi investasi, persentase dana yang siap dialihkan antara 1%-5% (42,9%), antara 5%-10% (37,7%), dan di atas 10% (19,5%).
–
Disclosure: Artikel ini didukung oleh platform market research Populix.