Rocket League Championship Series Season 7 Dibuka dengan Hadiah $1 Juta Lebih

Meski hadiah bertambah tiap tahun, sebagian tim justru pesimis akan masa depan esports Rocket League

Tahun 2018 merupakan tahun yang sangat baik bagi Rocket League, dengan kesuksesan Rocket League Championship Series (RLCS) Season 6 yang dimenangkan oleh tim Cloud9 dari Amerika Serikat. Di tahun 2019 ini, Psyonix selaku penerbit Rocket League semakin gencar mengembangkan game “sepak bola mobil” tersebut ke audiens yang lebih luas. Ini dapat dilihat dari persiapan mereka dalam RLCS Season 7.

Bila sebelumnya RLCS hanya digelar di tiga wilayah (Eropa, Amerika Utara, dan Oseania), kini RLCS Season 7 hadir dengan menambahkan satu wilayah kompetisi baru, yaitu Amerika Selatan. Psyonix juga telah menerapkan fitur Full Cross-Platform Play, sehingga para pemain PS4, PC (Steam), Xbox One, serta Switch dapat bermain bersama secara online. Komunitas Rocket League di seluruh dunia kini semakin menyatu dan dapat saling beradu kemampuan dengan lebih mudah.

RLCS Season 6 sudah memberikan hadiah senilai US$1 juta, tetapi di Season 7 ini hadiah yang ditawarkan akan lebih dari US$1 juta. Sayangnya jumlah pastinya belum diumumkan. Sesuai dengan semangan cross-platform, Psyonix mengizinkan pemain untuk bertanding menggunakan platform apa pun yang ia inginkan. Saat ini pendaftaran tim untuk RLCS Season 7 sudah dibuka. Sementara babak kualifikasinya akan dimulai antara bulan Maret hingga April 2019, tergantung dari wilayah kompetisinya.

Anehnya, meski hadiah yang ditawarkan dalam kompetisi Rocket League selalu meningkat setiap tahun, ada beberapa tim yang justru merasa pesimis dengan masa depan dunia esports milik game yang satu ini. Tim Envy dan Counter-Logic Gaming telah melepaskan divisi Rocket League mereka di pertengahan 2018 lalu. Meski ada tim-tim besar yang masuk, seperti G2 Esports dan Cloud9, sebagian tim lainnya justru khawatir masa depan esports Rocket League kurang sustainable.

Remkoe (kiri) saat bermain untuk tim We Dem Girlz | Sumber: Psyonix

Salah satu alasan yang banyak dicatut adalah tentang kurangnya usaha Psyonix untuk mempromosikan esports itu sendiri, serta kurangnya transparansi mereka akan segala keputusan penting. “Psyonix sangat hati-hati dalam membuka informasi ke organisasi (esports) tanpa adanya jalinan kontrak, yang mana itu dapat dipahami, tapi mereka menghabiskan waktu terlalu lama untuk ‘menyelesaikan kontrak’ itu,” kata Remkoe (Remco den Boer), mantan pemain Team Envy, kepada Esports Observer.

Pihak Psyonix sendiri masih mengusahakan adanya sistem revenue sharing, yang nantinya dapat membantu tim-tim profesional untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak dari ekosistem esports Rocket League. Pada bulan November lalu misalnya, mereka mengumumkan proyek in-game item bertema tim esports.

Psyonix sering bekerja sama dengan pihak ketiga untuk DLC | Sumber: Psyonix

Namun tidak seperti game lain, misalnya Rainbow Six: Siege, yang langsung meluncurkan partnership besar-besaran, Psyonix terlihat masih ragu dan ingin melakukan uji coba secara terbatas dahulu. Dalam situs resminya, Psyonix berkata bahwa mereka ingin ada keseimbangan antara revenue yang dihasilkan dengan value dari in-game item itu sendiri, dan sekadar “menjual team decal sebagai DLC” saja tidak akan memberi hasil memuaskan untuk jangka panjang.

Pemikiran seperti itu memang masuk akal, tapi mungkin sudah waktunya Psyonix mengambil langkah yang lebih berani untuk memberi dorongan jangka pendek. Lagi pula, bila tidak ada proyek jangka pendek sama sekali, bisa saja esports Rocket League justru mati sebelum mencapai “jangka panjang” yang mereka inginkan. Kita tunggu saja apakah akan ada gebrakan baru dari Psyonix di tahun 2019 ini.

Sumber: Psyonix, Esports Observer