Portal asuransi online CekPremi membeberkan sejumlah rencana agresif pada tahun ini demi meningkatkan eksistensinya sebagai pemain fintech asuransi di Tanah Air. Beberapa rencana di antaranya menambah rekanan produk dan layanan baru, serta meluncurkan aplikasi khusus pengajuan klaim asuransi.
Untuk melancarkan seluruh strategi tersebut, perusahaan berencana untuk mencari dana segar dari investor. Aksi ini merupakan perdana dilakukan CekPremi sejak pertama kali diluncurkan pada September 2014, selama ini perusahaan menggunakan dana dari kantung sendiri untuk operasionalnya.
“Kondisi kami terkini masih memiliki dana yang cukup untuk terus ekspansi. Namun untuk mencapai pertumbuhan yang lebih agresif, tentu saja butuh tambahan funding. Kami masih memproses dengan bertemu calon investor potensial,” terang Business Development Manager CekPremi Ivan Sunandar kepada DailySocial, Senin (15/5).
Saat ini CekPremi sudah bermitra dengan lebih dari 20 perusahaan asuransi umum di Indonesia. Adapun jumlah nasabah aktif yang sudah dihimpun CekPremi sekitar 12 ribu hingga 15 ribu orang, dengan total premi sekitar Rp46 miliar. Lokasi nasabah saat ini masih terpusat di Pulau Jawa, namun telah menyebar ke Papua, Medan, Kalimantan, dan Bali.
Beberapa perusahaan asuransi yang sudah menjadi rekanan CekPremi diantaranya, Asuransi MAG, Jasindo, Adira Insurance, Bess Central Insurance, dan lainnya. Adapun produk asuransi yang paling diminati adalah asuransi kesehatan dan mobil.
“Asuransi kesehatan dan mobil jadi produk yang paling laku, faktornya dikarenakan awareness masyarakat terhadap asuransi mulai meningkat sebagai sesuatu yang diperlukan. Kehadiran BPJS juga menjadi pemicu kesadaran masyarakat.”
Siap tunduk aturan OJK
Seperti diketahui, OJK saat ini tengah mewacanakan rencana untuk mengatur pemasaran asuransi secara digital. Pengaturan akan dilakukan secara bertahap, langkah awal akan diatur soal pemasaran asuransi lewat situs masing-masing asuransi berbentuk surat edaran. Berikutnya, regulator akan mengatur soal pemasaran produk asuransi lewat lembaga lain yang bertindak sebagai agregator.
Terkait hal ini, Ivan mengatakan bahwa pihaknya siap untuk tunduk dengan aturan tersebut meski saat ini belum ada aturan yang mengatur mekanisme asuransi online di Indonesia.
Secara model bisnis, pihaknya menolak disebut sebagai agregator, broker, ataupun agen asuransi. Sebab ketiganya memiliki kelemahan masing-masing.
Untuk agregator, perusahaan memiliki keterbatasan tidak bisa melayani nasabah untuk pemrosesan klaim. Kalau broker, kebanyakan segmen broker adalah nasabah institusi, biasa menangani asuransi dengan risiko yang besar. Hal ini berbeda dengan fokus CekPremi yang fokus menyasar nasabah ritel.
Sementara agen memiliki keterbatasan dalam melayani nasabah. Berdasarkan aturan yang berlaku, seorang agen tidak bisa merepresentasikan diri sebagai agen dari berbagai perusahaan asuransi.
“Sedangkan ranah model bisnis kami adalah di antara broker dan agen. Kami ini end-to-end service, juga bukan disebut agregator karena kami memiliki petugas yang melayani setiap klaim yang diajukan nasabah. Kami juga punya tim bengkel khusus untuk menangani asuransi mobil dan pelayanan klaimnya,” pungkas Ivan.