Penyair Prancis Victor Hugo pernah berkata, “Orang bijak adalah dia yang tahu kapan dan bagaimana untuk berhenti.” Kutipan tersebut berlaku untuk banyak pemimpin di dunia bisnis yang memutuskan untuk meninggalkan perusahaan mereka saat sedang berada di puncak—Aldi Haryopratomo adalah salah satunya. Dia mengundurkan diri dari posisi CEO-nya di GoPay, divisi fintech Gojek, pada Januari 2021, setelah memimpin selama lebih dari tiga tahun.
Alasan kepergiannya terdengar sederhana. “Kami [di GoPay] telah mengubah industri keuangan, dan saya pikir ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk bergerak dan membuat perubahan di sektor lain,” ujarnya kepada KrASIA.
Sebelum GoPay, Aldi pernah mendirikan aplikasi fintech bernama Mapan pada tahun 2009. Platform ini memungkinkan pembayaran online terjadi di berbagai lokasi fisik di Indonesia tetapi daya tariknya semakin meningkat ketika mulai menawarkan fitur social commerce yang disebut Mapan Arisan pada tahun 2015. Fitur ini pada dasarnya adalah sebuah arisan digital—bentuk informal dari simpan pinjam bergilir yang umum di Indonesia, terutama di kalangan perempuan.
Startup ini diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2017, bersama dengan dua startup fintech lainnya—gerbang pembayaran Kartuku dan Midtrans—untuk membentuk GoPay. Mapan masih beroperasi sebagai aplikasi terpisah dan saat ini memiliki 3 juta pengguna, sebut Aldi.
Aldi kini tengah menikmati waktu cuti bersama istri dan ketiga anaknya. “Memimpin perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tinggi bisa sangat melelahkan, dan sebagai manusia, saya perlu istirahat. Jadi saya mengambil cuti sebelum memulai usaha baru,” ujar sang mantan CEO.
Namun, istirahat tidak berarti hanya bermalas-malasan dan tidak melakukan apa-apa di rumah. Sebagai orang yang sangat percaya pada hukum bimbingan dan timbal balik, Aldi sekarang membantu pengusaha lain mengembangkan bisnis mereka. Tak lama setelah meninggalkan GoPay, ia diangkat menjadi komisaris di startup akuakultur e-Fishery. Dia juga bergabung dengan dewan penasihat di perusahaan teknologi kesehatan Halodoc pada bulan Maret. Belum lama ini, Aldi berinvestasi dalam putaran pendanaan Seri A BukuWarung senilai USD 60 juta.
“Saya tidak akan bisa berada di sini tanpa orang-orang baik yang telah membantu saya, jadi saya ingin mereplikasi ini kepada pengusaha lain yang ingin memecahkan masalah yang tepat,” katanya.
KrASIA baru-baru ini berbincang dengan Aldi tentang perjalanan dan kehidupannya berwirausaha setelah mengundurkan diri dari GoPay.
KrASIA (Kr): Bagaimana awal mula ketertarikan Anda dalam dunia fintech? Seperti apa proses menemukan ide membangun Mapan di tahun 2009, ketika fintech masih belum eksis di Indonesia?
Aldi Haryopratomo (AH): Mapan adalah perusahaan pertama yang saya dirikan, tetapi karir fintech saya dimulai ketika bergabung dengan Kiva pada tahun 2006. Kiva adalah platform pinjaman peer-to-peer yang memberikan pinjaman kepada bank keuangan mikro di seluruh dunia. Di Kiva, saya berperan dalam menemukan bank keuangan mikro di Asia Tenggara, jadi saya menghabiskan banyak waktu di daerah pedesaan di Indonesia, Vietnam, dan Kamboja. Kursus kilat saya di industri fintech terjadi kala melakukan due diligence di lebih dari 1.000 bank untuk Kiva.
Setelah Kiva, saya sempat bekerja di Boston Consulting Group, dimana saya mengunjungi banyak daerah pedesaan di penjuru India dan Pakistan. Saya sangat tertantang untuk bisa menyelesaikan lebih banyak masalah di desa, dan merasa pinjaman saja tidak cukup, jadi saya memutuskan untuk membangun Mapan untuk terus bekerja dengan para tokoh masyarakat di desa-desa di Indonesia, mempromosikan arisan versi digital, yang juga adalah sebuah bentuk keuangan mikro.
Kr: Seperti apa cerita dibalik akuisisi Gojek atas Mapan di tahun 2018?
AH: Saya dan Nadiem Makarim [co-founder Gojek] sama-sama kuliah di Harvard Business School, dia menjalani magang di Mapan pada musim panas 2010. Nadiem sangat pandai menjual, jadi dia membantu saya menyelesaikan putaran pendanaan. Saya rasa dia mendapat ide untuk Gojek sekitar waktu itu. Kami mendirikan perusahaan masing-masing tepat setelah lulus. Kami bahkan menyewa rumah dan mengubahnya menjadi kantor bersama. Menjadi pendiri startup saat itu adalah perjalanan penuh kesepian, kami kerap berkumpul untuk berbagi rasa frustrasi setiap minggunya.
Pada November 2016, salah satu pemimpin komunitas di Mapan meminta bantuan saya karena membutuhkan penghasilan tambahan. Saya berbicara dengan Nadiem, ia pun membantu menjadikannya pengemudi Gojek. Dari situ kami berkata, “Hei, bagaimana kalau kita membuat pilot project di mana para pemimpin perempuan Mapan dapat merekrut suaminya ke Gojek.” Kami melakukan proyek pertama di Yogyakarta, dan kami melihat bagaimana keluarga yang kami rekrut dapat meningkatkan pendapatan mereka.
Nadiem sangat bersemangat karena dia selalu memiliki visi besar untuk memiliki satu aplikasi untuk semua. Fintech merupakan bagian penting dari visi itu, dan dia cukup rendah hati untuk memahami bahwa dia tidak memiliki pengalaman untuk melakukannya sendiri. Mapan sudah mendapatkan lisensi P2P lending saat itu, jadi kami putuskan untuk menggabungkan keduanya.
Kr: Penyesuaian apa saya yang harus Anda lakukan selama transisi Mapan ke Gojek, sebuah divisi dengan ekosistem Gojek yang sudah memiliki jutaan pengemudi, merchant dan pengguna?
AH: Penyesuaian terbesar adalah mengintegrasikan ketiga startup, karena masing-masing perusahaan dibangun oleh pendiri yang berbeda dan memiliki kemampuan yang berbeda. Mereka juga memiliki budaya yang berbeda. Beruntung bagi kami, kami semua memiliki tim luar biasa yang sangat rendah hati dan mau belajar satu sama lain.
Perbedaan besar lainnya adalah skala dan kecepatan. Saat Anda mencoba mengubah industri dan memiliki persaingan yang ketat, Anda harus bergerak sangat cepat. Saat kami memulai GoPay, hanya ada beberapa ribu transaksi di luar layanan transportasi dan pesan-antar makanan Gojek. Kami harus mencari cara untuk menumbuhkan transaksi tersebut dengan cepat, yang berarti membuat pertaruhan dan keputusan besar, beberapa di antaranya tidak sepenuhnya kami yakini saat itu.
Kr: Apa milestone yang paling berkesan selama menjadi bagian dari GoPay?
AH: Ada tiga momen: Ketika kami memulai pada tahun 2018, kami menyadari bahwa UKM tidak dapat dengan mudah mengadopsi pembayaran digital karena mahalnya biaya mesin Electronic Data Capture. Oleh karena itu, kami percaya bahwa kontribusi kode QR sangat penting. Sementara kompetisi kami berfokus pada perangkat dan nomor telepon, kami sudah mulai beralih ke kode QR. Itu adalah hal pertama yang kami lakukan. Selama enam bulan selanjutnya, kami meningkatkan transaksi QR sebesar 1.000x dan mencapai satu juta transaksi dalam sehari pada Desember 2018.
Momen kedua adalah ketika saya bertemu dengan banyak merchant yang mengatakan bahwa Gojek dan GoPay membawa perubahan nyata dalam hidup mereka; mereka bisa membeli rumah, menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi, dan pergi haji ke Mekah. Hal itu sangat berharga bagi kami.
Lalu, setiap kali kami menutup putaran pendanaan dengan raksasa teknologi global, hal itu akan selalu berkesan, karena validasi dari investor global ini sangat penting bagi kami.
Kr: Anda bergabung dengan e-Fishery dan Halodoc setelah meninggalkan GoPay. Apa alasan dibalik keputusan ini?
AH: Saya bertemu Gibran [Huzaifah, CEO e-Fishery] lima tahun lalu ketika kami berpartisipasi di Forum Ekonomi Dunia sebagai pemimpin muda global dan pembangun muda global. Dia menghampiri saya dan mengatakan bahwa ingin membantu petani ikan di daerah pedesaan dengan membangun sistem pemberi pakan pintar yang dapat mendeteksi ikan saat lapar sehingga peternak ikan dapat memberi makan dengan lebih efisien. Saya terkesan karena itu adalah masalah yang sangat unik dan tidak banyak orang yang cukup peduli. Setiap bulan, kami berbicara tentang startupnya, dan GoVentures akhirnya berinvestasi di e-Fishery, sehingga persatuan kami menjadi lebih formal. Ketika saya meninggalkan GoPay, Gibran dan saya ingin bekerja lebih erat. Saat ini saya membantunya dengan strategi bisnis dan skalabilitas, serta strategi penggalangan dana.
Sementara itu, kilas balik Jonathan Sudharta [CEO Halodoc] dan saya—kami bertemu di sekolah menengah. Kami banyak berdiskusi tentang Halodoc dan misinya untuk membuat layanan kesehatan yang dapat diakses oleh semua orang. Saya juga memiliki minat dalam teknologi kesehatan. Di sekolah bisnis, saya membuat tiga rencana bisnis untuk sebuah kompetisi: startup teknologi kesehatan yang menghubungkan dokter dengan masyarakat pedesaan, perusahaan pembangkit listrik tenaga air, dan Mapan, yang memenangkan kompetisi. Gojek juga berinvestasi di Halodoc, jadi saya sudah bekerja dengan tim Halodoc untuk sementara waktu dan melihat bagaimana perusahaan itu dapat tumbuh dan mengumpulkan semua apotek berikut ribuan dokter ke dalam satu platform. Saya senang bisa menjadi bagian dari pertumbuhan ini.
Kr: Belum lama ini Anda juga berinvestasi di BukuWarung. Apakah ini kali pertama? Sepenting itukah bekerja dengan pengusaha lain?
AH: Saya sudah berinvestasi di sepuluh startup, termasuk BukuWarung, Crewdable, Green Spot, dan Beehive Drones. Sebagai seorang wirausahawan, pengalaman dan pelajaran Anda bisa terbatas pada perusahaan yang Anda bangun. Namun, dengan menjadi mentor bagi perusahaan lain, Anda dapat melihat apakah pengalaman dan pengetahuan industri Anda dapat bekerja di sektor lain. Saya merekomendasikan agar setiap pengusaha menjadi mentor karena ada lebih banyak pelajaran sebagai mentor daripada mentee. Misalnya, Gibran mengajari saya banyak tentang budidaya ikan, dan saya belajar tentang kesehatan dari Jonathan.
Saya percaya dengan karma yang baik, dan investasi angel adalah tentang memberi kembali. Bagian tersulit dari startup tahap awal adalah menemukan pendukung awal yang percaya pada misi Anda. Investor pertama Mapan adalah Muhammad Yunus dari Grameen Bank. Sungguh menakjubkan bahwa seseorang seperti Yunus percaya pada seseorang seperti saya, dan saya pun ingin melakukan hal yang sama untuk pengusaha lain.
Kr: Lalu, apa yang akan menjadi langkah selanjutnya? Apa yang ingin Anda lakukan ke depannya?
AH: Hal terpenting tentang cuti panjang adalah benar-benar cuti panjang. Saat ini, saya mempelajari banyak hal berbeda: bagaimana menjadi ayah yang lebih baik, mentor yang lebih baik, dan investor yang lebih baik. Saya berharap dengan mempelajari banyak hal berbeda, saya dapat menemukan masalah dalam industri yang membutuhkan bantuan saya. Saya berjiwa wirausaha dan suka membangun perusahaan dan mengembangkan tim, jadi saya akan terus melakukan yang terbaik dalam hal itu.
–
Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial