Masih rendahnya minat investor hingga kualitas talenta pengembang game lokal saat ini, menjadi sorotan dari Asosiasi Game Indonesia (AGI). Dalam acara konferensi pers Bekraf Game Prime 2018, Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Narenda Wicaksono mengungkapkan, kegiatan ini bisa dijadikan kesempatan bagi pengembang lokal untuk mempromosikan sekaligus memperluas networking dengan pihak terkait.
“Lakukan juga uji coba game yang saat ini sedang dikembangkan kepada publik. Dengan demikian feedback langsung dari target pengguna bisa didapatkan. Selain itu siapkan elevator pitch saat bertemu dengan investor yang hadir di acara tersebut,” kata Narenda.
Tahun ini Bekraf bersama AGI dan Idea Network memiliki misi untuk mempromosikan karya pengembang lokal, bukan hanya di tanah air namun juga secara global. Dengan demikian diharapkan bisa memancing lebih banyak lagi minat dari generasi muda untuk menjadi pengembang game.
“Jika kita lihat tahun ini eSport mulai banyak digemari oleh pecinta mobile game di Indonesia. Selain memberikan kesempatan untuk melihat langsung karya pengembang lokal, pengunjung juga bsa bertemu langsung dengan pengembang game asing,” kata CEO Idea Network Ricky Setiawan.
Nantinya sekitar 70-80 booth akan diisi oleh pengembang game lokal untuk mempromosikan karya game mereka. Mulai dari mobile game, console hingga PC Game, Semua bisa ditemui saat acara Bekraf Game Prime, yang bakal digelar pada tanggal 13-15 Juli 2018. Serupa dengan tahun sebelumnya, kegiatan ini akan dibagi menjadi dua konsep, yaitu untuk kalangan B2B dan B2C.
Peranan AGI untuk pengembang game lokal
Sebagai asosiasi yang fokus kepada pertumbuhan pengembang game lokal, AGI kerap memberikan dukungan keada pengembang lokal yang kebanyakan adalah entitas, untuk bisa mempromosikan karyanya secara global. Tercatat saat ini Indonesia menduduki peringkat 20 sebagai negara pengembang game yang memiliki potensi cerah.
“Memang tidak mudah untuk mengembangkan game yang sukses dan disukai pengguna. Sedikitnya dibutuhkan waktu sektar tiga tahun, hingga game tersebut berhasil seperti yang telah dilakukan oleh Agate dan pengembang game Tahu Bulat,” kata Narenda.
Meskipun AGI tidak menuntut semua pengembang game untuk masuk kedalam asosiasi, namun dengan bergabungnya mereka yang kebanyakan dari kalangan individu atau kurang dari 3 orang, bisa mendapatkan kesempatan untuk memperluas jaringan hingga meningkatkan kualitas talenta. Dengan demikan, produk yang baik dan tepat sasaran bisa diciptakan.
AGI sendiri bersama dengan Bekraf saat ini tengah menyiapkan platform untuk pengembang lokal mendapatkan pelatihan hingga kesempatan untuk mengembangkan produk game.
“Tentunya tidak ada formula yang efektif untuk game yang ideal dan berpotensi untuk laku di pasaran. Semua mengikuti tren dan tentunya tergantung dari kualitas game itu sendiri,” kata Narenda.