Developer Game Indonesia: Haruskah Targetkan Gamers Lokal?

Penting bagi developers untuk menentukan target audiens dari game yang mereka buat

Pada 2022, total pemasukan industri game diperkirakan akan mencapai US$197 miliar. Sama seperti pemasukan industri game yang cenderung naik dari tahun ke tahun, jumlah game yang dirilis setiap tahun juga menunjukkan tren naik.

Menurut Statista, jumlah game yang dirilis di Steam pada 2021 mencapai 10,4 ribu unit game, naik dari 9,6 ribu pada 2020. Mengingat besarnya pasar game, penting bagi developer game lokal untuk menentukan target pasar mereka, termasuk memilih platform untuk game yang mereka buat. Masalah menentukan target audiens ini menjadi salah satu topik yang dibahas dalam Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) 2022.

Bagaimana Cara Dapat Publisher?

Sekarang, developer game memang bisa merilis game mereka sendiri tanpa bantuan publisher. Meskipun begitu, publisher tetap punya peran penting dalam memasarkan game buatan developer.

Andika Pradana, Co-founder MassHive Media, developer dari Potion Permit, mengatakan, ada banyak keuntungan yang developer dapat dari kerja sama dengan publisher. Salah satunya, publisher bisa membantu developer untuk menjual game mereka di kawasan atau negara tertentu.

Setiap negara biasanya memiliki peraturan tersendiri terkait game. Misalnya, di Tiongkok, pemerintah menetapkan peraturan ketat untuk menyaring game sebelum ia bisa dirilis di negara tersebut. Manfaat lain yang developer dapat dari bekerja sama dengan publisher adalah publisher bisa melakukan kegiatan marketing secara efektif. Pasalnya, memasarkan game buatan developer memang tugas utama publisher.

Potion Permit dari MassHive Media. | Sumber: Steam

Riris Marpaung, CEO GameChanger Studio, kreator dari My Lovely Daughter dan My Lovely Wife menceritakan bagaimana Neon Doctrine -- publisher dari dua game buatan GameChanger -- membantu mereka untuk memasarkan game yang mereka buat. Dia mengungkap, salah satu cara yang Neon Doctrine lakukan adalah mengajak GameChanger untuk ikut serta dalam berbagai acara game lokal di suatu negara atau kawasan.

"Mengikuti event itu adalah cara efektif untuk mempromosikan game Anda," kata Riris di IGDX. "Pastikan Anda sudah memiliki demo dari game yang Anda buat. Dengan begitu, para pengunjung event akan bisa memasukkan game Anda ke daftar wishlist." Dia menambahkan, dengan mengikuti game event ini, dalam sehari, GameChanger bisa mendapatkan tiga sampai enam ribu orang yang memasukkan game mereka ke dalam wishlist.

My Lovely Wife buatan GameChanger. | Sumber: Steam

Bagi developer yang hendak melakukan pitching pada publisher, Riris menyarankan untuk menyiapkan pitch deck dengan lengkap. "Pastikan pitch deck Anda sudah memiliki informasi yang memadai, seperti scope dari game yang Anda buat, platform untuk game Anda, harga game, dan timeline," katanya. "Dan satu hal penting lainnya, biasanya, publisher akan bertanya pada Anda, berapa banyak dana yang Anda butuhkan."

Pentingnya Menentukan Target Pasar

Bagi developer, menentukan target audiens tidak kalah penting dari mencari publisher sebagai rekan. Dominikus Damas Putranto, Director, Rolling Glory Jam, co-creator dari What Comes After menceritakan pengalamannya. Dia menyebutkan, sejak awal, What Comes After memang didesain sebagai game dengan durasi pendek yang menyasar audience niche, yaitu para pengikut Mohammad Fahmi -- penulis dari Coffee Talk dan What Comes After -- di Twitter. Karena itu, pada awalnya, Rolling Glory Jam memutuskan untuk tidak bekerja sama dengan publisher.

"Kita mulai melakukan eksperimen pada 2020. Kami ingin membuat game singkat dengan tema heart warming di era pandemi," kata Damas. "Kami ingin menjadi game narasi pendek yang orang-orang akan tertarik coba setelah memainkan game serupa, seperti Coffee Talk."

What Comes After. | Sumber: Steam

Ketika ditanya tentang bagaimana MassHive menentukan target audiens untuk Potion Permit, Andika mengungkap, sejak awal, mereka memang ingin membuat game bertema slice of life, layaknya Harvest Moon atau Stardew Valley. Alasannya, karena dari tahun ke tahun, selalu ada game baru bertema life simulation yang dirilis. Hal ini menjadi bukti, genre life simulation memang punya pasar tersendiri.

Hanya saja, melalui Potion Permit, MassHive juga ingin menjangkau audiens yang lebih luas. Untuk itu, Andika bercerita, MassHive mencoba untuk mengamati game-game yang akan menjadi "pesaing" dari Potion Permit, baik yang sudah dirilis ataupun yang akan diluncurkan di masa depan.

"Saya masuk ke berbagai forum, untuk mencari tahu elemen apa yang masih kurang dari game pesaing," ujar Andika. "Setelah itu, kami mencoba untuk mengetahui apa yang para pemain inginkan dan bagaimana kami akan bisa menargetkan audiens tersebut."

Game farming sim memang diminati oleh sebagian gamers. | Sumber: The Gamer

Berbeda dengan MassHive dan Rolling Glory Jam, game terbaru dari GameChanger Studio, My Lovely Wife, merupakan sekuel dari game mereka sebelumnya, My Lovely Daughter. Riris mengatakan, salah satu keuntungan yang mereka dapat dari membuat game sekuel adalah mereka sudah memiliki player base yang baik. Namun, masalah baru muncul: mereka harus bisa memasukkan elemen baru dalam game agar ia terasa fresh. Harapannya, pemain tidak akan bosan dan tetap ingin memainkan My Lovely Wife.

"Saya mendengarkan kritik dan saran dari para pemain My Lovely Daughter. Salah satunya, mekanisme game itu terlalu repetitif," kata Riris. "Karena itu, kami membuat My Lovely Wife memiliki ending yang lebih beragam." Keputusan Riris dan GameChanger untuk mendengarkan masukan dari para pemain berbuah manis. My Lovely Wife mendapatkan tanggapan yang baik dari para gamers.

Haruskah Developer Targetkan Gamers Indonesia?

Indonesia memang memiliki jumlah gamers paling banyak di Asia Tenggara. Meskipun begitu, tidak semua game developer Indonesia akan menjadikan gamers lokal sebagai target utama. Terkait hal ini, Andika mengatakan, sejak awal, MassHive memang ingin mengincar fans game life simulation. Dan gamers Indonesia merupakan bagian dari target audiens itu. Namun, pada saat yang sama, MassHive juga ingin menyasar gamers di kawasan dan negara lain.

Sementara itu, GameChanger mengaku, lebih dari 50% gamers dari My Lovely Daughter berasal dari Tiongkok. Selain di Tiongkok, game mereka juga populer di kalangan gamers Amerika Serikat dan Eropa. Tentang hal ini, Riris mengatakan, "Kami bukannya tidak ingin menyasar gamers Indonesia. Tapi, ada pasar yang lebih besar di luar Indonesia."

Dia merasa, developer sebaiknya membuat game yang memang diminati oleh gamers -- lokal atau internasional -- daripada fokus untuk membuat game bertema Indonesia, tapi tidak menjual. "Karena kita tidak membuat game atas dasar hobi, tapi untuk bisnis," katanya.

Jumlah gamers mobile dan PC di Indonesia. | Sumber: Kemenkominfo dan Niko Partners

Berdasarkan data dari Niko Partners, sebanyak 61,8% developer game Indonesia menyasar gamers yang menggunakan PC dan smartphone Android. Namun, kebanyakan gamers di Tanah Air merupakan mobile gamers. Sebanyak 84,3% gamers di Indonesia menggunakan mobile dan hanya 43% yang menggunakan PC.

Selain itu, waktu rata-rata bermain game pemain PC dan mobile pun berbeda. Setiap minggu, mobile gamers bisa menghabiskan waktu 11,4 jam untuk bermain game. Sebagai perbandingan, pemain PC hanya menghabiskan 9,4 jam dalam seminggu.

Kebanyakan gamers di Indonesia bermain di mobile, sementara ada banyak developer lokal yang membuat game untuk PC. Hal ini menunjukkan, gamers Indonesia memang bukan target yang cocok untuk sebagian developer game lokal. Menurut Riris, hal ini bukan masalah. Pasalnya, pada akhirnya, developer merupakan perusahaan, yang bertujuan untuk mendapatkan untung.

"Bagaimana perusahaan bisa bertahan jika Anda tidak menghasilkan uang?" ungkap Riris. "Kalau Anda ingin membuat game demi merealisasikan mimpi masa kecil, ya tidak apa-apa. Kalau Anda membuat game untuk memenangkan awards, hal itu juga oke. Tapi, kalau Anda ingin membuat game yang bisa menjual, Anda harus berhati-hati dalam memilih target pasar."