Dark
Light

Melihat Komitmen Perusahaan Asuransi pada Pengembangan Inovasi digital

3 mins read
January 27, 2020
epat atau lambat seluruh perusahaan asuransi harus mulai memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produknya.
epat atau lambat seluruh perusahaan asuransi harus mulai memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produknya.

Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah melihat bagaimana teknologi merevolusi industri keuangan, atau yang kini akrab disebut fintech. Tren ini tidak hanya dimonopoli beberapa kaum bisnis saja, seperti pembayaran digital dan peer-to-peer lending, tetapi juga telah membuka peluang besar terhadap insurtech.

Sejalan dengan semakin berkembangnya platform insurtech, semakin banyak yang meyakini teknologi dapat menjadi kunci untuk memberikan akses lebih ke masyarakat yang selama ini tidak tahu-menahu dan merasa perlu terhadap produk asuransi.

Memang anggapan ini belum dapat tervalidasi seutuhnya mengingat tren insurtech baru ramai beberapa tahun belakangan. Selain itu, penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah, atau berkisar 2-3 persen dari total populasi, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di 2019.

Di sisi lain, sebetulnya kita dapat melihat momentum pertumbuhan insurtech di Indonesia sebagai tanda dimulainya kesadaran digital dalam industri yang selama ini dicap sebagai “late adopter” di bidang teknologi.

Sejumlah startup, seperti PasarPolis, RajaPremi, Qoala, Wowpremi, hingga Futuready, mulai meramaikan pasar insurtech. Jumlah pemain ini tentu akan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya literasi terhadap produk asuransi.

Sejumlah perusahaan asuransi berskala besar yang bertahun-tahun menjalankan model bisnisnya secara tradisional, kini sudah memulai berbagai inisiasi untuk berkomitmen di digital. Beberapa di antaranya adalah Axa MyPage, Asuransiku, eAZy Connect, dan MiMo.

Inisiatif digital melalui pengembangan aplikasi

Jika bicara inisiatif digital, hal ini akan tergantung bagaimana perusahaan memandang kebutuhan. Namun, langkah awal biasanya dimulai melalui pengembangan aplikasi, baik untuk pelanggan maupun kebutuhan internal.

Tujuannya bermacam-macam. Bisa untuk mempermudah proses klaim, proses penjualan dari pihak agen, penambahan customer baru, atau peningkatan customer experience.

PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), misalnya, meluncurkan digiAsk atau aplikasi Personal Accident Insurance yang dapat diakses melalui desktop maupun perangkat mobile di 2018.

Mengutip Kompas.com, Direktur Utama Askrindo Asmawi Syam mengungkap bahwa pihaknya tidak lagi menyasar segmen asuransi kredit, melainkan masuk ke bisnis asuransi umum melalui peluncuran aplikasi digiAsk.

Di tahun yang berikutnya, Mandiri Inhealth mengomersialisasikan aplikasi MI-Mobile (MIMO) yang berfungsi untuk memberikan kemudahan dalam memperoleh data dan informasi manfaat asuransi bagi para penggunanya.

Komitmen anak usaha Bank Mandiri untuk membuka diri terhadap produk digital juga dibuktikan untuk memperluas target pasar premi yang tadinya hanya untuk korporat atau B2B menjadi ke pasar individual.

Kepala Divisi Teknologi dan Informasi Mandiri Inhealth Andang Nugroho mengungkap bahwa perusahaan juga tengah mengembangkan produk digital baru yang akan menjadi turunan dari aplikasi MiMo, yakni aplikasi Dokter Keluarga.

Menurutnya, aplikasi ini akan memperkuat ekosistem produk asuransi Mandiri Inhealth dengan mengintegrasikan kepada para pesertanya di masa depan.

“Aplikasi ini akan memberikan gambaran penuh tentang layanan Mandiri Inhealth ke peserta hingga dokter. Aplikasi ini dikembangkan seluruhnya di internal, dan saat ini masih pilot, karena tidak semua dokter sudah digital-minded,” tuturnya kepada DailySocial.

Komitmen melalui innovation lab dan kolaborasi

Salah satu perusahaan asuransi yang telah menaruh komitmen penuh pada digital adalah Allianz Indonesia. Hal ini dibuktikan melalui kehadiran Allianz Innovation Lab yang dibangun sejak 2018.

Bahkan sebelum innovation lab didirikan, perusahaan sudah menelurkan berbagai inisiatif digital yang berfokus pada peningkatan customer experience melalui layanan eAZy Connect dan eAZy Med.

“Kami berbeda dari yang lain karena kami betul-betul berinvestasi di digital. Maka itu, innovation lab ini dibangun ketika kami memutuskan untuk fokus pada customer experience,” kata Direktur Utama Allianz Indonesia Joos Louwerier kepada DailySocial.

Di samping melakukan inovasi secara internal, ia juga menyebutkan pentingnya kolaborasi dan sinergi dengan startup sebagai bagian dari pengembangan produk. Allianz sudah bermitra dengan Bukalapak, Gojek, dan Halodoc untuk memasarkan produknya.

Saat ini, kolaborasi Allianz dengan para marketplace masih dalam kapasitas learning phase. Namun, ia tidak menutup pintu terhadap potensi kolaborasi dengan startup lainnya di 2020.

“Fokus kami ke depan adalah berkolaborasi dengan pemain sukses yang memiliki basis customer yang besar. Bagi kami insurtech itu penting, karena inovasi justru datang dari mereka [startup],” tuturnya.

Data terintegrasi menjadi kunci

Sebagaimana disampaikan di awal, rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia menandakan buruknya literasi asuransi di kalangan masyarakat. Bagi Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dadang Sukresna, kolaborasi antar-perusahaan asuransi dan startup tidak cukup untuk meningkatkan literasi.

“Sinergi menjadi jalur yang dapat diandalkan, tetapi bukan kunci utama, karena asosiasi asuransi dan OJK tetap harus mengedukasi pasar untuk meningkatkan penetrasi,” ungkap Dadang kepada DailySocial.

Di sisi lain, pengamat asuransi Azuarini Diah Parwati menilai tren insurtech di Indonesia akan memiliki masa depan cerah. Menurutnya, cepat atau lambat seluruh perusahaan asuransi harus mulai memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produknya.

“Pemasaran asuransi melalui digital dapat meningkatkan literasi kesadaran masyarakat untuk berasuransi. Terlebih masyarakat juga semakin melek teknologi,” tutur Azuarini kepada DailySocial.

Akses terhadap data terintegrasi masih menjadi kendala utama untuk dapat memaksimalkan peran utama pelaku insurtech di Indonesia. Artinya belum semua perusahaan asuransi mau berbagai atau membuka datanya terhadap pemain digital.

Padahal, data tersebut dapat diolah menjadi sebuah produk atau penilaian risiko (scoring) yang nantinya dapat bermanfaat terhadap peningkatan literasi dan penetrasi asuransi di Indonesia.

Mengutip data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Azuarini menyebutkan kontribusi penjualan premi melalui online atau digital baru mencapai 0,01 persen dari total penjualan premi sebesar Rp54,57 triliun di Indonesia.

Previous Story

Season Pass NA LCS Dijual Seharga Rp13 Juta

Next Story

Betulkah Konami Sedang Menggarap 2 Game Silent Hill Baru?

Latest from Blog

Don't Miss

Aset kripto kini ditangani OJK, bukan lagi Bappebti

Aset Kripto Diawasi OJK, Inilah Semua yang Perlu Diketahui

Setelah sekian lama ditangani oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih Parah dari Kasus Doni Salmanan, Inilah 7 Kasus Penipuan Terbesar di Industri Teknologi

Startup selalu berusaha mencari cara untuk mendisrupsi status quo menggunakan