Pada 16 Agustus 2023, kantor berita nirlaba asal Amerika Serikat, Associated Press (AP), menerbitkan panduan tentang penggunaan generative AI di dunia jurnalistik. Panduan tersebut memaparkan secara jelas kapan dan bagaimana generative AI seharusnya digunakan atau tidak oleh para jurnalis AP.
Mewakili AP, Amanda Barrett selaku Vice President for Standards and Inclusion menjelaskan bahwa organisasinya percaya ada manfaat yang bisa diambil dari tren generative AI.
Menurutnya, penggunaan kecerdasan buatan secara bijak dapat membantu AP menghasilkan laporan berita yang akurat dan adil secara cepat. Namun di saat yang sama, Amanda mengingatkan bahwa peran utama jurnalis AP dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyusun fakta-fakta menjadi konten berita, sama sekali tidak akan berubah.
“Kami tidak melihat AI sebagai pengganti jurnalis dengan cara apa pun,” tulis Amanda dalam pengumuman resmi AP.
Panduan internal dari AP ini menggarisbawahi pentingnya input dari manusia dalam mengantisipasi sederet kekurangan yang dimiliki generative AI: kecenderungannya untuk mengarang bebas, dan betapa mudahnya generative AI dipakai untuk membuat dan menyebarkan disinformasi.
“AP memiliki perjanjian lisensi dengan OpenAI, pembuat ChatGPT, dan meskipun staf AP dapat bereksperimen dengan ChatGPT dengan berhati-hati, mereka tidak akan menggunakannya untuk membuat konten yang dapat dipublikasikan,” demikian bunyi salah satu poin di panduan AP.
“Semua hasil dari tool generative AI harus diperlakukan sebagai materi sumber yang belum diperiksa. Staf AP harus menerapkan penilaian editorial mereka dan standar pengumpulan sumber AP ketika mempertimbangkan informasi apa pun yang untuk dipublikasikan.”
Berbicara kepada Poynter, Amanda memberikan gambaran mengenai skenario penggunaan generative AI di organisasinya. Ia mencontohkan bagaimana seorang reporter AP dapat memakai ChatGPT untuk membuat sebuah ringkasan artikel. Namun output-nya tetap harus disunting layaknya konten apa pun yang akan dipublikasikan.
“Saya ingin menekankan bahwa ini adalah alat yang dapat kita gunakan, tetapi tidak menggantikan kecerdasan, pengalaman, keahlian, dan kemampuan jurnalistik untuk melakukan pekerjaan kita dengan cara yang dapat menghubungkan kita dengan audiens,” jelas Amanda.
AP sendiri sudah sejak lama bereksperimen dengan penggunaan model AI yang lebih sederhana, spesifiknya untuk membuat berita singkat dari skor pertandingan olahraga atau laporan pendapatan perusahaan. Kendati demikian, AP merasa perlu memasuki era baru ini dengan hati-hati guna tetap menjamin kredibilitasnya.
Panduan penggunaan AI di ranah jurnalistik
AP bukan satu-satunya kantor berita yang memiliki standar penggunaan AI bagi para jurnalisnya. Berdasarkan laporan Nieman Lab, sejauh ini setidaknya ada 21 kantor berita lain dari berbagai negara yang menetapkan standarnya sendiri.
Secara umum, standar yang ditetapkan oleh kantor-kantor berita ini memiliki sejumlah kesamaan dari segi tema, salah satunya yang berkaitan dengan pengawasan manusia.
Perusahaan surat kabar asal Inggris, The Guardian, mengatakan bahwa penggunaan generative AI harus selalu dikaitkan dengan manfaat spesifik yang bakal didapat darinya, plus harus sudah mendapat persetujuan dari seorang editor senior.
Kantor Berita Belanda, ANP, memiliki pernyataan yang serupa dalam panduan mereka, yang berkaitan dengan pengawasan manusia. Jurnalis AP diperbolehkan memakai AI atau sistem serupa untuk “mendukung penyuntingan akhir, asalkan manusia melakukan pemeriksaan akhir setelahnya.”
ANP menggambarkan prosesnya sebagai Manusia > Mesin > Manusia, menunjukkan bahwa pengambilan keputusan selalu berada di tangan manusia.
Asosiasi Jurnalis Jerman (DJV) menganggap tool AI sebagai kolega, dan menegaskan: “Dalam situasi apa pun, ‘kolega AI’ tidak boleh diizinkan untuk menggantikan editor. Kalau pun penggunaan kecerdasan buatan mengubah tugas atau menghilangkannya sepenuhnya, hal ini tidak membuat orang-orang di ruang redaksi menjadi tidak berguna.”
Media online Insider mengimbau agar para jurnalis selalu memverifikasi fakta-fakta yang dikumpulkan. Insider juga punya catatan khusus terkait plagiarisme: “Jangan memplagiat! Selalu pastikan keasliannya. Praktik terbaik perusahaan untuk melakukannya kemungkinan besar akan terus berkembang, tetapi untuk saat ini, pastikan Anda melakukan pencarian Google dan pencarian plagiarisme Grammarly untuk setiap output yang diterima dari ChatGPT.”
Panduan penggunaan gambar buatan AI di ranah jurnalistik
Selain mengatur penggunaan AI untuk menghasilkan konten berita dalam bentuk teks, beberapa standar yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan ini turut membahas soal penggunaan gambar buatan AI. Sebagian besar menilai bahwa gambar buatan AI masih layak digunakan, asalkan bukan yang bersifat photorealistic.
Contohnya perusahaan surat kabar Swedia, Aftonbladet, yang mengizinkan pengguna teknologi AI untuk menghasilkan ilustrasi, grafik, dan model. Tabloid asal Norwegia, VG, juga memiliki pendapat serupa. Mereka percaya bahwa “konten yang dihasilkan oleh AI tidak boleh sampai merusak kredibilitas fotografi jurnalistik.”
Perusahaan surat kabar Inggris, Financial Times, juga berkomitmen untuk tidak menggunakan gambar photorealistic yang dihasilkan oleh AI. Meski begitu, mereka tetap bakal mempertimbangkan penggunaan AI untuk elemen visual lain seperti infografik dan diagram, dan mereka memastikan untuk selalu transparan soal ini.
Media online asal Swiss, Heidi.News, mengatakan bahwa mereka hanya akan menggunakan gambar buatan AI untuk keperluan ilustrasi, bukan informasi. Mereka juga tidak akan mempublikasikan gambar sintetis apa pun yang bisa disamakan dengan sebuah foto, “kecuali untuk tujuan pendidikan ketika gambar yang dimaksud sudah diungkap secara publik.”
Masa depan dunia jurnalistik di era AI
Melihat pesatnya perkembangan teknologi AI, sebagian besar perusahaan ini tidak lupa menyampaikan pentingnya mengadaptasikan panduan dan standar yang ditetapkan dari waktu ke waktu.
Wired mengatakan bahwa perkembangan AI mempunyai potensi untuk mengubah perspektif mereka, dan mereka akan selalu menginformasikan setiap perubahan dalam dokumen pedoman penggunaan AI-nya. Berdasarkan catatan editor di bagian bawah dokumennya, dokumen tersebut sejauh ini sudah diperbarui satu kali.
Pandangan perusahaan-perusahaan ini juga tidak selamanya harus negatif. Dalam kasus Wired, mereka tidak membatasi peluang penggunaan AI untuk keperluan-keperluan seperti membuat judul artikel, menyusun ide, atau membuat posting media sosial.
Insider juga memiliki pandangan serupa soal ini. Dikatakan bahwa jurnalis Insider bisa menggunakan generative AI untuk membuat “garis besar cerita, judul SEO, copyediting, pertanyaan wawancara, penjelasan konsep, dan untuk meringkas liputan lama.” Namun, Insider juga menegaskan bahwa jurnalis mereka tidak boleh menggunakannya untuk melakukan penulisan buat mereka.
Dengan kata lain, konten yang dibuat oleh manusia masih penting untuk perusahaan-perusahaan ini. Tanpa konten bikinan manusia, AI mungkin bakal kesulitan berkembang.
Satu hal yang pasti, penggunaan AI merupakan sesuatu yang tidak terelakkan, bahkan di ranah jurnalistik sekalipun. Maka dari itu, pelatihan penggunaan AI di kalangan jurnalis patut dipertimbangkan.
Menurut Asosiasi Jurnalis Jerman (DJV), penggunaan kecerdasan buatan harus menjadi bagian integral dari pelatihan dan pendidikan lanjutan bagi para jurnalis. Mereka mengimbau perusahaan media untuk merancang program pelatihan yang tepat yang mencakup penyalahgunaan AI.
Di sisi lain, perusahaan juga perlu menciptakan standar penggunaan AI, dan memastikan dokumen tersebut mudah diakses oleh para audiensnya. Langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan konsumen dan menjamin akuntabilitas pers.
Gambar header dibuat menggunakan AI Stable Diffusion XL via NightCafe.