Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak signifikan di berbagai sektor, tak terkecuali lanskap investasi. Menurut catatan Startup Genome, sejak permulaan krisis dalam dua bulan pertama tahun 2020, 57% dari total kesepakatan investasi pemodal ventura di Tiongkok telah terguncang. Kondisi tersebut turut diproyeksikan berdampak pada hilangnya potensi pendanaan startup senilai $28 miliar secara global.
Faktanya persebaran virus masih berlanjut. Banyak negara yang dibuat kalang-kabut dalam penanganannya, termasuk di Amerika Serikat dan Indonesia. Finch Capital, dalam laporan terbarunya, memprediksi krisis ini masih akan terus mengganggu ekosistem hingga Q3 2020 nanti, bahkan pemulihannya bisa membutuhkan waktu 12-18 bulan. Kondisi “normal baru” juga akan muncul, saat orang mulai terbiasa dengan layanan yang sepenuhnya digital.
Pendanaan startup Indonesia Q1 2020
Bedasarkan catatan DSResearch, pada periode Januari-Maret 2020 terdapat 20 transaksi pendanaan yang diumumkan startup Indonesia ke publik. Angka ini sebenarnya relatif normal jika dibandingkan dengan pendanaan periode yang sama tahun lalu. Menurut laporan Startup Report 2019 yang disusun DSResearch dengan dukungan Bank Mandiri dan Vidio, di periode yang sama tahun lalu (Q1 2019) ada 27 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik.
Startup | Pendanaan |
YukStay | Seed Funding |
Chilibeli | Series A |
Nusantics | Seed Funding |
Pahamify | Seed Funding |
Gojek | Series F |
Digiasia Bios | Series B |
Giladiskon | Seed Funding |
Datasaur | Seed Funding |
Visinema | Series A |
Greenly | Seed Funding |
Printerous | Series A |
Hukumonline | Series A |
Vutura | Seed Funding |
Arkademi | Seed Funding |
Gredu | Pre-Series A |
Zulu | Seed Funding |
Moladin | Pre-Series A |
Waresix | Series A |
Hacktiv8 | Pre-Series A |
Svara | Seed Funding |
Dirinci lebih dalam, pendanaan yang dikuncurkan investor kebanyakan di tahap awal, berkisar antara seed dan series A. Artinya inovasi yang dilahirkan startup baru masih memukau para investor di tengah kondisi pasar yang bergejolak.
Di tengah daftar juga ada pendanan Seri F yang kembali didapat Gojek mencapai 21 triliun Rupiah – kembali mengindikasikan kepercayaan investor untuk startup besar.
Untuk kondisi di Asia secara umum, merujuk pada daftar pendanaan yang diumumkan ke publik, CB Insight mencatat sepanjang Q1 2020 private market funding di Asia berpotensi membukukan $20 miliar. Nilainya turun 35% dibandingkan Q4 2019 yang mencapai $31 miliar.
Baru permulaan?
Analisis lain mengatakan, dampak yang sebenarnya dari pandemi mungkin baru akan terasa di Q2 2020. Perolehan di Q1 biasanya merupakan hasil kesepakatan yang sudah dilakukan sejak tahun 2019. Seperti diketahui, rata-rata startup membutuhkan waktu 6-12 bulan untuk melahirkan kesepakatan dengan pemodal ventura.
Terkait dengan ini, CB Insight melaporkan data temuannya. Menurut proyeksinya, sepanjang kuartal pertama 2020 kesepakatan pendanaan tahap awal yang paling terganggu.
Secara global penurunannya, secara jumlah transaksi, ditaksir mencapai 8% dibanding kuartal sebelumnya. Di Asia kondisinya lebih ekstrem, karena penurunannya mencapai 24%, berdasarkan jumlah transaksi, dibanding kuartal sebelumnya.
Dengan data yang ada, bisa dibilang tren investasi Q1 2020 di Indonesia belum terdampak terlalu serius. Secara regional, Sequoia Capital India menyatakan sudah berinvestasi tahap awal ke tiga startup, sementara pemodal ventura Rocket Internet yang berbasis Singapura, Global Founders Capital, telah berinvestasi tahap awal ke dua startup.
VC menyesuaikan
Menanggapi kondisi ini, Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan bahwa perusahaannya tetap akan melakukan investasi ke startup seperti waktu-waktu sebelumnya. Menurutnya, perlambatan dalam kesepakatan mungkin saja terjadi –tanpa pembatalan—karena beberapa startup mulai menggeser fokus bisnisnya menyesuaikan pangsa pasar.
“Kalau hujan berinvestasi untuk payung, kalau panas untuk topi,” begitu ujar Willson menganalogikan, seperti dikutip Bisnis.com.
Selama kuartal pertama, mereka telah berinvestasi setidaknya ke empat startup Indonesia, yakni Hacktiv8, Moladin, Greenly, dan Nusantics. Yang terakhir, East Ventures dan sejumlah portofolionya membantu Nusantics melakukan penggalangan dana untuk membuat tes PCR mandiri dengan meluncurkan inisiatif “Indonesia Pasti Bisa”.
Hal senada dilayangkan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro. Menurutnya pandemi jelas akan mempengaruhi proses pendanaan startup di Indonesia. Kendati demikian, pihaknya masih terus aktif untuk menemukan startup yang layak didanai, salah satunya dengan melakukan sesi pitching secara online.
“Pada 2020 kami ada budget Rp50 miliar untuk dua hingga tiga investasi baru. Juga menyiapkan dana Rp50 miliar untuk pendanaan lanjutan. Startup yang diincar adalah fintech yang harus bisa sinergi dengan Mandiri Group seperti insurtech dan remittance,” terang Eddi seperti dikutip Kontan.
Di sisi lain, beberapa rencana modal ventura mulai terganggu. Pada November 2019 lalu, Mandiri Capital mengumumkan hendak mengumpulkan dana kelolaan (venture fund) yang bernilai total $100 juta. Karena Covid-19, pihaknya sulit untuk melakukan roadshow pengumpulan dana investor ke Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara tujuan lainnya. Kemungkinan penggalangan dana ini dilanjutkan di Q3 2020 jika pandemi benar-benar berakhir.