Startup fintech payment agregator Ayopop melakukan rebranding menjadi Ayoconnect, sekaligus mengubah fokus bisnis mereka pasca mengantongi pendanaan Pra-Seri B senilai $5 juta (lebih dari 73 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BRI Ventures.
Investor baru lainnya yang turut berpartisipasi dalam putaran tersebut adalah Kakaku.com, Brama One Ventures, dan investor sebelumnya, yakni Finch Capital, Amand Ventures, Strive, dan AC Ventures. Secara keseluruhan, perusahaan telah berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari $10 juta.
Co-Founder dan CEO Ayoconnect Jakob Rost mengatakan, pendanaan segar ini akan digunakan untuk berinvestasi teknologi dan pengembangan jaringan kemitraan untuk menghubungkan perusahaan penyedia tagihan dan mitra pembayaran, dengan infrastruktur dasar untuk pembayaran tagihan digital yang terpercaya, aman, dan cepat.
Perusahaan juga segera menambah jumlah pegawai menjadi dua kali lipat, dari posisi saat ini hampir 100 orang yang berkantor pusat di Indonesia dan pusat teknologi di India.
“Kami mengharapkan kemitraan yang solid dengan investor sebelumnya dan investor baru kami, yang sejalan dengan visi Ayoconnect untuk membentuk ekosistem penagihan Indonesia menjadi satu jaringan terpusat,” terangnya dalam keterangan resmi, Rabu (5/8).
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengumumkan penunjukan CFO baru Alex Jatra ke dalam jajaran manajemen. Ia memiliki rekam jejak finansial yang kuat dengan pengalaman bekerja dalam industri ekuitas pribadi, modal ventura, dan menjabat C-Level di startup, yakni HARA dan Dattabot.
Solusi One API
Rost menjelaskan, fokus bisnis baru Ayoconnect adalah penyedia jaringan tagihan (open bill network) dengan solusi One API yang memungkinkan perusahaan penyedia tagihan untuk memperluas titik pembayaran mereka dengan upaya minimum, sedangkan mitra pembayaran memiliki akses secara langsung ke 2500 produk tagihan.
Solusi tersebut untuk menjawab permasalahan bahwa industri pembayaran tagihan di Indonesia masih didominasi secara offline, terpisah, dan manual. Integrasi melalui API akan mempersingkat proses sehingga konsumen dapat lebih nyaman bertransaksi.
Dalam jaringan tagihan ini, Ayoconnect menghubungkan perusahaan penyedia tagihan (perusahaan listrik/air, telekomunikasi, institusi pendidikan, dan lainnya) dengan mitra pembayaran online dan offline (termasuk Indomaret, Pos Indonesia, dan institusi keuangan) agar pelanggan dapat membayar tagihan mereka dengan lancar dalam jaringan Ayoconnect.
Model bisnis ini sebenarnya sudah diperkenalkan perusahaan sejak masih menggunakan brand Ayopop mulai Agustus tahun lalu. Namanya masih menggunakan Ayopop Open API. Sejumlah mitra b2b awal yang telah memanfaatkannya adalah Dana, LinkAja, Pos Indonesia, Bank BRI, Bank Permata, Bukalapak, Lazada, dan Pegadaian.
“Karenanya, kami ingin mengklarifikasi bahwa kami tidak lagi hanya agregator pembayaran. Agregator pembayaran adalah bagian dari produk pembayaran yang kami tawarkan. Kami agnostik terhadap mitra kerja kami. Ke depan, kami tetap menjalankan merek Ayoconnect. Ayopop akan menjadi bagian dari jaringan Ayoconnect,” terang Rost secara terpisah kepada DailySocial.
CEO BRI Ventures Nicko Widjaja turut menambahkan, “Teknologi pembayaran tagihan memainkan peranan penting dalam industri vertikal yang saat ini belum terlayani, dan ada kesempatan yang besar dalam digitalisasi pada sektor-sektor tersebut.”
Co-Founder dan COO Ayoconnect Chiragh Kirpalani menambahkan, pembayaran tagihan online sangat berperan besar dalam masa pandemi karena preferensi konsumen beralih ke digital. Salah satu solusi telah dikembangkan adalah Pengingat Tagihan (Billing Reminder) yang terbukti telah membantu mitra perusahaan, seperti Bank Mandiri Card Division dan institusi finansial lainnya melakukan auto-debet untuk pembayaran tagihan.
Hingga Juli kemarin perusahaan telah memroses lebih dari 40 juta pembayaran melalui 600 jaringan tagihan dan 40 mitra pembayaran. Jumlah transaksi tercatat meningkat 400% dalam jangka waktu enam bulan selama periode enam bulan pertama tahun ini.
Pada Maret, bisnis Open API ini telah berkontribusi hingga 80% terhadap nilai transaksi kotor (gross transaction value/GTV). Padahal, perusahaan baru memulainya pada November tahun lalu.
“Kami akan tetap berdedikasi pada pembayaran tagihan tetapi membangun lebih banyak teknologi B2B untuk solusi yang bernilai tambah untuk kami berikan kepada penyedia tagihan dan mitra saluran. Beberapa kategori yang kami kejar masih sangat luas (blue ocean) ada ratusan ribu mikro-biller, sehingga kami perlu terus membangun kemitraan dan meningkatkan teknologi yang diperlukan untuk mendorong digitalisasi di area itu,” pungkas Rost.