Dark
Light

Pasar Aplikasi Mobile di Amerika Serikat Ternyata Tak Seindah Yang Dibayangkan

1 min read
September 23, 2014

Anggapan ‘rumput tetangga jauh lebih hijau ketimbang rumput halaman sendiri’ mungkin pas untuk menggambarkan situasi berikut ini. Amerika Serikat yang tak dipungkiri menjadi kiblat bagi perkembangan teknologi, bisnis global, dan budaya populer, rupanya tak menjadi lahan yang menarik bagi perkembangan pasar aplikasi mobile yang justru saat ini tengah bergairah di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia. Apa yang terjadi di sana?

Seperti yang dilaporkan oleh situs Quartz, dengan mengacu pada laporan aplikasi mobile di pasar AS pada bulan Agustus kemarin oleh ComScore, ditemukan bahwa mayoritas pengguna smartphone di AS, nyaris tidak mengunduh aplikasi apa pun selama bulan tersebut. Menurut laporan itu, pengguna smartphone di AS merasa telah tercukupi kebutuhan sehari-harinya melalui aplikasi mobile yang telah dimiliki. Singkatnya, mereka tidak benar-benar membutuhkan aplikasi mobile yang baru.

Hal ini yang kemudian merujuk pada aplikasi seperti apa yang paling sering mereka gunakan. Sebuah laporan yang belum lama ini dirilis oleh Localytics telah menunjukkan, aplikasi streaming musik, health & fitness, dan jejaring sosial menjadi aplikasi yang paling sering digunakan oleh pengguna smartphone di negeri paman sam tersebut.

 

Unggulnya aplikasi streaming musik macam Spotify dan Pandora tentu dipicu oleh tren peralihan cara pengguna dalam mengakses musik yang kini merasa jauh lebih nyaman dengan platform online ketimbang offline. Sementara itu, populernya aplikasi health & fitness juga terbantu dengan kehadiran wearable devices yang mulai rajin belakangan ini.

Bagaimana dengan nasib aplikasi jenis lain? Dari grafik di atas dapat terlihat, waktu pemakaian rata-rata pengguna smartphone di AS dari berbagai jenis aplikasi tidak mengambil waktu banyak pada aplikasi-aplikasi seperti travel, hiburan, dan lainnya. Aplikasi permainan pun hanya berhasil menempati posisi dasar yang bisa dianalogikan bahwa aplikasi tersebut, tidak menjadi prioritas pengguna smartphone di AS untuk diunduh ke dalam ponselnya.

Dari situasi di atas, mungkin Anda akan bertanya-tanya tentang apa korelasinya untuk Indonesia? Begini, di era terbuka yang telah memungkinkan terjadinya aktivitas perdagangan global, rupanya menghasilkan harapan ‘fana’ yang cukup sering dilontarkan oleh beberapa penggiat pengembang aplikasi startup lokal yang memiliki cita-cita untuk bisa melaju sebagai penghasil produk yang mampu ‘go international’. Padahal imbasnya belum tentu bisa seindah yang dibayangkan. Alih-alih ingin sukses di luar negeri, yang ada malah justru tenggelam sebelum bisa timbul ke permukaan.

Melihat situasi pasar aplikasi di AS yang telah dipaparkan di atas, tentu memberikan kesan bahwa sebaiknya, Anda para pengembang aplikasi lokal pikir-pikir terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk mengembangkan produk yang disiapkan untuk pasar internasional, terlebih bagi pasar AS. Ketimbang repot memikirkan pengembangan produk yang menarik untuk mereka, toh sebagai produk lokal, membesarkan nama di pasar dalam negeri sebenarnya sudah bisa menjadi satu prestasi tersendiri yang membanggakan.

[ilustrasi foto: Shutterstock]

Previous Story

Steam Mendapatkan Perombakan Besar-Besaran Dalam Discovery Update

Next Story

LOFMart Mudahkan Distribusi Sayuran Organik dari Petani ke Konsumen

Latest from Blog

Don't Miss

PwC: Pertumbuhan Industri Game dan Esports di Amerika Serikat Melambat

Pada 2021, Amerika Serikat tidak lagi menjadi negara dengan industri

Di 2022, Nilai Pasar AI Mencapai US$120 Miliar

Teknologi Artificial Intelligence (AI) sebenarnya telah digunakan sejak beberapa puluh