Posisikan Anda sebagai developer yang sudah menciptakan software demi software selama lebih dari 20 tahun. Di saat titik kebosanan sudah tercapai, apa yang bakal Anda lakukan? Terus mengerjakan hal yang sama, atau keluar dari zona nyaman dan menekuni bidang baru?
Buat Panic, jawabannya adalah yang kedua. Setelah puluhan tahun berkutat dengan software, Panic memutuskan untuk terjun ke bidang hardware, dan produk pertamanya benar-benar di luar kejutan: sebuah handheld console ala Game Boy bernama Playdate.
Ini sebenarnya bukan pertama kalinya Panic mencelupkan kaki ke ranah gaming. Di tahun 2016, mereka sempat mencuri perhatian dengan membantu menerbitkan salah satu game indie terfavorit banyak orang, Firewatch. Namun sebatas menjadi publisher rupanya kurang bisa memuaskan hasrat mereka sendiri untuk berinovasi. Itulah mengapa mereka beralih ke hardware.
Melihat wujud Playdate, saya langsung teringat dengan Nintendo Game Boy. Bentuknya hampir mengotak sempurna, dengan panjang sisi 74 x 76 mm, dan ketebalan 9 mm. Separuh wajahnya dihuni oleh layar 2,7 inci beresolusi 400 x 240 pixel. Layarnya unik, hitam-putih tanpa backlight, akan tetapi grafik yang ditampilkan dijamin begitu tajam dan bersih, apalagi mengingat layarnya ini begitu reflektif.
Beralih ke kontrol, Anda bisa melihat tombol D-Pad empat arah dan tombol A B di sana. Namun Playdate masih menyimpan kejutan lain di sisi kanannya, yaitu sebuah tuas atau pedal yang dapat diputar. Bukan, tuas putar ini bukan untuk menyuplai daya perangkat, tapi benar-benar berguna sebagai salah satu input kontrol.
Tuas ini adalah ide cemerlang dari Teenage Engineering, produsen synth asal Swedia yang memang sangat piawai perihal desain produk. Panic cukup beruntung bisa mendapat mitra sekelas Teenage Engineering dalam mendesain Playdate.
Kegunaan tuas ini diilustrasikan lewat salah satu game Playdate yang berjudul Crankin’s Time Travel Adventure. Di game itu, baik tombol D-Pad maupun tombol B A sama sekali tidak berguna; pemain akan mengontrol jalannya waktu (maju atau mundur) secara eksklusif menggunakan tuas putarnya.
Kreator game ini juga bukan sosok yang sembarangan, melainkan Keita Takahashi, sang pencipta game Katamari Damacy. Pada kenyataannya, Panic telah mengajak sejumlah developer game indie ternama untuk menciptakan game eksklusif buat Playdate.
Juga menarik adalah bagaimana Playdate bakal menyajikan koleksi game-nya. Bukan melalui online store tersendiri, melainkan lewat update yang datang setiap seminggu sekali secara cuma-cuma. Total ada 12 game yang sudah disiapkan untuk awal peluncuran Playdate, dan 12 game itu akan dikirim satu per satu ke konsumen setiap minggunya.
Ini berarti konsumen tidak akan tahu game baru apa yang menantinya setiap minggunya. Usai game-nya diunduh, konsumen bebas memainkannya kapan saja, yang berarti di minggu ke-12, sudah ada 12 game Playdate yang dapat dimainkan kapan saja. Ini semua tidak akan mungkin terwujud tanpa sistem operasi Playdate OS bikinan Panic sendiri.
Bicara soal update, berarti Playdate harus tersambung internet. Benar, Panic telah membekalinya dengan Wi-Fi, Bluetooth, USB-C maupun headphone jack. Wujudnya boleh retro, akan tetapi secara keseluruhan Playdate tetap merupakan handheld console modern.
Saya pribadi sangat tertarik dengan Playdate, dan salah satu alasan utamanya adalah kontrol menggunakan tuas putar itu tadi. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Panic bakal memasarkan Playdate mulai awal 2020. Harganya cukup terjangkau: $149, sudah termasuk 12 game yang akan dirilis setiap minggunya itu. Sayang sekali Panic masih belum bisa memastikan negara mana saja yang bakal kebagian jatah Playdate.