Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggaran proses pendaftaran kepada pemain p2p lending sampai akhir tahun ini, dari awal batas waktu yang ditentukan sampai 29 Juni 2017.
Padahal bila mengacu dari isi POJK Nomor 77 disebutkan bahwa tenggat waktu yang diberikan untuk mengantongi surat tanda bukti terdaftar adalah enam bulan sejak aturan diberlakukan atau 29 Juni 2017. Setelah itu, mereka diharuskan menaikkan modal disetor menjadi Rp2,5 miliar untuk mengajukan perizinan maksimal satu tahun setelah perusahaan terdaftar di OJK.
“Menimbang-nimbang dari bisnis fintech p2p lending yang kebanyakan adalah perusahaan startup, yang notabenenya memiliki tingkat gagal yang tinggi. Maka dari itu kami beri relaksasi proses pendaftaran sampai akhir tahun ini,” terang Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK Tuahta Aloysius Saragih, Selasa (23/5).
Aloysius menerangkan relaksasi itu akan diberlakukan untuk seluruh perusahaan fintech p2p lending yang saat ini tengah mengajukan proses pendaftaran. Apabila dalam kurun waktu akhir tahun ini, masih ada perusahaan yang belum memperoleh surat tanda bukti terdaftar regulator akan memeriksa kembali perusahaan tersebut.
“Bila nanti waktunya [pendaftaran] sudah habis, namun masih ada perusahaan yang belum dapat surat tanda bukti, kami akan periksa mereka dan mengeceknya kembali.”
Sekadar informasi, dari 28 perusahaan yang mengajukan proses pendaftaran, baru ada tiga perusahaan yang sudah mengantongi surat tanda bukti terdaftar. Yakni PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas), PT Danakita Data Prima, dan PT Lunaria Annua Teknologi (KoinWorks).
Jangan dipersulit
Di samping itu, Asosiasi fintech Indonesia (AFTECH Indonesia) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk tidak mempersulit proses pendaftaran p2p lending yang dinilai terlalu teknis.
Direktur Kebijakan Publik AFTECH Indonesia Ajisatria Sulaeiman mengatakan pihaknya menyayangkan persyaratan yang harus dipenuhi OJK terlalu teknis karena harus melampirkan berbagai bukti.
Dia mencontohkan, salah satu ketentuan yang harus dipenuhi adalah bukti modal disetor sebesar Rp1 miliar. Pelaku harus melampirkan bukti tanda transfer, meski sebenarnya bisa dicek dalam rekening koran.
“Karena harus melampirkan berbagai surat bukti, membuat banyak perusahaan jadi tersendat dalam mengajukan proses pendaftaran. Padahal kami merasa persyaratan seperti itu sangat teknis dan tidak substansial. Kami meminta regulator untuk tidak persulit,” pungkas Aji.