Kabar masuknya Telkom Group ke jajaran investor Gojek makin kencang. Menurut penelusuran Majalah Tempo, Telkomsel yang akan maju memberikan investasi senilai $150 juta atau setara 2,25 triliun Rupiah. Konon prosesnya nyaris rampung. DailySocial sudah mencoba menghubungi Telkomsel untuk mengonfirmasi kabar tersebut, namun hingga tulisan ini diterbitkan belum mendapatkan respons. Di keterbukaan informasi di BEI, Telkom belum memberikan komentar atas pemberitaan media tentang rencana tersebut.
Rumor mengenai minat perusahaan telco pelat merah itu sebenarnya sudah mulai beredar sejak 2018 lalu. Kala itu kisaran nilai yang beredar mencapai dua kali lipat lebih, $400 juta, namun terhalang restu Menteri BUMN yang menjabat saat itu. Konon Menteri BUMN yang sekarang memberikan “lampu hijau”, karena memang sedari awal mendorong perseroan untuk melakukan transformasi memperkuat lini digitalnya.
Aksi korporasi ini layak diperhatikan, karena ada pertaruhan dana publik yang digunakan. Saham Telkomsel sendiri dimiliki oleh dua perusahaan, Telkom (65%) dan Singtel Mobile (35%).
Risiko tinggi
Di Indonesia, konglomerasi yang masuk di jajaran shareholder Gojek adalah Astra dan Djarum (lewat Blibli). Dengan status decacorn, nama Gojek memang terus menjadi buah bibir pebisnis di dunia. Namun layaknya startup yang lebih menekankan growth, strategi yang digencarkan perusahaan adalah dengan terus meningkatkan valuasi, hingga memiliki kekuatan lebih untuk mendominasi pasar.
Di beberapa kesempatan, sebelum pandemi, perwakilan Gojek sempat sesumbar mengenai strategi profit perusahaan melalui GoFood dan GoPay. Tahun 2019 disebutkan GoFood mencetak revenue $2 miliar, 50 juta transaksi per bulan, dan pertumbuhan naik 2,5 kali lipat. Sementara GoPay berkontribusi $6,3 miliar, meski pertumbuhannya tidak disebutkan.
Meskipun begitu, Bukan berarti dengan berinvestasi ke Gojek menjamin keuntungan. Dinamika pasar yang masih tinggi memiliki berbagai faktor yang bisa menggoyang bisnis.
Pertama, soal kompetisi pasar. Hingga saat ini lawan terberat Gojek adalah Grab. Keduanya berstatus decacorn dan menggarap ragam fitur dan pangsa pasar yang relatif sama.
Gojek juga memiliki banyak unit bisnis yang mulai bergerak secara mandiri, yaitu GoPay dan GoPlay. Di lanskap pembayaran digital, dari beberapa riset, Gopay bersaing ketat dengan aplikasi Ovo, Dana, hingga yang teranyar ShopeePay. Sementara GoPlay harus berhadapan dengan Netflix, iflix, Viu, dan masih banyak lainnya.
Faktor kedua, tentang validasi yang tak pernah berhenti. Kendati Gojek telah digunakan jutaan pengguna, tapi penyesuaian bisnis masih terus dilakukan.
Gojek bahkan berani menutup layanan yang dipayungi GoLife dan merumahkan 430 karyawan. Pandemi kali ini cenderung mengubah kebiasaan pengguna hingga tatanan pangsa pasar di ekosistem. Hal ini menyebabkan setiap pebisnis digital harus menata ulang strateginya.
Melihat dua isu ini, pendanaan Telkom Group untuk Gojek tampaknya akan fokus ke potensi kerja sama. Gojek akan mendapatkan benefit dari 172 juta pelanggan Telkomsel, termasuk di kalangan merchant, begitu pula sebaliknya.
Tidak mudah diterka sinergi seperti apa yang mungkin terjadi, karena core business kedua perusahaan sangat berbeda – juga secara kultur bisnis. Bahkan ada yang berkompetisi secara langsung, misalnya LinkAja dan GoPay.
Per Juni 2020, taksiran valuasi Gojek mencapai $12,5 miliar atau setara 184 triliun Rupiah. Jika Telkomsel jadi masuk dengan investasi $150 juta, besar kemungkinan perolehan sahamnya sekitar atau kurang dari 1%. Dengan persentase itu, jelas mengejar untung dari exit tidak bisa dijadikan target jangka pendek. Terlebih rencana Gojek untuk go public juga masih abu-abu. Kolaborasi menjadi pertimbangan yang diprioritaskan.
Telkom di ekosistem startup
Telkom sendiri belum memiliki sejarah yang bagus saat mengelola bisnis digital. Beberapa inovasinya sempat kandas. Yang terbaru platform hasil kolaborasinya dengan raksasa e-commerce eBay, Blanja, akhirnya ditutup karena sulit untuk bersaing di pasar.
Meskipun demikian, mereka bersemangat berbenah, termasuk merekrut Co-Founder Bukalapak Fajrin Rasyid untuk menempati posisi Direktur Bisnis Digital.
UU No. 19 2003 mengatur tentang Badan Usaha Milik Negara, disebutkan bahwa tujuan BUMN adalah untuk memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional dengan mengejar keuntungan. Berbekal dari tujuan utama tersebut, timbang-menimbang untung-rugi aksi korporasi menjadi krusial.
Telkom dan Telkomsel lebih beruntung di sektor investasi, melalui MDI Ventures dan TMI. Prestasinya cukup apik, terbukti tahun lalu kami mencatat MDI berhasil melakukan 5 exit melalui M&A dan IPO. Paling banyak di antara pemodal ventura lokal lainnya di rentang waktu tersebut.
Telkom pun makin bersemangat suntikkan dananya, termasuk menggelontorkan dana $500 juta di tahun ini untuk diinvestasikan ke startup. MDI secara total mengelola dana $760 juta atau setara 11,6 triliun Rupiah, sementara TMI, unit ventura milik Telkomsel, mengelola $40 juta.
Kita tunggu bagaimana sinergi dengan Gojek, jika terwujud, bisa memberikan dampak positif bagi ekosistem digital Telkom Group.