Sebagai sebuah negara berkembang yang sedang di fase awal pertumbuhan ekonomi, pemilu Pilpres tahun 2014 ini benar-benar akan menjadi titik penentu masa depan ekonomi Indonesia yang juga sedang disorot tajam oleh dunia. Pergerakan dua calon presiden, Prabowo-Hatta dan Jokowi-Kalla, kini sedang diamati betul-betul oleh pelaku industri mulai dari investor dan juga pengusaha, tak terkecuali pengusaha di industri internet.
Sejauh ini baru ada dua debat capres yang diadakan dan diselenggarakan secara publik, yang paling menarik bagi pelaku usaha internet tentunya seputar perbincangan visi-misi ekonomi dari kedua calon presiden yang nantinya akan secara langsung mempengaruhi industri internet di Indonesia.
Saya-pun mencoba mendengarkan visi-misi dari kedua capres ini berkaitan dengan industri ekonomi kreatif dan tentunya mencoba untuk mencerna bagaimana masing-masing calon presiden akan meningkatkan kompetensi Indonesia di mata dunia dari sisi industri internet dan kreatif.
e-Governance
Capres nomor dua, Joko Widodo, memaparkan sebuah konsep yang unik, saya bilang unik karena sepertinya hal ini sama sekali tidak disinggung oleh Prabowo, yaitu e-Governance. Sejak debat capres yang pertama, Joko Widodo terus menekankan pada pentingnya teknologi sebagai pondasi sistem pemerintahan yang bersih, mulai dari e-procurement, e-budgeting dan lain-lainnya.
Dukungan UKM
Kedua calon presiden di debat mengutarakan pentingnya peranan UKM sebagai pondasi dasar ekonomi Indonesia. Sayangnya tidak ada capres yang secara spesifik menyatakan dukungan untuk UKM yang bergerak di industri kreatif, meskipun secara umum program-program dari kedua capres tersebut sudah cukup membantu dengan pemendekan birokrasi.
Investasi
Di poin terakhir ini, sepertinya banyak pemain di industri internet dan kreatif lokal harus putar otak karena sepertinya kedua calon presiden belum mengerti betul kebutuhan pengusaha kecil di sektor ini. Meskipun berhembus kabar bahwa dirinya akan menutup diri dari investasi asing, Prabowo menampik isu tersebut dengan mengutarakan bahwa jika dirinya diberikan mandat sebagai Presiden, dirinya akan membuka pintu untuk investasi asing selebar-lebarnya selama bisnis tersebut bisa memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia. Tentu saja pernyataan seperti itu akan sangat sulit dan ambigu ketika diterapkan di lapangan.
Di sisi lain, Joko Widodo, justru mengungkapkan bahwa dirinya ingin mendorong investasi domestik, alasannya demi memperkuat ekonomi domestik, dari investor Indonesia untuk rakyat Indonesia. Joko Widodo juga menyertakan ide untuk mempermudah proses birokrasi untuk pembuatan badan usaha dan memperlancar investasi domestik, dan di sisi lain akan mempersulit investasi asing. “Barrier of investment”, menurut Joko Widodo merupakan hal yang lumrah untuk mengontrol laju investasi asing di Indonesia, dan juga memproteksi pasar lokal dari dominasi asing.
—
Terlepas dari pandangan kedua capres tersebut, pada kenyataannya industri teknologi dan kreatif sama sekali tidak bisa disamakan dengan industri lain yang lebih dewasa seperti energi, pertanian dan otomotif. Industri kreatif dan teknologi di Indonesia saat ini belum banyak diminati oleh investor dalam negeri, hanya segelintir saja yang berani masuk ke industri yang bisa dibilang relatif muda ini. Alhasil, para pengusaha di bidang ini dipaksa untuk lari keluar negeri dan menerima investasi asing, terutama dari negara-negara dimana industri kreatif dan teknologi sudah maju.
Sebut saja Jepang, Singapura, Korea Selatan, AS, dan Tiongkok yang sudah berinvestasi cukup banyak di perusahaan rintisan lokal. Pengusaha-pengusaha ini bukannya tidak mau mengambil dana investasi lokal, namun kebanyakan investor lokal belum bisa melihat bisnis mereka seperti investor asing melihat bisnis mereka. Bagi banyak startup di Indonesia, pilihannya adalah mengambil investasi asing atau bangkrut karena gagal mengumpulkan modal usaha.
Alangkah baiknya jika kedua calon presiden kita ini memfokuskan sedikit saja perhatian untuk industri kreatif dan teknologi di Indonesia. Bukan apa-apa, pasar lokal kita luar biasa menarik untuk dieksplorasi lebih lanjut, baik dari vertikal aplikasi mobile, animasi, aplikasi korporasi, konten digital hingga digital advertising. Siapa lagi yang mengerti pasar Indonesia selain orang Indonesia, betul? Industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja bertalenta tinggi, yang akhirnya “memaksa” rakyat untuk meningkatkan keterampilan dan secara langsung membuat SDM kita menjadi lebih kompetitif dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.
Memang market-cap dari industri ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan industri lain, tapi saya percaya bahwa industri ini bisa menjadi salah satu keunggulan Indonesia yang memang sangat kaya dengan budaya dan kreativitas. Plus, solusi berbasis teknologi bisa menyelesaikan banyak masalah mulai dari korupsi, penegakan hukum, pengawasan anggaran, efisiensi birokrasi hingga partisipasi masyarakat dalam proses bernegara.
Untuk Bapak-bapak calon Presiden dan tim suksesnya, saya pikir tidak ada salahnya untuk sedikit mempertimbangkan hal ini tidak hanya ke dalam visi-misi Bapak-bapak sekalian, namun juga ke dalam program kerja ketika nanti terpilih menduduki kursi Presiden.
Catatan: semua komentar yang tidak relevan dengan isi artikel akan segera dihapus oleh moderator.