Mengenal Duan "Candice" Yushuang, Host Turnamen League of Legends Terbesar Dunia

Duan "Candice" Yushuang baru berkarir di dunia esports selama tiga tahun

League of Legends Pro League (LPL) adalah liga League of Legends di Tiongkok. Dengan total view mencapai 30 miliar view, LPL merupakan liga LoL terbesar di dunia. Riot Games menggunakan model franchise untuk LPL, yang berarti, tim harus membayar setidaknya 80 juta yuan (sekitar Rp161,1 miliar) untuk dapat berlaga di turnamen bergengsi tersebut. Saat ini, sumber pendapatan terbesar LPL adalah hak siar media, yang dijual pada berbagai perusahaan seperti Huya, DouYu, Penguin Esports, BiliBili, WeChat Live, Weibo, Tencent Video, dan Tencent Sports.

Duan "Candice" Yushuang merupakan host dari LPL. Satu hal yang unik dari Yushuang adalah karena karirnya di esports League of Legends masih sangat pendek. Dia lulus sebagai sarjana English Broadcasting and Anchoring dari Communication University of China pada 2015. Satu tahun setelah itu, dia mulai masuk ke dunia esports. Itu artinya, dia baru memiliki pengalaman sekitar tiga tahun. Sebagai perbandingan, esports host terkenal lainnya, seperti Eefje “sjokz” Depoortere atau Paul “Redeye” Chalone memiliki pengalaman sekitar 6 sampai 20 tahun. Di Indonesia, Gisma Priayudha Assyidiq yang dikenal dengan nama "Melon" mulai terjun ke dunia penyelenggaraan turnamen esports sekitar tahun 2012.

"Pada April 2016, saya melihat lowongan pekerjaan dari Riot Games sebagai esports host di Shanghai, dan saya coba untuk melamar posisi tersebut," kata Yushuang pada The Esports Observer. "Itu adalah pekerjaan paruh waktu dan saat itu, saya sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai DJ di stasiun radio di Beijing. Setiap akhir pekan, saya harus terbang dari Beijing ke Shanghai pada pukul 6 pagi di hari Jumat dan mengambil penerbangan terakhir untuk kembali ke Beijing pada hari Minggu. Semua biaya transportasi saya tanggung sendiri." Dia mengaku, dia tidak terlalu memperhitungkan untung-rugi dari keputusannya. Dia rela melakukan semua itu karena dia memang senang dengan game dan komunitas League of Legends.

Yushuang mencium Summoner's Cup. | Sumber: The Esports Observer

Pada 2016, League of Legends World Championship diadakan di Amerika Serikat. Turnamen tersebut diadakan di San Francisco, New York, Chicago, dan Los Angeles selama dua bulan. Ini memaksa Yushuang untuk memilih apakah dia akan mempertahankan pekerjaan tetapnya atau berhenti dari pekerjaannya sebagai DJ dan fokus pada esports League of Legends. Dia memilih untuk mengejar karir di esports. Satu tahun kemudian, dia bergabung dengan Shanghai Dominion, perusahaan produksi dan perencanaan esports milik Riot Games. Di tahun yang sama, Riot mengadakan LWC di Tiongkok. Sebagai host, Yushuang diingat berkat pakaiannya yang mencerminkan budaya Tiongkok dan kemampuannya untuk melakukan wawancara dengan Bahasa Inggris yang lancar.

"Saya percaya, jika cukup cakap, Anda akan mendapatkan perhatian," kata Yushuang. Pada 2018 dan 2019, popularitas LPL terus naik. Jumlah tim yang berpartisipasi dalam LPL bertambah menjadi 16 tim, lebih banyak dari jumlah tim di liga-liga LoL regional lainnya. Tak hanya itu, sponsor LPL juga bertambah menjadi 13, termasuk perusahaan internasional, seperti Nike, KFC, Intel, dan Mercedes-Benz. Salah satu alasan esports League of Legends menjadi populer di Tiongkok adalah karena performa tim lokal yang sangat baik. Pada 2018, Royal Never Give-Up memenangkan Mid-Season Invitation (MSI) sementara Invictus Gaming memenangkan League of Legends World Championship. Pada tahun ini, FunPlus Phoenix memenangkan LWC 2019. Ketiga tim adalah tim asal Tiongkok.

Dengan semakin banyak perusahaan yang menjadi sponsor LPL, pekerjaan Yushuang pun bertambah. Dia tak hanya menjadi host turnamen, tapi juga ikut serta dalam berbagai kegiatan bersama fans, perusahaan sponsor, dan bahkan pemerintah kota di Tiongkok. Salah satu acara yang dia ikuti adalah LPL Go on World, tur international hasil kerja sama Mercedes-Benz dengan LPL. Tur ini mencakup Beijing, Hangzhou, Chongqing, Chendu, Xi'an, Moscow, Stuttgart, dan Berlin.

Sumber: The Esports Observer

"Menjadi host dari acara sponsor berbeda dari menjadi host dari kompetisi LPL," kata Yushuang. "Lebih sulit menjadi host dari kompetisi karena acara disiarkan secara live, dan saya harus memilih kata dan pertanyaan yang saya lontarkan dengan sangat hati-hati. Untuk acara perusahaan, satu hal yang paling penting adalah engagement antara merek dan fans, membuat konten yang menarik bagi fans, merek, dan pemerintah kota." Dia menambahkan, dia merasa senang karena pemerintah Tiongkok mulai melihat pentingnya esports sebagai industri. Memang, pemerintah Shanghai bahkan berencana menjadikan kota Shanghai sebagai "ibukota esports" dalam waktu beberapa tahun ke depan.

Karir Yushuang tidak sepenuhnya mulus. Dia juga menghadapi masalah, seperti kritik dari komunitas, khususnya di internet. Namun, dia mengaku tidak mau ambil pusing. "Di internet, tidak peduli sehebat apa Anda, akan tetap ada orang yang tidak suka dengan Anda. Terkadang, orang akan mengubah pendapat mereka dan melupakan kritik mereka. Saya hanya ingin menunjukkan bagian terbaik dari pekerjaan saya pada orang-orang yang mendukung saya, untuk menunjukkan bahwa dukungan mereka tidak sia-sia," katanya.

Sementara untuk rencananya ke depan, Yushuang mengaku dia ingin fokus pada apa yang dia miliki sekarang. "Saya senang dengan League of Legends dan saya ingin memberikan semua semangat dan energi yang saya miliki ke pekerjaan saya sekarang. Saya tidak seperti orang lain yang memiliki rencana jangka panjang. Saya percaya, emas akan tetap bersinar, tak peduli dimana ia berada. Jadi, saya akan menikmati apa yang saya punya sekarang."