Dark
Light

Menakar Keseriusan Investor Asing di Sektor Fintech Indonesia

2 mins read
December 2, 2016
Korea-Indonesia Fintech Business Meeting 1 Des 2016 - Speed Dating Perusahaan Fintech Indonesia-Korea / Asosiasi Fintech Indonesia

Seiring dengan ancaman perlambatan ekonomi global yang terus terjadi, mau tak mau negara maju harus terus mencari peluang dari negara-negara berkembang. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak potensial yang dapat menjadi magnet, rupanya berhasil menarik minat negara maju untuk masuk ke Indonesia untuk berinvestasi.

Apalagi ketika membahas financial technology (fintech), Indonesia saat ini sedang giat membangun berbagai infrastruktur untuk mendukung ekosistemnya. Peranan fintech pun sangat luas, tidak hanya sebagai transaksi keuangan online, juga telah merambah ke uang elektronik, virtual account, aggregator, lending, crowdfunding, asuransi elektronik, dan lainnya.

Secara global, industri fintech terus tumbuh pesat dalam satu dekade terakhir. Lanskap industri perbankan digital mencatat Asia sebagai yang terdepan dalam proses adopsi teknologi ini.

Korea Selatan merupakan salah satu negara maju di Asia yang mengalami pertumbuhan jumlah penggunaan teknologi keuangan tertinggi (63%), sementara Indonesia mengalami pertumbuhan sebanyak 28% (data McKinsey Asia PFS survey 2007-2014). Data ini menunjukkan kesempatan tumbuh untuk inovasi fintech di Indonesia masih terbuka lebar.

Hendrikus Passagi, Peneliti Eksekutif Senior Departemen Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menerangkan sejauh ini sudah ada beberapa delegasi dari luar negeri yang datang ke Indonesia khusus untuk observasi kondisi fintech di Tanah Air. Beberapa diantaranya, Amerika, Singapura, Hong Kong, Tiongkok, dan yang terbaru Korea Selatan.

Namun, sambungnya, dari seluruh delegasi tersebut yang menunjukkan keseriusan dan niatan yang tinggi adalah Korea Selatan. Terlihat dari kunjungan perwakilan industri fintech Korea yang terdiri dari pejabat Ministry of Science, ICT dan Future Planning Korea, Korea Internet & Security Agency (KISA), serta 10 perusahaan fintech Korea melakukan lawatan selama tiga hari pada 30 November – 2 Desember 2016.

“Semua negara maju pasti punya kepentingan soal ini [investasi fintech]. Amerika [Serikat] dan Singapura yang paling paling dekat juga sudah merealisasikannya. Bisa dibilang lawatan delegasi Korea [Selatan] adalah terniat dan paling serius dibandingkan negara lainnya. Mereka melakukan roadshow ke kawasan Asia, Indonesia adalah negara pertama yang dikunjungi,” terangnya, Kamis (1/12).

Selain menyuntikkan dana investasi untuk pengembangan usaha, negara maju tersebut juga berniat untuk mengalirkan dananya sebagai lender atau pemberi pinjaman kepada fintech yang bergerak di jasa peer-to-peer lending atau pinjaman langsung.

Menurut dia, fintech jadi sarana tercepat bagi negara maju untuk mengalirkan dana ke negara berkembang, ketimbang melakukan jasa keuangan lainnya karena terbentur masalah aturan.

Dari kegiatan lawatan ini, delegasi Korea menekankan pihaknya membuka kesempatan yang lebar bagi dengan pemain lokal untuk bermitra demi mencapai berbagai tujuan. Seperti, peningkatan akses pasar, peningkatan produk, dan peningkatan operasional.

“Indonesia dan Korea perlu mengembangkan eksosistem yang kuat dan terintegrasi lewat hubungan kerja sama kolaboratif, baik di dalam ekosistem fintech maupun antar eksistem yang berbeda,” ucap Lee Keunjoo selaku Sekjen Korea Fintech Industry Association.

Saat ini delegasi Korea Selatan masih dalam mempelajari pasar fintech di Indonesia, seperti yang terlihat dari rencana observasi 10 pemain fintech Korea Selatan saat berkunjung ke sini. Salah satunya, Paycock, sebuah aplikasi pembayaran mobile, berencana ingin menjajaki pasar mobile payment Indonesia dengan mitra terpercaya dan berpengalaman.

Berikutnya Crizen (P2P lending brokerage platform) berencana ingin kerja sama bisnis dengan lembaga atau perusahaan fintech Indonesia.

Ajisatria Suleiman, Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia menambahkan kedatangan delegasi dari Korea Selatan ini bisa menciptakan peluang bagi lokal untuk mengadopsti teknologi yang mereka miliki untuk produk yang dihasilkan.

Perusahaan fintech Korea Selatan bernama Fount adalah robo advisor yang dapat bertindak sebagai manajer investasi untuk menyarankan portofolio investasi kepada investor berdasarkan algoritma komputer.

Pihak asing berpotensi kuasai 85% kepemilikan perusahaan fintech Indonesia

Hendrikus melanjutkan, dalam draft regulasi yang mengatur fintech peer-to-peer lending, sudah ada peluang untuk asing dalam rangka mendukung perkembangan fintech di Tanah Air.

Hal ini tertuang dalam Pasal 3 Rancangan Peraturan OJK tentang Layanan Pinjam Meminjam Langsung Uang Berbasis Teknologi Informasi, menyebutkan saham Fintech Lending harus berbentuk perseroan terbatas dan dapat dimiliki warga negara asing dengan maksimal kepemilikan saham sebesar 85%.

Dia bilang, angka tersebut memang belum final dan pembahasan dengan industri masih terus bergulir. Namun, pertimbangan dari regulator mengenai angka 85% timbul karena ingin membesarkan sektor jasa yang menjadi alternatif dari industri jasa keuangan konvensional.

Belum lagi, layanan fintech yang didominasi oleh perusahaan startup sangat rentan dengan kegagalan yang cukup tinggi.

“Orang lokal banyak tidak mau investasi di startup karena tergolong sangat konservatif. Makanya untuk memajukan startup fintech Indonesia, butuh tenaga asing untuk masuk ke Indonesia. Jangan terlalu buru-buru bilang asing itu jelek untuk Indonesia.”

Menurutnya, bila asing masuk tanpa ada filter pun belum tentu mereka bakal berhasil di Indonesia. Pasalnya, untuk berbisnis membutuhkan adanya ekosistem yang mendukung industri pendukung lainnya. Lagipula, pihak lokal juga tidak bisa menampikkan kebutuhan modal yang sangat tinggi ketika bisnis fintechnya sudah mulai berjalan.

Previous Story

Bagaimana Kesiapan Indonesia Mengadopsi Teknologi Big Data?

Next Story

Meizu Pro 6 Plus, Smartphone Papan Atas yang Dibekali Otak Samsung

Latest from Blog

Don't Miss

Aset kripto kini ditangani OJK, bukan lagi Bappebti

Aset Kripto Diawasi OJK, Inilah Semua yang Perlu Diketahui

Setelah sekian lama ditangani oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Bagaimana Tim Esports Hadapi Fans yang Ofensif

Bagi organisasi esports, fans layaknya pisau bermata dua. Di satu