Dark
Light

Melihat Upaya Ajaib Menjadi Aplikasi Pilihan untuk Investor Ritel

3 mins read
December 22, 2021
Strategi Bisnis Ajaib
(ki-ka) Gladys Pratiwi, VP of Marketing Ajaib, Anna Lora, Direktur PT Ajaib Sekuritas Asia, dan Aurora Marsye, VP of Product Ajaib / Ajaib

Dalam waktu dua tahun, Ajaib berhasil menyandang status unicorn pertama di bidang investasi atau wealthtech di Asia Tenggara. Memulai perjalanannya dengan reksa dana, pertumbuhan Ajaib melesat jauh ketika meluncurkan kelas aset saham pada pertengahan Maret 2020, tak lain dikarenakan ikut terciprat “berkah” dari kelahiran banyak investor kalangan muda di tengah pandemi.

Pendekatan yang diambil ini berbeda dengan peers sejenisnya yang cenderung ambil strategi memperdalam rangkaian produk reksa dana, atau memperkaya kelas aset ke instrumen lainnya, seperti emas atau mata uang kripto dalam memperkenalkan investasi kepada investor pemula.

Dalam media gathering yang diadakan Ajaib beberapa waktu lalu, diungkapkan kini pengguna Ajaib telah mencapai angka lebih dari 1,4 juta orang. Sekitar 96% di antaranya adalah investor pemula dengan komposisi sebesar 90% datang dari usia muda dan sisanya adalah gen Z. Kemudian, sekitar 60% pengguna termasuk aktif yang memiliki portofolio saham di Ajaib dan bertransaksi jual-beli di dalamnya.

Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora menjelaskan, melesatnya pengguna juga tercermin dari volume transaksi sebesar 30 miliar per bulan dan 5 juta transaksi. Sebelum perusahaan mengakuisisi Primasia Sekuritas (kini bernama Ajaib Sekuritas) nilai transaksi bulanannya berada di kisaran Rp1 triliun-Rp2 triliun, begitu diakuisisi Ajaib kini angkanya tumbuh melesat hingga Rp6 triliun-Rp8 triliun.

“Kami percaya kekuatan investor ritel di Indonesia sebagai penggerak investor pasar modal. Di Ajaib fenomena penambahan investor ritel ini sekarang datang dari kota lapis kedua,” ucap dia.

Aplikasi untuk investor pemula

Sesuai dengan misi perusahaan yang ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.

Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.

“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora.

Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi saham tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.

“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Anna.

Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.

Di Indonesia sendiri, perbandingan jumlah investor pasar modal dengan populasi masyarakat masih timpang jauh. Per November 2021, KSEI mencatatkan investor pasar modal sebanyak 7,1 juta orang, naik 84% dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,27 orang. Dari total investor, sebanyak 99,51% adalah investor ritel yang didominasi oleh kelompok umur di bawah 40 tahun sebesar 59,81%.

Sayangnya, ia tidak bisa merinci lebih jauh bagaimana karakteristik pengguna Ajaib apakah termasuk investor atau trader, hingga gaya dan rata-rata alokasi dana dalam berinvestasi. “Semuanya mixed karena ini semua balik ke [preferensi] masing-masing investor. Di Ajaib porsi kelolaan antara reksa dana dan saham termasuk imbang,” tutup Anna.

Pun termasuk rencana untuk menambah kelas aset lainnya, pasca-mencaplok saham Bank Bumi Artha sebesar 24%. Anna hanya memastikan bahwa langkah strategis tersebut akan membuat Ajaib lebih mudah dalam mengembangkan lebih banyak produk ke depannya.

Berkaca dari Robinhood

Sepak terjang Ajaib sering disejajarkan dengan apa yang dilakukan Robinhood dalam mendisrupsi industri keuangan, khususnya pasar saham di Amerika Serikat. Selain mendesain aplikasi yang intuitif, user-friendly, dan kekinian, bagian utama dari strategi Robinhood adalah nol komisi pada perdagangan saham.

Hal ini tentu saja menarik banyak perhatian dan membantu akuisisi pengguna. Untuk melakukan ini, Robinhood memonetisasi bisnisnya dengan pembayaran untuk aliran pesanan, biaya pinjaman saham, dan langganan. Dalam mengantisipasi strategi tersebut, “memaksa” para petahana di industri broker untuk melakukan hal yang sama.

Sebelumnya, para petahana seperti Fidelity, Wellington, Charles Schwab, dan E*Trade, adalah penguasa untuk segmen investor ritel. E*Trade dan Schwab bahkan menguasai lebih 40% dari total pendapatan online industri broker, menurut IBISWorld pada 2019. Tapi kini Robinhood berhasil menarik lebih dari 21 juta pengguna aktif, naik dua kali lipat dari 2020, melampaui pangsa pasar Schwab pada tahun lalu.

Dalam menciptakan demand baru, Robinhood juga berhasil mengakuisisi pengguna dari berbagai kalangan ras, dari sebelumnya didominasi oleh kulit putih dan investor berpengalaman yang erat kaitannya di dunia saham ini.

Dibalik gemerlapnya pencapaian Robinhood, perusahaan ini juga tak lepas dari kontroversi. Dari kemudahan aplikasi Robinhood yang menggunakan gamifikasi, membuat perusahaan terkesan “menyepelekan” aspek edukasi, terlebih target utama Robinhood adalah investor pemula. Regulator di negara bagian Massachusetts bahkan sampai mengajukan keluhan terhadap perusahaan dengan alasan “taktik agresif untuk menarik investor yang tidak berpengalaman.”

Itu baru salah satu kontroversi dari sekian banyak kontroversi lainnya yang membuat regulator setempat keringat dingin. Menurut pejabat SEC, membawa lebih banyak akses ke pasar modal bagi investor ritel adalah hal yang baik, selama prinsip-prinsip inti untuk melindungi investor tidak diubah oleh aplikasi yang mendorong perdagangan aktif melalui petunjuk perilaku.

“Keyakinan kami adalah, semakin kami menurunkan hambatan untuk masuk, semakin kami menyamakan kedudukan dan memungkinkan orang menginvestasikan uang mereka di usia yang lebih muda, semakin baik ekonomi kita dan semakin baik masyarakat karena kita baik hati. hidup di persimpangan kapitalisme, demokrasi, dan inovasi,” kata CEO Robinhood Vlad Tenev. “Dan saya pikir itu adalah tempat yang sangat menarik,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here
Trex Ventures Traveloka Thailand
Previous Story

Perusahaan JV Traveloka dan SCB di Thailand “Trex Ventures” Ditutup

Next Story

ASUS Umumkan ROG Strix G35 di Indonesia dan Kolaborasinya dengan Film Spider-Man: No Way Home

Latest from Blog

Don't Miss

Lebih Parah dari Kasus Doni Salmanan, Inilah 7 Kasus Penipuan Terbesar di Industri Teknologi

Startup selalu berusaha mencari cara untuk mendisrupsi status quo menggunakan
Startup fintech payment gateway Xendit merambah sektor perbankan dengan mendirikan PT Bank Perkreditan Rakyat Xen (BPR Xen) yang berlokasi di Depok

Xendit Rambah Perbankan, Dirikan Bank Perkreditan Rakyat Xen

Ekspansi bisnis startup unicorn di sektor fintech, Xendit, kini sudah