Belakangan ini, Indonesia seperti diserbu oleh tren lari. Lari seolah-olah menjadi ‘hal baru untuk keren’ yang diikuti, meski juga tidak sedikit yang sebenarnya senang akan olahraga ini, dan pastinya tren ini dampaknya jauh lebih bagus ke masyarakat secara umum ketimbang tren, misalnya, makan di restoran cepat saji atau menghabiskan waktu di waralaba 24 jam serba ada, karena tren ini mengadvokasi hidup sehat.
Berbagai komunitas, program dan perlombaan dalam setahun terakhir sudah mulai digelar seputar lari, dan adanya berbagai perlombaan lari ini sudah lebih menjadi sorotan masyarakat. Para pemilik brand berlomba-lomba untuk berinteraksi dengan para pelari ini, untuk mempromosikan minuman energi atau isotonik terbaru, peralatan olahraga terbaru, atau berupaya mengasosiasikan brandnya dengan cara hidup sehat.
Perkembangan perlombaan lari pun sudah berkembang pesat, dan melibatkan teknologi untuk menyokongnya. Apabila dahulu pencatatan waktu peserta lomba lari itu dilakukan secara manual oleh ratusan marshall yang harus mengawasi pergerakan ribuan peserta, kini pencatatan waktu start, split time dan finish sudah bisa dibantu oleh teknologi RFID.
Teknologi RFID yang digunakan untuk lomba lari pada prinsipnya cukup sederhana. Sebuah chip RFID dikenakan pada sang pelari, biasanya pada nomor dada atau pada sepatunya, yang akan terbaca oleh sensor pembaca RFID yang biasanya diletakkan pada titik start, pertengahan rute, dan finish. Salah satu perusahaan di Indonesia yang menyediakan jasa ini adalah Run.ID.
Sesuai teknologi RFID, setiap chip itu memiliki angka identifikasi yang unik sehingga sistem pembaca dapat membedakan satu chip dengan yang lain (sehingga dapat membedakan pelari satu dengan lainnya), dan menggunakan standar RFID yang UHF (ultra-high frequency) sehingga chip RFID dapat dibaca dengan jarak paling tidak satu meter. Ini berbeda dengan standar teknologi RFID yang digunakan untuk kartu prabayar seperti BCA Flazz atau Mandiri E-toll Card, yang menggunakan standar HF (high-frequency) dan hanya dapat dibaca dengan menyentuhkan kartu RFID ke pembacanya.
Dengan bantuan teknologi RFID ini, penyelenggaraan lomba lari dapat dibuat dengan jauh lebih efisien, karena pencatatan waktu dilakukan secara otomatis oleh sistem, dan hanya perlu diawasi oleh sejumlah kecil marshall saja. Meskipun begitu, biasanya penyelenggaraan lomba lari yang baik akan dibantu oleh dokumentasi video maupun foto untuk referensi pemenang lomba, dan tetap ada pencatatan manual oleh marshall, biasanya di garis finish.
Adanya teknologi RFID ini juga mempermudah pelari untuk melihat hasil pencatatan waktunya pada lomba yang ia ikuti. Dan dengan hadirnya teknologi RFID pada lomba lari, sebenarnya membuka berbagai kemungkinan interaksi seperti yang pernah dijalankan pada New York City Marathon 2010, dan berbagai lomba lari lain. Pemanfaatan sebuah teknologi berbasis digital untuk sebuah acara di dunia nyata, pastinya dapat dikembangkan lebih jauh.
Ario adalah co-founder dari Ohdio, layanan streaming musik asal Indonesia. Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, sebelum bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.
[Ilustrasi foto dari Shutterstock]