Dampak Metaverse ke Industri Olahraga

Metaverse dapat membuat industri olahraga tetap relevan di kalangan fans muda

Belum lama ini, web3 Studios membuat laporan yang membahas tentang bagaimana metaverse akan mempengaruhi industri olahraga. Dalam laporan itu, disebutkan bahwa nilai ekonomi dari segmen metaverse olahraga akan mencapai US$80 miliar pada 2030. Segmen metaverse olahraga bisa bernilai miliaran dollar karena kemunculan berbagai produk, seperti fan tokens, wearable/fan gear, games/Trading Card Games (TGC), moments, esports, dan metaverse experience.

Berikut ulasan lengkap dari laporan web3 Studios.

Perubahan Kebiasaan Menonton Pertandingan Olahraga

Olimpiade pertama kali diadakan di Yunani Kuno pada 776 SM. Sampai saat ini, kompetisi olahraga adalah salah satu momen yang ditunggu oleh banyak orang. Namun, selama beratus-ratus tahun, metode untuk menonton kompetisi olahraga secara langsung tidak berubah.

Untuk bisa menonton atlet atau tim favoritnya, seseorang harus datang ke tempat pertandingan dan membeli tiket. Seiring dengan perkembangan teknologi, cara untuk menikmati pertandingan olahraga pun berubah, menjadi semakin beragam.

Pada 1921, untuk pertama kalinya, pertandingan siaran olahraga ditayangkan di radio secara langsung. Pertandingan yang disiarkan adalah pertandingan tinju yang diadakan di Pittsburg, Amerika Serikat. Pada 1939, siaran olahraga mulai ditayangkan di TV. Dengan ini, jumlah penonton pertandingan olahraga pun meningkat pesat.

Pasalnya, dengan TV, orang-orang yang tinggal jauh dari tempat kompetisi olahraga diselenggarakan pun bisa ikut menonton pertandingan tersebut secara langsung. Namun, ketika itu, tidak semua orang bisa membeli TV. Alhasil, muncul budaya untuk menonton pertandingan olahraga bersama-sama.

Wimbledon pertama ditayangkan di TV. | Sumber: BBC 100

Kemunculan platform Video On-Demand (VOD), seperti Netflix, memberikan metode baru bagi audiens untuk menonton pertandingan olahraga. Sementara media sosial memungkinkan fans untuk lebih mengenal atlet favorit mereka, mengetahui kehidupan sehari-hari mereka. Ke depan, dengan semakin matangnya teknologi seperti Virtual Reality (VR) dan metaverse, penonton akan memiliki opsi lebih banyak untuk menikmati pertandingan olahraga.

Seiring dengan semakin banyaknya opsi untuk mengonsumsi pertandingan olahraga, hal ini juga akan mempengaruhi perilaku audiens. Buktinya, kebiasaan menonton Gen Z berbeda dari generasi Boomer.

Menurut data dari web3 Studio, 44% fans olahraga Gen Z bersedia untuk membeli konten olahraga yang mereka tonton. Sebagai perbandingan, hanya 22% fans olahraga Boomer yang bersedia untuk melakukan hal yang sama. Gen Z juga punya kecenderungan lebih tinggi untuk menonton pertandingan olahraga di media sosial.

Perbedaan kebiasaan menonton Gen Z dan Boomer. | Sumber: Web3 Studios

Sebanyak 24% fans Gen Z yang menonton pertandingan olahraga di media sosial dan hanya 12% fans Boomer yang menggunakan media sosial. Terakhir, 93% fans Boomer menonton pertandingan live hingga akhir. Tapi, hanya 62% fans Gen Z yang menonton siaran live hingga habis. Hal ini menjadi bukti bahwa attention span atau rentang perhatian Gen Z cenderung lebih rendah dari generasi yang lebih tua.

Di masa depan, tidak tertutup kemungkinan, jumlah penonton yang hadir langsung di tempat pertandingan dan orang-orang yang menonton siaran langsung akan berkurang. Di sinilah peran teknologi, khususnya metaverse. Mengintegrasikan teknologi baru ke industri olahraga bisa membuatnya tetap relevan. Sehingga, generasi muda pun tetap tertarik untuk menikmati konten olahraga.

Bagaimana Teknologi Web3 Bisa Mengubah Industri Olahraga

Ada 3,5 miliar orang yang menyukai sepak bola. Sementara fans hoki mencapai 2 miliar orang. Hal ini menunjukkan bahwa fans olahraga merupakan pasar yang cukup besar. Sayangnya, sejauh ini, hubungan antara fans dengan atlet atau tim olahraga favoritnya cenderung satu arah.

Fans hanya bisa mendengar atau menonton pertandingan olahraga melalui radio, TV, atau media sosial. Tapi, fans tidak bisa memberikan kritik atau ikut serta dalam menentukan masa depan tim olahraga favorit mereka.

Saat ini, hubungan antara fans dengan tim/atlet cenderung satu arah. | Sumber: Web3 Studios

Web3 Studios percaya, jika diintegrasikan dengan baik, teknologi Web3 seharusnya bisa membantu fans untuk lebih aktif dalam mendukung tim favoritnya. Web3 Studios mengakui, sebagian besar fans kemungkinan tidak tertarik untuk menghabiskan waktunya terlalu banyak dalam membangun komunitas atau mendapatkan kuasa untuk menentukan masa depan sebuah tim. Namun, lain halnya dengan fans hardcore.

Fans hardcore akan senang jika mereka punya kesempatan untuk memberikan saran atau kritik pada tim favorit mereka. Keberadaan fans hardcore juga akan menguntungkan tim atau klub olahraga. Pasalnya, fans yang aktif dalam komunitas lebih mudah untuk dimonetisasi.

Sebagai contoh, ketika tim sepak bola ingin membeli pemain baru, mereka bisa mengungkap kandidat yang hendak mereka beli. Setelah itu, pihak klub dapat membiarkan fans melakukan pemungutan suara untuk menentukan pemain yang seharus klub dibeli.

Menurut web3 Studios, melibatkan fans dalam proses pengambilan keputusan penting akan mendorong tingkat engagement. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan, hal ini juga akan meningkatkan angka penjualan merchandise.

Ialah WAGMI United (We're All Gonna Make It), perusahaan crypto sport yang juga memiliki Crawley Town FC. Saat ini, mereka mencoba untuk melibatkan fans saat klub hendak mengambil keputusan.

Dalam situs resminya, disebutkan bahwa WAGMI memiliki tiga tujuan. Pertama, merombak sistem manajemen olahraga yang dianggap bobrok. Dua, memberikan kesempatan pada fans untuk memberikan kontribusi yang bermakna untuk klub. Dan terakhir, membawa Crawley Town FC, klub terkecil di Liga Inggris, ke Premier League.

"Banyak atlet yang menjadi semakin aktif di sektor teknologi, baik sebagai investor, pendiri perusahaan, ambassador, atau sebagai konsumen," kata Blaise Matuidi, pemain sepak bola asal Prancis dan pendiri dari Origins Fund. "Aplikasi Web3 punya potensi untuk membawa tren ini ke langkah berikutnya dengan memanfaatkan fans dari para atlet. Dan hal itulah yang Origins lakukan untuk klien kami. Salah satu contohnya, Stadium Live."

Memang, saat ini, beberapa klub sepak bola atau organisasi olahraga telah bekerja sama dengan perusahaan teknologi ternama untuk berkolaborasi di metaverse. Contohnya, Manchester City menggandeng Sony untuk membangun Etihad Stadium di Metaverse. Sementara Liverpool bekerja sama dengan Meta untuk menjual jersey dari The Red di Avatars Store milik Meta. Roblox juga berkolaborasi dengan All England Lawn Tennis and Croquet Club (AELTC) dalam membuat Centre Court di dunia digital.

Sumber header: Daily Star