LinkAja akhirnya resmi diluncurkan pekan lalu. Layanan hasil kongsi perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut hadir di tengah ketatnya persaingan uang elektronik yang saat ini didominasi Go-Pay milik Go-Jek dan OVO yang terafiliasi dengan Grup Lippo.
Pasca-migrasi seluruh pengguna e-money Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan Tcash, LinkAja kini telah mengantongi 23 juta pengguna. LinkAja mematok tambahan 17 juta pengguna baru sehingga di akhir tahun total penggunanya mencapai 40 juta.
LinkAja dikelola PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya yang merupakan perusahaan kongsi dari empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, dan Jiwasraya.
Ada banyak hal yang perlu segera direalisasikan pada paruh tahun ini, terutatama yang mengacu pada fokus utama perusahaan untuk menggarap layanan basis masyarakat.
Apa saja strateginya dan bagaimana prosesnya bermetamorfosis menjadi LinkAja?
Akselerasi dengan use case sehari-hari
Dalam wawancaranya dengan DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menolak anggapan bahwa LinkAja hadir sebagai upaya melawan dominasi Go-Pay dan OVO.
“LinkAja hadir sebagai complimentary dari yang sudah ada di pasar. Kami tidak bermaksud memberikan offering yang sama, misalnya dengan more promo. Kami ingin memberikan sesuatu yang berbeda,” papar Danu.
Fintech Report 2018 yang diterbitkan DailySocial dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan dari 1.419 responden, sebanyak 79,4 persen menggunakan GoPay. Sementara, 58,4 persen menggunakan OVO dan 55,5 persen memakai layanan Tcash.
Go-Pay dan OVO menjadi pesaing kuat karena keduanya sama-sama bagian dari Go-Jek dan Grab yang punya ekosistem layanan yang lebih banyak. Di samping itu, keduanya juga telah berkolaborasi dengan banyak merchant offline dan online yang disertai dengan promo cashback, mulai dari transportasi, makanan, hingga lifestyle.
Menurut Danu, LinkAja telah menetapkan strategi utama untuk fokus terhadap layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, ketimbang memperbanyak promo pada layanan lifestyle. LinkAja juga diperkuat dukungan ekosistem BUMN, seperti jaringan bank dan ATM Himbara.
Ia menyebut pihaknya masih terus mengintegrasikan LinkAja agar bisa digunakan di bank-bank BUMN. Saat ini LinkAja melayani delapan kategori produk, antara lain pulsa/data, tagihan, transportasi, merchant ritel, e-commerce, donasi, remitansi, dan asuransi. Kini LinkAja telah tersedia di 180 titik pembayaran dan 150 ribu merchant.
“Yang sudah terdigitalisasikan itu baru segmen menengah dan menengah ke atas. Justru layanan dasar belum sepenuhnya. Sama halnya dengan jalan tol, kita masih tap kartu, tapi top up-nya terkadang masih harus ke ATM. Kita ingin elevate itu menjadi full digital,” ungkapnya.
Uji coba transportasi hingga remitansi
Danu mengungkap beberapa fitur baru sudah bisa digunakan sejak Tcash berganti nama menjadi LinkAja. Sementara sisanya telah memasuki tahap uji coba atau pilot.
Misalnya, layanan remitansi. Saat ini, LinkAja sudah bekerja sama dengan Singtel sebagai mitra lokal untuk pengiriman uang dari Pekerja Migran Indonesia (PMI). Danu mengungkap telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan otoritas resmi Singapura terkait perizinan.
Selain Singapura, Danu juga menjajaki remitansi di tiga negara lainnya, yakni Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan. Sementara untuk layanan transaksi merchant di Singapura, LinkAja bekerja sama dengan mitra switching global VIA yang juga menaungi ribuan merchant.
“Untuk transaksi merchant, kami juga incar Thailand dan Arab Saudi. Khusus Arab Saudi, kami menjajaki kerja sama dengan mitra switching yang berbeda,” tambahnya.
Dari kategori transportasi, perusahaan telah melakukan pilot di gate stasiun kereta api. Rencananya, LinkAja akan hadir dalam belum customer presented mode (CPM) di mana pelanggan tidak perlu lagi scan QR Code di setiap gate, melainkan sebaliknya. Pengguna tinggal melakukan shake pada ponsel, lalu akan muncul QR Code.
Saat ini, layanan tersebut baru komersial di LRT Palembang untuk perhelatan Asian Games 2018. Jika sudah mendapat izin dari pemerintah, model ini akan diimplementasikan di LRT, MRT, dan Commuter Line di akhir 2019.
Kemudian penggunaan sticker RFID di sejumlah gardu pintu tol. Uji coba ini baru diterapkan di 20 gardu pintu tol. Untuk tahap awal, LinkAja akan menambah ke 200 gardu lagi hingga akhir tahun ini.
“Problem pintu tol itu infrastrukturnya sudah lama. Saat mau transformasi ke digital dengan QR Code dan RFID, butuh waktu untuk upgrade sekaligus. Itu yang sedang kami lakukan. Sedangkan, model CPM untuk kereta sedang dikaji oleh Bank Indonesia. Realisasinya butuh waktu juga karena pihak KAI harus upgrade infrastruktur dan testing,” jelasnya.
Danu juga menyebutkan use case lain yang tengah dipersiapkan, yakni fitur transaksi di SPBU yang akan diterapkan di 5.000 SPBU pada tahun ini. Kemudian, E-wallet yang akan menjadi sumber pendanaan otomatis LinkAja tanpa perlu top up melalui jaringan bank Himbara.
Fitur lainnya, yakni Agent App dan Mini App ditarget meluncur pada kuartal keempat tahun ini. Keduanya diperkirakan menjadi aplikasi terpisah dengan fungsi berbeda-beda.
Agent App dirancang bagi para merchant atau warung untuk dapat melacak dana dan hasil penjualan secara real time. Sementara Mini App dikembangkan bagi mitra B2B yang ingin menaruh layanannya di platform LinkAja.
Transformasi Tcash menjadi LinkAja
Tidak hanya pengembangan produk, LinkAja telah melakukan kesiapan internal agar cepat beradaptasi dengan dinamika industri. LinkAja akan melipatgandakan jumlah SDM di 2020 dan membangun R&D untuk tim di Yogyakarta.
Secara organisasi, ungkap Danu, LinkAja murni berisi tenaga profesional yang dipekerjakan dari luar BUMN. Danu memastikan setiap pemegang saham tidak menyuntik SDM ke dalam lingkup organisasi LinkAja.
Danu menyebutkan, seluruh karyawan Tcash dipilih untuk menjalankan LinkAja di awal pembentukannya berdasarkan evaluasi dan keputusan dari para pemegang saham. Hingga saat ini LinkAja telah memiliki 200 karyawan, termasuk 80 orang baru yang dipekerjakan dari berbagai latar belakang industri, seperti teknologi, perbankan, dan FMCG.
“LinkAja harus berbeda dari perusahaan BUMN lain sehingga mereka memberikan mandat agar tidak boleh ada penempatan [perwakilan] pemegang saham. Dengan visi dan misi yang besar, kita hire tenaga profesional di luar BUMN,” ucap Danu yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Tcash.
Menurut Danu, pembentukan LinkAja terjadi melalui inisiasi Menteri BUMN Rini Soemarno. Inisiasi ini berlanjut pada diskusi panjang antara bank-bank Himbara dan Telkomsel, yang mana Tcash diputuskan menjadi “embrio” untuk menyatukan seluruh layanan e-money ke satu platform.
Lalu bagaimana mengonversikan platform Tcash agar bisa mengakomodasi migrasi pengguna dan fitur dari semua e-money?
“Bicara payment selalu ada core platform. Bank-bank Himbara memutuskan yang paling scalable itu Tcash. Makanya sejak awal LinkAja menggunakan core Tcash, tetapi terus kami improve. Fitur di e-money bank Himbara kan beda-beda, jadi kita kombinasikan,” ungkapnya.
Di sisi lain, Danu menyebut bahwa perusahaan tetap merancang UI/UX LinkAja dari awal yang dapat menunjukkan dinamisme keseluruhan fitur sesuai aspirasi pemegang saham.