Masih terbatasnya pendanaan yang bisa diperoleh perusahaan rintisan, menjadi alasan utama mengapa platform crowdfunding Likuid didirikan. Kepada DailySocial, CEO Likuid Kenneth Tali mengungkapkan bahwa sampai saat ini pendanaan untuk industri startup dan industri kreatif hanya dapat diakses oleh kalangan high net worth individuals, pada umumnya hanya sedikit orang yang mempunyai akses sana.
“Kita mendirikan Likuid untuk membuka akses pendanaan di industri ini ke lingkup masyarakat yang lebih besar, sehingga selain dapat didanai oleh venture capital atau business angel, sekarang proyek para entrepreneur juga dapat didanai oleh banyak orang, termasuk pengguna, pelanggan, dan juga komunitas mereka.”
Didirikan pada tahun 2018, Likuid memiliki latar belakang para pendirinya yang cukup beragam. Mereka adalah Budi Sukmana (COO) dan tiga orang advisor yaitu Felicitas Hakso, Soni Boedihardjo, dan Frans Kurniawan yang berpengalaman di bidang perbankan, pasar modal, dan teknologi.
“Likuid mencoba untuk memecahkan permasalahan pendanaan yang dialami entrepreneur, dari startup teknologi sampai industri kreatif seperti perfilman, musik, dan juga F&B. Kita mulai beroperasi di bulan Juli 2019 setelah mendapat status tercatat di regulatory sandbox OJK untuk cluster project financing crowdfunding,” kata Kenneth.
Tawarkan skema menarik untuk investor dan pencari dana
Sebagai platform crowdfunding, Likuid mencoba untuk menjembatani kebutuhan fundraiser untuk proyek mereka agar dapat didanai oleh investor besar dan kecil. Hingga saat ini Likuid telah memiliki lebih dari 100 High Networth Individuals (angels) yang bekerja sama dan mempercayai Likuid sebagai partner investasi mereka.
Likuid memiliki 3 proyek yang sedang dipersiapkan untuk public launch, 6 proyek yang masih dalam proses due diligence. Saat ini untuk investor, perusahaan baru membuka akses pendaftaran melalui situs dan juga akun media sosial Instagram. Sementara untuk akses investasi akan dibuka saat public launch.
Pencari dana (fundraiser) dapat terdaftar di Likuid setelah melewati proses due diligence, mereka dapat memuat profil proyek agar dapat diakses oleh para investor. Jangka waktu pendanaan maksimum 60 hari setelah profil proyek mereka dapat diakses oleh para investor.
Sementara untuk investor, setelah terverifikasi dapat memilih proyek mulai berinvestasi dari Rp250.000,00. Investor nantinya akan mendapatkan keuntungan setiap 3 atau 6 bulan, melalui skema bagi hasil. Model bisnis yang ditawarkan Likuid adalah melalui success fee sebesar 5%-7%.
“Saat ini, terus terang banyak dari proyek entrepreneur masih berbasis di Jabodetabek. Tapi kita juga sedang membangun kerja sama dengan beberapa instansi dan program inkubasi, untuk mempunyai akses ke para entrepreneur di luar Jabodetabek. Untuk investor, layanan kami dapat diakses oleh siapa pun dari seluruh penjuru nusantara,” kata Kenneth.
Target tahun 2020
Di tahun 2020 mendatang, selain pendanaan proyek, Likuid memiliki rencana untuk mendapatkan lisensi dari OJK sebagai penyelenggara layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi (equity crowdfunding). Dengan demikian diharapkan perusahaan dapat membuka akses pendanaan dalam bentuk saham untuk para entrepreneur.
Terdapat tiga kunci utama yang bakal diimplementasikan oleh Likuid tahun 2020 mendatang, di antaranya memperluas jaringan entrepreneur di bidang startup dan industri kreatif, bekerja sama dengan institusi pendanaan konvensional dan komunitas investor, dan bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk menciptakan iklim investasi alternatif yang lebih aman.
“Bagi kami, entrepreneur dan pelaku industri kreatif adalah kunci dari perkembangan inovasi dan kreativitas. Tugas kami memberi solusi pendanaan apa pun bentuknya,” kata Kenneth.
Sebelumnya ada juga Santara, tawarkan platform serupa untuk pendanaan UKM dan startup. Santara menjadi pemain platform equity crowdfunding (ECF) pertama yang mendapat izin untuk beroperasi secara penuh dari OJK tepat tanggal 18 September 2019.