Kenapa Free Fire Sukses di Negara Berkembang?

Di negara berkembang, kebanyakan warganya menggunakan smartphone kelas menengah dan bawah

Saat ini, industri esports masih didominasi oleh game esports untuk PC. Meskipun begitu, mobile esports berkembang pesat. Menurut Newzoo, mobile game memberikan kontribusi sebesar 47,4 persen dari total pasar game dunia pada 2020. Sementara menurut App Annie, pengguna smartphone menghabiskan 55 persen waktunya untuk bermain game non-kasual. Bukti lain pertumbuhan mobile esports adalah kesuksesan Free Fire dari Garena. Pada puncaknya, Free Fire World Series Rio berhasil mendapatkan jumlah penonton concurrent sebanyak lebih dari dua juta, menjadikannya sebagai salah satu turnamen esports paling populer pada 2019.

Tak hanya itu, menurut Daniel Ahmad, Senior Analyst di Niko Partners, Free fire merupakan game dengan pendapatan terbesar di Asia Tenggara dan Amerika Latin pada Q3 2019. Asia Tenggara dan Amerika Latin memang merupakan pasar utama Free Fire. Salah satu alasannya adalah karena kebanyakan masyarakat di kawasan tersebut menggunakan smartphone kelas menengah atau bawah. Jika spesifikasi smartphone Anda tidak mumpuni, maka Anda tidak akan bisa memainkan game battle royale yang berat seperti PUBG Mobile atau Fortnite.

"Garena paham ini," kata Rosen Sharma, CEO dari Game.TV, platform turnamen mobile game dan mantan Senior Vice President serta CTO Intel, pada The Esports Observer. "Jika Anda melihat negara yang warganya banyak memainkan Free Fire, dan Anda melihat persentase harga smartphone yang digunakan, Anda akan melihat hubungan antara keduanya."

Free Fire dapat dimainkan di smartphone dengan spesifikasi relatif rendah.

"Free Fire milik Garena mengisi kekosongan di negara-negara berkembang," kata Akshat Rathee, Managing Director, NODWIN Gaming, perusahaan esports asal India. Menurutnya, kesuksesan Fortnite memang akan membuka kesempatan bagi game serupa untuk menjadi populer. Saat ini, tantangan yang harus dihadapi oleh Garena adalah untuk meningkatkan kualitas game mereka sehingga para pengguna smartphone premium juga tertarik untuk bermain Free Fire. Terkait hal ini, Garena dikabarkan tengah mempersiapkan versi "Max" dari Free Fire. Langkah yang mereka ambil berkebalikan dengan apa yang PUBG Corp lakukan dengan PUBG Mobile. Mereka justru menyiapkan versi Lite dari game battle royale mereka.

Lain lagi dengan strategi Epic Games terkait Fortnite. Mereka menggunakan strategi cross-platform. Jadi, para pemain mobile bisa bermain bersama dengan gamer konsol dan PC. Namun, Rathee menyebutkan, fitur cross-platform bisa menjadi senjata makan tuan jika tidak dieksekusi dengan baik. "Saya pikir, lebih mudah untuk bertahan di satu platform tapi berusaha untuk menjangkau lebih banyak gamer," katanya.

Salah satu masalah dari strategi cross-platform adalah menyeimbangkan gameplay. Bahkan jika sebuah game hanya tersedia untuk platform mobile, developer harus mempertimbangkan kecepatan prosesor smartphone pengguna agar semua pemain memiliki kesempatan menang yang sama. Hal lain yang harus dipertimbangkan developer adalah semakin maraknya aksesori mobile gaming, seperti controller. "Ini tidak ada di negara-negara Barat, tapi di Tiongkok, ponsel khusus gaming memiliki aksesori seperti Switch. Dan beberapa aksesori tersebut memberikan performa sangat baik," ungkap Rathee.

Satu hal yang pasti, dengan semakin populernya mobile esports di negara berkembang seperti India, Brasil, Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ini membuat organisasi esports besar seperti Team Liquid dan Fnatic tertarik untuk membuat divisi khusus mobile game. Dalam beberapa kasus, mereka memilih untuk bekerja sama dengan tim mobile esports lokal yang sudah terbentuk.