Dark
Light

Karena di Awan Pun Juga Ada Petir

3 mins read
September 22, 2016

Cukup ramai beberapa waktu terakhir bertebaran di media sosial sebuah tulisan blog pribadi tentang kekecewaan seorang Founder startup asal Yogyakarta yang disebabkan kegagalan penyedia layanan cloud server kepercayaannya sehingga menyebabkan data bisnis (di server website dan server email) hilang begitu saja. Hal ini sontak membuat banyak pihak menjadi was-was, dari tadinya merasa aman dan nyaman meletakkan produk dan layanan mereka pada brand cloud server ternama, kini mulai dihantui dengan isu yang sama. Penting bagi kita untuk mencoba mengulang kembali bagaimana sebenarnya konsep cloud computing tersebut bekerja.

Cloud computing atau komputasi awan mulai hype sejak awal era millenium. Kehadirannya diawali oleh pesatnya penggunaan VPN (Virtual Private Network) di kalangan pengguna internet – jika jaringan saja bisa dibuat jalur pribadi dengan kepemilikan yang lebih simpel dan murah, bagaimana dengan server – Amazon menjadi pemain kunci di awal kehadiran layanan komputasi awan. Popularitas layanan tersebut kian menjanjikan kala brand besar seperti Microsoft, Google hingga IBM turut meramaikan pasar dengan berbagai variasi layanan dan jaminan kenyamanan pengguna. Produk komputasi awan pun mulai mengerucut untuk sampai ke konsumen, dari berbentuk SaaS (Software as a Services), IaaS (Infrastructure as a Services), dan PaaS (Platform as a Services).

Tujuan konsep komputasi awan semakin jelas, yakni ingin membuat pengembang software memfokuskan pada produk, bukan pada pengelolaan infrastruktur, dalam hal ini server. Sistem server menjadi peran dominan seiring meningkatnya ketergantungan bisnis dengan dunia online. Penumbuhan traksi yang cepat dan dinamika produk menjadi pertimbangan kunci. Alhasil layanan komputasi awan laris-manis di pasaran. Faktanya pun demikian. Layanan komputasi awan benar-benar menyederhanakan proses manajemen dan pemeliharaan infrastruktur server. Menariknya layanan tersebut juga memberikan fleksibilitas dan skalabilitas dalam penggunaan, pun demikian dengan sistem pembayaran. “Pay as you use”.

Komputasi awan tetap disokong server fisik

Jargon Service Level Agreement (SLA) menjadi salah satu yang paling kencang ditawarkan dalam pemasaran layanan komputasi awan. Persentase 99,99% SLA sering disodorkan untuk meyakinkan kepada pengguna agar meletakkan sistem aplikasinya ke layanan tersebut. Diketahui namun sering tak diindahkan bahwa ketika berbicara tentang komputasi awan sebenarnya tetap berbicara tentang server fisik, hanya saja letaknya jarang kita ketahui. Konsep virtualisasi menjadi salah satu yang berperan besar dalam peradaban komputasi awan. Sistem mirroring atau duplikasi server juga.

Perbedaan antara menyediakan server on-premise (mengelola data center secara mandiri) dengan mengandalkan layanan komputasi awan adalah terletak pada jangkauan pengelolaan dan pemeliharaan. Sedangkan persamaannya, keduanya sama-sama mengandalkan pada “kredibilitas” komputer server. Ketika kita mengelola server secara on-premise maka penjagaan sepenuhnya ada di tangan kita, plus pengelolaan. Bedanya ketika berlangganan dengan layanan komputasi awan, kita mempercayakan penjagaan tersebut kepada pihak lain.

Jadi dapat ditarik benang merahnya. Ini hanya masalah letak server dan penjagaan. Bentuknya tetap sebuah komputer server, bukan sebuah kekuatan super yang melayang di atmosfer. Artinya 0,01% di luar SLA bisa jadi mengabarkan kepada kita bahwa komputer server terbakar atau meledak.

Kegiatan membosankan bernama mem-backup

Menyadari komputasi awan tetaplah sebuah bentukan fisik dari komputer server, kekhawatiran tampaknya kembali perlu ditanamkan. Pertanyaan seperti “Bagaimana jika tiba-tiba SSD (Solid State Drive) pada server mengalami corrupt?”, “Bagaimana jika terjadi kerusakan pada CPU di server?”, dan sebagainya penting untuk menjadi pertimbangan, setidaknya untuk membakar kemalasan untuk melakukan sebuah kegiatan membosankan bernama “mem-backup” data. Sayangnya sampai saat ini belum ada brand yang benar-benar bisa memberikan 100% SLA yang mencakup keseluruhan layanan cloud server yang dijajakan.

Jika sekelas Digital Ocean yang banyak dielukan saja tidak bisa mengembalikan data Fitinline yang lenyap di servernya, maka tugas backup menjadi agenda yang seharusnya krusial. Bisa jadi bisnis online yang sudah besar butuh mengalokasikan tim khusus yang bertugas untuk melakukan backup data. Ini layaknya sebuah asuransi. Jika tidak terjadi kecelakaan, maka hanya terkesan sebagai sebuah kegiatan yang menghamburkan sumber daya. Namun jika kembali mengingat bahwa sebuah benda fisik bisa kapan saja terdampak risiko buruk, maka hal tersebut harusnya dapat disiapkan secara lebih matang.

Apa yang diharapkan dari sebuah layanan komputasi awan?

Selain memangkas tuntas kerumitan pengelolaan sumber daya server, pemanfaatan komputasi awan sering dikaitkan dengan kebutuhan yang berjenjang, terlebih untuk startup. Umumnya startup dimulai dengan sistem berkapasitas minim sehingga tidak memerlukan sumber daya yang besar. Seiring dengan bertumbuhnya pengguna suatu layanan, kadang startup perlu melakukan peningkatan (upgrade) sistem server secara cepat, mengimbangi lonjakan yang dihadapi. Komputasi awan memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan baik, karena salah satu visi yang ingin didorong adalah skalabilitas yang mudah.

Kecepatan akses juga menjadi pertimbangan tatkala seseorang mempercayakan meletakkan sistem yang dibangun pada sebuah layanan komputasi awan. Umumnya penyedia layanan komputasi awan menawarkan kenyamanan pemilihan data center sesuai dengan target penggunaan, tujuannya agar akses lebih cepat. Saat ini yang dijajakan untuk sebuah layanan – misalnya website – bukan sekedar sistem hosting, namun mengarah ke VPS (Virtual Private Server) atau VM (Virtual Machine). Yang disewakan bukan sebuah ruang kosong dengan kapasitas tertentu, melainkan satu kesatuan sistem server.

Salah satu hal krusial lainnya adalah terkait dengan jaminan akan data-data yang diunggah ke server tersebut. Perlu dipahami betul ketentuan SLA dan batasan tanggung jawab penyedia layanan komputasi awan sebelum memilih, sehingga dari sisi penggunaan kita dapat memastikan tindakan yang perlu dilakukan untuk disaster recovery ketika terjadi kegagalan di sisi penyedia.

Teknologi kini menjadi kunci bisnis digital yang berkembang dan akan terus menjadi ketergantungan. Kesiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan juga menjadi hal yang krusial, karena di awan juga ada petir yang kapanpun bisa menyambar.

Previous Story

Survei DailySocial: Iklan Facebook dan Instagram Berperan Besar dalam Mendorong Keputusan Berbelanja Online di Indonesia

Next Story

Asus Perkenalkan Laptop Gaming ROG Strix 17-Inci yang Ramping, Stylish dan Bertenaga

Latest from Blog

Don't Miss

NTT DATA Perluas Kehadiran di Indonesia dengan Pusat Data Baru

NTT DATA Perluas Kehadiran di Indonesia dengan Pusat Data Baru

Pusat Data Jakarta 2 Annex (JKT2A) dijadwalkan rampung pada awal

Ubisoft Ingin Ciptakan Game dengan Dunia yang Lebih Masif Lagi Menggunakan Bantuan Cloud

Assassin’s Creed Valhalla dan Far Cry 6 adalah dua contoh