Dark
Light

Jungle Ventures Jelaskan tentang Filosofi dan Target Investasinya

2 mins read
October 5, 2020
Jungle Ventures
Founding Partner Amit Anand, Managing Partner David Gowdey, dan Founding Partner Anurag Srivastava / Jungle Ventures

Jungle Ventures adalah salah satu pemodal ventura yang memiliki fokus investasi di Asia Tenggara. Baru-baru ini mereka sampaikan capaian melalui dana kelolaannya yang mencapai $352 juta. Selama lima tahun, 35 startup telah diinvestasi — beberapa di antaranya berbasis di Indonesia, seperti Sweet Escape, Kredivo, RedDoorz, Sociolla, dan Waresix.

Menariknya, banyak dari portofolionya tersebut mendapatkan laju bisnis yang cukup signifikan di tengah pandemi. Ambil contoh, Waresix yang telah capai nilai di atas $100 juta melalui pendanaan seri B. Juga Sociolla yang berhasil bukukan pendanaan $58 kita dalam putaran seri E mereka. Untuk itu, Founding Partners Jungle Ventures Amit Anand menegaskan tekadnya untuk terus mendalami kerja samanya dengan ekosistem startup di Indonesia.

DailySocial berkesempatan untuk berbincang dengan Amit mengenai beberapa rencananya di Indonesia.

Filosofi investasi

Cakupan investasi Jungle Ventures cukup merata, dari startup di tahap awal (early stage) hingga tahap lanjut (growth stage). Mengawali obrolan, kami menyuguhkan pertanyaan yang mungkin cukup “retoris” tapi penting untuk memahami dasar mereka dalam berinvestasi. “Apakah Anda berinvestasi pada founder atau model bisnis?”

Tanpa ragu Amit mengatakan, bahwa mereka selalu mengutamakan founder. “Kami berinvestasi pada pemimpin masa depan yang mampu membangun bisnis berkelanjutan. Jadi terlepas dari unit ekonomi, ukuran pasar, dan jalur profitabilitas, komitmen waktu dan modal kami bernar-benar pada ada pada founder itu sendiri,” tegasnya.

“Built to Last” menjadi filosofi yang dipegang erat oleh Jungle Ventures. Landasan prinsipil tersebut memungkinkan mereka untuk membangun portofolio melalui startup unggulan di setiap kategori. Misalnya mereka memilih fokus pada Kredivo untuk layanan keuangan, Pomelo untuk fesyen, Reddoorz untuk perjalanan, Waresix untuk logistik, dan sebagainya.

Jungle Ventures melakukan pendekatan investasi portofolio yang terkonsolidasi. Dilakukan melalui beberapa agenda termasuk membantu pengembangan kepemimpinan secara langsung, memberikan modal jangka panjang, sekaligus membantu penataan neraca keuangan, berinvestasi bersama, dan kemitraan strategis.

“Kami juga percaya akan pentingnya menarik dan mempertahankan talenta terbaik, sehingga startup dapat meningkatkan pertumbuhan [..] (Melalui pendekatan itu) saat ini, portofolio startup Jungle Ventures dihargai lebih dari $4 miliar, tumbuh hampir 4,5x lipat sejak dimulai, dan masih terus berkembang,” imbuh Amit.

Ia melanjutkan, “Kami percaya bahwa teknologi dapat menghubungkan manusia antarkota dan negara dengan tetap beradaptasi dengan budayanya. Kami berinvestasi pada founder yang memiliki visi sama dalam menghubungkan ekonomi digital ini untuk mengatasi keterbatasan dalam model bisnis dan pangsa pasar.”

Target investasi

Secara spesifik Amit menyebutkan, bahwa akan menggulirkan 5-6 investasi setiap tahunnya, terlepas dari kondisi krisis atau tidak. Setiap tahun ada beberapa tema yang difokuskan, misalnya terkait consumer tech, digitalisasi UKM, dan SaaS. Potensi pasar yang ada di Indonesia jelas menjadi pertimbangan penting. Ia juga menekankan, pentingnya bekerja sama dengan founder Indonesia dengan ambisi regional dan global yang melebihi pasar domestiknya.

Pertumbuhan bisnis menjadi upaya yang ingin dilakukan bersama. “Founder sering kali dilatih untuk membuat langkah gila menuju pertumbuhan pendapatan sebagai cara satu-satunya untuk sukses. Mencoba memaksa perusahaan $1 juta menjadi $100 juta sebelum siap, maka pasti akan gagal. Di Jungle, pendekatan kami untuk membangun bisnis adalah dengan memprioritaskan pertumbuhan berkelanjutan daripada pertumbuhan yang dipercepat,” jelas Amit.

Poinnya, komitmen mereka untuk berinvestasi jangka panjang maka berimplikasi pada pemikiran dan kemitraan jangka panjang pula. “Kami ingin membangun Microsoft atau Google berikutnya di Asia dan kami tahu bahwa ini tidak dapat dilakukan hanya dalam beberapa tahun. Lebih dari sebelumnya, kami yakin bahwa hanya bisnis yang merencanakan ketidakpastian dan mampu berpikir jangka panjang yang akan sukses ke depannya.”

Penyesuaian pandemi

Covid-19 jelas membuat pemodal ventura berbagai hal secara berbeda. Berbagai keterbatasan yang diakibatkan pandemi menggerakkan konsumen untuk mengadopsi layanan online secara lebih cepat. Amit dan tim juga melihat peningkatan transformasi digital luar biasa yang terjadi tahun ini, dibandingkan lima tahun terakhir, terutama di pasar ritel Indonesia. Diproyeksi pada Q4 nanti akan melampaui besaran di India.

“Kami melihat dampak positif di beberapa startup teknologi. Misalnya, salah satu perusahaan portofolio kami Builder.ai (platform yang memungkinkan Anda membuat dan mendesain aplikasi seluler secara mandiri) telah melihat minat konsumen yang signifikan dan pertumbuhan secara keseluruhan. Builder.ai telah berubah dari 45 hari menjadi hanya 48 jam untuk menutup kesepakatan,” imbuh Amit.

Ia juga meyakini, sepuluh tahun ke depan wilayah Asia Tenggara sebagian besar akan menjadi ekonomi digital dengan tingkat digitalisasi yang masif seperti China saat ini, dengan ritel online berkontribusi hampir sepertiga.

Namun beberapa startup di lanskap tertentu mendapatkan dampak yang kurang baik. Nasihat yang selalu disampaikan ke portofolio adalah berpegang teguh pada filosofi Build to Last. “Kami percaya bahwa kesuksesan perusahaan sangat terletak pada kemampuan pendirinya untuk belajar, beradaptasi, dan membimbing tim melalui manajemen perubahan. Mereka yang mampu melakukannya akan bisa melewati ketidakpastian, bukan hanya pandemi ini.”

Previous Story

Insurance Business Tends to Recover Soon, Momentum for Insurtech

Next Story

Street Fighter League Pro Japan Week 2 – Pertarungan Sengit Umehara Gold Dengan Nemo Aurora

Latest from Blog

Don't Miss

Semakin Banyak Developer Game yang Tertarik dengan Blockchain Game

Belakangan, semakin banyak developer game yang tertarik dengan blockchain game.
(Ki-ka) Partner Tunnelerate Ayunda Afifa, Bharat Ongso, Ivan Arie Sustiawan, and Riswanto / Tunnelerate

Co-Founder dan eks-CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan Ingin Bangkitkan “Founder” Startup Lokal Melalui Perusahaan Modal Ventura Tunnelerate

“Someday I would like to give back to the community.”