Catatan Editorial: Kolom idea@work yang hadir atas kerja sama dengan Idea Imaji kali ini akan membahas seputar buzzer, mengenal apa itu buzzer, serta bagaimana pemasar bisa menggunakan buzzer dalam program pemasaran mereka. Selamat membaca.
Pada artikel sebelumnya, telah kita bahas betapa rajinnya orang Indonesia berkicau di dunia maya. Sejak diluncurkan tahun 2006 oleh Biz Stone, Evan Williams, dan Jack Dorsey, Twitter, menurut Media Bistro pada awal 2012 sudah mencapai 500.000.000 pengguna di seluruh dunia. Dari sekitar setengah milliar pengguna itu, menurut Semiocast Indonesia berada di urutan ke lima dengan hampir 30.000.000 akun yang dibuat berdasarkan hasil perhitungan hingga Juli 2012, dengan pengguna asal Jakarta dan Bandung yang paling ramai berkicau.
Angka yang fantastis? Memang. Ketika begitu banyak orang berkumpul pada satu media, pengiklan akan datang seperti serangga mengerubuti lampu. Beberapa cara ditempuh,antara lain membaut akun perusahaan yang mencoba melakukan engagement terhadap konsumen/calon konsumen. Namun ada cara lain yang cukup menarik.
Charles Buchwalter, CEO Nielsen Japan, menyebutkan bahwa media sosial menjadi salah satu referensi bagi orang untuk memilih produk yang akan dibeli. Yang menarik adalah, masyarakat Asia Pasifik dinilai lebih peka terhadap rekomendasi orang-orang “dekat”-nya.
Apakah ini terkait dengan hubungan sosial ke-Timuran yang relatif lebih kental dibandingkan budaya Barat? Mungkin saja. Yang jelas, pengiklan menemukan cara yang lebih ramah di mata konsumen: Buzzer.
Umumnya Buzzer adalah seorang pengguna Twitter dengan followers yang berlimpah. Saking besarnya jumlah “pengikut” ini, mereka juga kerap dikenal sebutan “selebtwit” alias selebritis Twitter. Buzzer biasanya berperan sebagai pemberi rekomendasi dan product knowledge mengenai produk-produk yang mereka iklankan dengan cara meng-tweet informasi-informasi tersebut di akun Twitter mereka. Dengan jumlah followers dan keluwesan buzzer dalam beriklan, pesan dan promosi yang disampaikan kemungkinan besar akan semakin banyak diterima oleh para pengguna lain.
Apakah penggunaan buzzer untuk promosi produk cukup efektif dalam sebuah aktivitas pemasaran? Hal ini akan kembali kepada beberapa hal: kelengkapan product knowledge dan materi pendukung lainnya, goal akhir yang diharapkan dari buzzer, jenis buzzer yang diajak kerja sama, dan – hal terklise sedunia – berapa budget yang bersedia perusahaan keluarkan untuk promosi.
Lebih jauh lagi, berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemasar, sebelum menggunakan buzzer dalam aktivitas pemasarannya:
- Kenali followers dari buzzer yang hendak digunakan merupakan tugas pertama. Hal ini akan menentukan kecocokan antara pangsa pasar yang dituju oleh sebuah produk dengan audiensnya. Aneh kan kalau followers kebanyakan berusia 13-20 tahun, kemudian akun tersebut ngebuzz tentang asuransi pensiun, misalnya.
- Kenali gaya bahasa dan keunikan persona buzzer dalam berkomunikasi. Hal ini akan membantu untuk nyambung dengan audiens yang telah terbentuk alias followers. Biasanya pemasar memang akan menyediakan sebuah brief bagi buzzer yang digunakan, namun sebaiknya pemasar tetap membiarkan kebebasan bagi buzzer untuk berkreasi dan berkomunikasi dengan gaya bahasanya masing-masing supaya tetap terbaca akrab oleh para followers mereka.
- Selama masa promosi dan kadang setelahnya, buzzer akan dianggap sebagai perwakilan perusahaan secara tidak langsung. Maka tidak jarang buzzer menerima pertanyaan-pertanyaan men-detail tentang produk yang mereka komunikasikan. Maka ada pemasar harus memastikan bahwa buzzer memang siap dan telah membekali diri dengan materi product knowledge yang lengkap.
- Buzzer yang dikenal sukses (dalam konteks buzzer berhasil berinteraksi dan menyampaikan produk secara luas) itu tidak murah. Bahkan beberapa terhitung sangat mahal. Pertimbangkanlah, apakah nilai tersebut sesuai dengan tujuan akhir promosi. Pastikan bahwa segala sesuatunya terkuantifikasi dengan parameter yang telah ditetapkan sebelumnya.
- Untuk meriset, menghubungi, hingga me-manage pekerjaan buzzer juga bukan perkara mudah dan biasanya memakan waktu. Apalagi bila dibutuhkan banyak buzzer dalam satu masa promosi. Di sini biasanya buzzer management berperan. Mereka akan membantu perusahaan mengidentifikasi buzzer yang tepat dan mengatur pekerjaannya supaya sesuai dengan pesan dan arahan pemasar. Dengan demikian alokasi sumber daya perusahaan bisa dioptimalkan untuk hal lainnya.
Demikian beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum Anda bekerjasama dengan seorang buzzer. Terlepas dari semua pro kontra yang ada mengenai topik ini, pengaruh opinion leader dalam sebuah proses komunikasi memang tidak terbantahkan. So, apakah perusahaan Anda tertarik untuk menggunakan jasa buzzer?
Profil penulis:
Nita Sellya adalah CEO di Adverto, sebuah perusahaan Buzzer Management & Media Buying Service di bawah grup Idea Imaji. Saat ini banyak berperan menjadi buzzer dan mak comblang antara buzzer dan perusahaan. Es teh manis dan gorengan merupakan sesajen favoritnya. Kicauannya bisa dilihat di akun Twitter @NitaSellya yang biasanya aktif pada malam hari.
Kalau di Indonesia sendiri konsep buzzer mulai berkembang sejak kapan? Ada ga rujukan yg bisa diliat ttg siapa atau brand apa yg pertama kali menggunakan jasa buzzer?
apakah penggunaan buzzer dalam promosi melalui twitter efektif dalam meningkatkan penjualan? atau hanya untuk meningkatkan brand awareness saja?