Dark
Light

Menyenangkan Hati Konsumen dengan Gamifikasi

7 mins read
September 10, 2020
Gamifikasi punya fungsi luas. Tidak hanya untuk pemasaran, tapi juga pelatihan karyawan dan simulasi
Gamifikasi punya fungsi luas. Tidak hanya untuk pemasaran, tapi juga pelatihan karyawan dan simulasi

Gamifikasi kini menjadi barang yang lumrah untuk kalangan perusahaan teknologi dalam rangka meningkatkan engagement dengan pengguna. Hampir semua platform e-commerce di Indonesia menerapkannya.

Shopee menjadi platform paling gencar merilis rangkaian gamifikasi ke strategi pemasarannya. Strategi ini berbentuk in-app game dan pertama kali diinisiasi pada 2018. Gamifikasi melengkapi rangkaian pengalaman yang berbeda yang ingin ditawarkan perusahaan ke para pengguna.

Game pertama yang dirilis adalah Goyang Shopee yang diklaim dimainkan 500 juta kali hingga pertengahan tahun lalu. Strategi ini kemudian disusul Shopee Tanam, Shopee Tangkap, dan Shopee Lempar. Saat ini rangkaian permainan terbaru mencakup Shopee Candy, Shopee Poly, Shopee Joget, dan Shopee Capit.

Gameplay dan instruksi setiap game tersebut cenderung mudah diikuti. Misalnya Shopee Candy memiliki konsep serupa permainan populer Candy Crush.

Game lainnya yang cukup populer adalah Shopee Tanam. Pengguna harus rajin menyiram tanaman dengan air sampai panen untuk mendapat hadiah yang diinginkan. Mereka harus sabar menunggu sampai wadah air terisi penuh selama tiga setengah jam atau saling membantu tanaman milik teman-temannya agar tujuan cepat tercapai.

shopee tanam

Hadiahnya bervariasi, mulai dari koin untuk berbelanja di Shopee, gratis ongkos kirim, voucher belanja, dan sebagainya. Strategi ini dianggap berhasil membuat konsumen rajin mengunjungi aplikasi sekadar untuk melanjutkan game yang ia tinggalkan.

“Dengan adanya berbagai inovasi tersebut, aplikasi Shopee terbukti meraih peringkat pertama untuk aplikasi e-commerce dengan pengguna aktif terbanyak, jumlah download dan total time spent in-app on Android berdasarkan App Annie,” kata Direktur Shopee Indonesia Handhika Jahja saat konferensi pers secara virtual beberapa waktu lalu.

Secara terpisah, dalam wawancara bersama DailySocial, PR Lead Shopee Indonesia Aditya Maulana menambahkan, inisiatif ini juga dimanfaatkan mitra brand dan mitra penjual sebagai salah satu strategi yang dapat meningkatkan online presence dan menarik minat pengguna dengan menghadirkan hiburan saat berbelanja.

Dalam merilis game-game tersebut, Aditya menuturkan, perusahaan mendengarkan tanggapan dan permintaan pengguna. Salah satunya dengan inovasi layanan terbaik yang sesuai dengan preferensi belanja masing-masing pengguna.

“Berangkat dari pemahaman tersebut, setiap in-app games yang dihadirkan Shopee bertujuan untuk memberikan pengguna pengalaman menyenangkan, serta dapat memberikan keuntungan saat berbelanja seperti koin Shopee atau potongan belanja langsung pada pembelanjaan berikutnya.”

Dia melanjutkan, “Seperti salah satu in-app game kesayangan para pengguna yaitu Shopee Tanam. Inisiatif ini merupakan cerminan sisi kreatif dan inovatif Shopee yang juga mengakomodir waktu luang panga pengguna selama berada di rumah.”

Pihak Shopee tidak menyebutkan statistik dampak kehadiran in-app game ini.

Perbandingan engagement aplikasi e-commerce terpopuler di Indonesia selama Mei-Juli 2020 menurut SimilarWeb / SimilarWeb
Perbandingan engagement aplikasi e-commerce terpopuler di Indonesia selama Mei-Juli 2020 menurut SimilarWeb / SimilarWeb

Bukalapak juga melihat gamifikasi sebagai cara meningkatkan engagement dengan pengguna. “Fitur ini adalah sarana perusahaan untuk terus dekat dengan pengguna. Tentunya, melalui game, kami ingin pengguna kami bersenang-senang sambil berbelanja di aplikasi Bukalapak, sekaligus sarana menjadikan Bukalapak sebagai everyday platform,” tutur Head of New Customers and O2O Growth Bukalapak Hans Calvin.

Hans mengklaim kehadiran gamifikasi efektif menjadi pendukung terhadap kenaikan GMV. Dikatakan 80% pengguna Bukalapak yang terbiasa bermain in-app game secara otomatis menjadi pengguna aktif bulanan. Dari angka tersebut, sebanyak 30% pengguna di antaranya aktif dan rutin bertransaksi di aplikasi.

“Hal tersebut mendorong kami untuk memberikan banyak hadiah yang bernilai besar sebagai daya tarik games di aplikasi kami, agar kami dapat terus melanjutkan tekad kami, dekat dengan pengguna.”

Rangkaian in-app game yang dirilis perusahaan di antaranya Pencetmania, Roda Rejeki, Gosok-Gosok, Potongan Kakap, Contekan TTM, Serbu Seru, Ajak-ajak Berhadiah, Pohon Rejeki, Bonus Beruntun, dan Seru Berhadiah. Dalam menciptakan game tersebut, tim yang ia pimpin melihat setiap game memiliki siklus hidup seperti layaknya online game pada umumnya.

“Kemunculannya di awal biasanya banyak menarik para pengguna kami, tetapi perlahan kemudian traffic-nya menurun. Oleh karena itu, untuk mempertahankan antusiasme pengguna, kami merilis dan memperbarui aneka game tersebut setiap tiga bulan.”

Grab dan Gojek

Kedua kompetitor ini salip-menyalip dalam menyediakan fitur di dalam aplikasinya. Gojek lebih dahulu memperkaya fitur game GoGames lewat kerja sama dengan pihak ketiga platform online game lokal MainGame yang diresmikan pada Mei lalu. Sebelumnya, perusahaan telah bekerja sama dengan Area 120 (divisi eksperimental Google) bernama GameSnacks.

Dalam keterangan resmi, Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo berharap ketersediaan permainan ringan ini dapat mengisi waktu luang pelanggan di tengah karantina mandiri yang telah dilakukan masyarakat selama pandemi.

Baik MainGame ataupun Gamesnacks sama-sama berbasis HTML 5 dan Progressive Web App yang dapat menjangkau semua kalangan karena relatif lebih efisien dan bersahabat untuk semua tipe gawai. Pengguna dapat memainkan berbagai game tanpa harus repot mengunduh aplikasi satu per satu.

Menurut data internal Gojek, pada periode Maret-Mei 2020, fitur GoGames mengalami kenaikan jumlah sesi permainan hingga 64 kali lipat dibandingkan periode Januari-Februari 2020. Jenis game yang paling banyak diakses adalah Bubble Woods (Gamesnacks) dan Cake Slider (MainGame).

Sedangkan Grab mulai menguji coba fitur serupa bernama First Games. Fitur ini baru digulirkan untuk sebagian pengguna dan hanya tersedia di platform Android. Perusahaan belum bersedia memberikan pernyataan lebih lanjut terkait ini.

“Kami secara berkala melakukan uji coba layanan baru di aplikasi kami untuk terus berusaha memberikan nilai tambah pagi pelanggan kami,” ujar juru bicara Grab Indonesia saat dihubungi DailySocial.

Grab menempatkan First Games sebagai cara meningkatkan engagement dengan pengguna karena menyediakan hadiah poin yang dapat ditukarkan dengan voucher, seperti Iflix, Grab, dan pulsa. Tersedia dua mode game yang dapat dipilih, permainan kasual dan arena games untuk melawan banyak pemain (multiplayer) yang memiliki dua subkategori: player vs player (PVP) dan turnament memperebutkan poin atau voucher.

Adapun genre game yang tersedia, mulai dari strategi, aksi, olahraga, puzzle, dan arcade, bisa langsung dimainkan tanpa memerlukan login. Pengguna dapat saling berkompetisi di satu turnamen untuk memperebutkan hadiah.

Grab saat ini mengembangkan fitur Play with Friends untuk bermain bersama teman, sementara baru tersedia untuk game Ludo.

Masih tahap awal

Secara industri, implementasi gamifikasi sebenarnya tidak hanya untuk kebutuhan pemasaran, khususnya meningkatkan engagement. Strategi ini juga dapat digunakan untuk kebutuhan berkaitan pelatihan karyawan atau HR. Di Eropa misalnya, gamifikasi mulai diterapkan untuk industri manufaktur karena masih jauh dari proses digitalisasi.

Sebuah webinar bertopik in-app games yang diselenggarakan British Council Indonesia mengundang Windo Hutabarat, seorang akademisi yang bekerja sebagai Research Associate in Digitalisation of Manufactoring Process University of Sheffield, Inggris. Salah satu kasus yang pernah ia tangani adalah membantu Airbus untuk proses training engineer baru yang perlu medium jig untuk pembelajarannya.

Permasalahan pada waktu itu adalah jumlah jig yang terbatas, namun pelatihan perlu tetap dilakukan karena merupakan komponen penting. Di samping itu, Airbus juga punya kendala bahasa karena jig tersebut dibuat di Tiongkok.

“Dari pain point tersebut, tantangannya adalah bagaimana mengurangi waktu training jig tanpa mengurangi kualitas latihan. Di situ kami memanfaatkan gamifikasi tanpa bermaksud ada proses pelatihan yang dihilangkan,” terang Windo.

Dari serangkaian proses gamifikasi yang dilakukan untuk Airbus, ada temuan menarik saat evaluasi antara karyawan yang melakukan pelatihan secara manual dengan memakai gamifikasi. Untuk masalah hafalan antara keduanya tidak ada bedanya. Tapi untuk interpretasi pengetahuan, orang yang dilatih dengan game punya skor jauh lebih tinggi

“Pada intinya di dunia aerospace, digitalisasi memegang peranan penting untuk meningkatkan produktivitas kerja di masa mendatang. Tapi proses transisinya sangat menantang, oleh karenanya gamifikasi dan industri game bisa dimanfaatkan untuk memperlancar transisi tersebut.”

Dia juga menekankan bahwa pada dasarnya dalam komponen gamifikasi itu harus disesuaikan dengan obyektif yang ingin dituju dan mengaitkannya dengan keinginan manusia untuk merangsang agar tertantang. “Harus menantang agar orang tertarik, punya unsur reward, dan punya aturan yang jelas agar bisa diikuti semua pemain.”

Sumber: Windo Hutabarat
Sumber: Windo Hutabarat

Bisnis gamifikasi B2B Agate

Implementasi gamifikasi di Indonesia sendiri, menurut Co-Founder dan Head Consultant Agate Vincentius Hening W. Ismawan, baru memasuki tahap awal dan dari sisi pemanfaatannya belum semasif di luar negeri. Dengan kata lain, ruang untuk bisnis gamifikasi di ranah enterprise masih terbuka luas.

Dia mencontohkan, ada program loyalitas di luar negeri yang sudah memanfaatkan gamifikasi. Seperti diketahui, umumnya poin-poin yang dkumpulkan dari program ini punya masa berlaku. Namun dengan gamifikasi, pengguna bisa lebih legowo menerima kekalahan dan ikut merasakan keseruan dari bermain game.

“Orang akan less offended ketika kalah main game untuk mendapatkan poin karena itu adalah bagian dari keseruannya. Di Amerika [Serikat] juga menggunakan serious game untuk bagian simulasi militer. Di Indonesia belum sampai sejauh itu,” terangnya.

Dia melanjutkan, “Pemahaman orang Indonesia terhadap gamifikasi ini masih samar-samar. Mereka mengira punya game itu adalah something new yang bisa solve everything. Padahal baru bisa solve everything kalau diimbangi dengan konten yang bagus karena gamifikasi punya KPI untuk mengukur learning journey seseorang.”

Kiprah Agate menyeriusi gamifikasi ini sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu dengan mendirikan divisi sendiri bernama Agate Level Up untuk menangani klien B2B. Hampir separuh dari total tim Agate yang berjumlah 250 orang, ditempatkan untuk menangani bisnis ini.

Perusahaan cukup percaya diri dengan koleksi solusi gamifikasi yang mereka sediakan, tentunya berkat dari jam terbangnya. Solusi tersebut berupa platform manajemen pembelajaran karyawan, pelatihan, penilaian, dan simulasi. Juga, kebutuhan pemasaran buat konsumer, seperti kebutuhan gamifikasi untuk akuisisi konsumen baru, on-ground engagement, dan retention & loyalty game.

Jajaran penggunanya datang dari beragam industri, seperti FMCG, telekomunikasi, finansial, teknologi, farmasi, otomotif, F&B, kosmetik, hingga properti. Tak hanya Indonesia, penggunanya juga datang dari negara-negara kawasan Asia Pasifik dan Amerika Serikat. Bukalapak dan Tokopedia tercatat sebagai pengguna Agate untuk mengembangkan fitur gamifikasi di dalam aplikasi mereka.

Vincentius menjelaskan, implementasi gamifikasi yang paling banyak dimanfaatkan penggunanya adalah in-app enhancement yang memanfaatkan pustaka game versi HTML5 Agate yang luas dan dapat disesuaikan dengan aplikasi tanpa mengubah tampilan sama sekali. Solusi ini diarahkan untuk perusahaan yang sudah memiliki platform-nya sendiri.

“Makanya wajar bila in-app game ini banyak dimanfaatkan pemain e-commerce karena terbukti enggak hanya bisa meningkatkan time spent pengguna karena berkaitan erat dengan retensi. Secara umum, klien kami mengatakan cara ini mampu meningkatkan retensi hingga 30%. Retensi buat e-commerce itu penting karena dekat dengan MAU dan GMV. Jadi game itu punya andil kontribusi ke sana.”

Contoh lainnya yang pernah ditangani Agate adalah kebutuhan pelatihan karyawan untuk industri finansial. Dalam perbankan, terdapat aturan bahwa setiap perusahaan harus mengalokasikan dana sebesar 5% untuk mengadakan program pelatihan. Sekarang banyak perbankan yang memanfaatkan budget tersebut untuk membuat e-learning. Solusinya adalah micro learning & game based content.

“Ada solusi yang lebih kompleks lagi, seperti standalone game based learning untuk pelatihan SOP, VR simulation, dan game based assessment banyak kerja sama dengan psychometric expert untuk kebutuhan rekrutmen.”

Vincentius melanjutkan, dalam setiap solusi ini biasanya perusahaan membutuhkan tim expertise dari non engineer untuk penerapan gamifikasi di luar dunia hiburan. Untuk solusi game based assessment, misalnya, Agate membutuhkan expert di bidang psychometric expert untuk menerjemahkan data-data analitik yang sudah dikumpulkan setiap orang saat rekrutment.

“Game itu harus punya unsur adiktif, membuat orang jadi penasaran. Oleh karenanya, konten gamifikasi itu sangat diperhatikan. Biasanya kami banyak berdiskusi dengan best practice-nya, yakni platform owner-nya tersebut, pengamat industri, dan sebagainya,” tutupnya.

Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mengungkapkan sebanyak 69% anggotanya terkena dampak akibat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga kini
Previous Story

Survei AFTECH: Pandemi Berdampak Besar pada Perubahan Strategi Bisnis Fintech

Brio Virtual Drift Challeng
Next Story

Bersama Gameloft, Honda Prospect Motor Rilis Game Brio Virtual Drift Challenge

Latest from Blog

Don't Miss

Sambut Hari Gim Indonesia (HARGAI) 2024, Agate Akan Rilis Game Baru

Dalam rangka peringatan Hari Gim Indonesia (HARGAI) 2024, Agate International

Gelar TSA Game Fest, Agate Academy Gandeng Kominfo dan Disparbud Jabar

Agate International melalui Agate Academy bekerja sama dengan Digital Talent