Bagaimana Game Mengubah Perilaku Komunikasi dan Interaksi Sosial

Game kini dianggap sebagai media sosial baru

Pernahkah Anda mengenal seseorang yang cerewet di dunia maya, tapi mendadak menjadi diam ketika diajak untuk bertemu tatap muka? Atau mungkin, Anda justru orang yang ceriwis di dunia online tapi menjadi pendiam di dunia nyata. Jangan khawatir, Anda tidak sendiri. Internet memang memengaruhi cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain.

Dan seiring dengan semakin populernya game online, semakin banyak orang yang menggunakan game sebagai tempat untuk bersosialisasi. Memang, game bisa digunakan untuk mendekatkan diri dengan temah yang sudah Anda kenal atau mencari teman yang sama sekali baru.

Evolusi Alat Komunikasi Manusia

Sejatinya, manusia adalah makhluk sosial. Mereka akan selalu mencari cara untuk bisa berkomunikasi dengan satu sama lain. Yang membedakan cara komunikasi manusia dari masa ke masa adalah teknologi yang ada. Seiring dengan berkembangnya teknologi, alat komunikasi manusia pun menjadi semakin canggih. Menurut Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Dampaknya Terhadap Kehidupan, perkembangan alat komunikasi manusia terbagi ke dalam empat era.

Pertama adalah era komunikasi tulisan yang dimulai pada 4000 SM. Kedua adalah era percetakan. Era ini dimulai pada 1456, ketika Gutenberg menemukan alat percetakan. Meskipun begitu, surat kabar baru muncul pada sekitar tahun 1600. Di Eropa, surat kabar yang pertama dicetak berasal dari Jerman, bernama Aviso di Wolfunbuttel. Sementara di Tanah Air, koran nasional yang pertama diterbitkan adalah Medan Prijaji. Koran asal Bandung itu terbit sejak Januari 1907 sampai Januari 1912, menurut laporan Kompas.

Kolom biro jodoh di koran. | Sumber: Hipwee

Sebagai alat komunikasi, koran bersifat satu arah. Jadi, seseorang bisa membuat pengumuman berita suka atau duka -- seperti pernikahan atau pemakaman -- ke masyarakat luas, tapi, masyarakat tidak bisa membalas kabar tersebut. Tak hanya itu, koran atau majalah juga bisa menjadi alat untuk mencari teman baru. Di koran, terdapat segmen biro jodoh atau cari jodoh, yang berisi daftar orang-orang yang tertarik untuk mencari kekasih. Segmen sahabat pena mungkin lebih jarang ditemukan. Namun, ketika saya masih SD, saya pernah mendapatkan sahabat pena dari majalan anak-anak.

Era ketiga adalah era telekomunikasi. Ada beberapa temuan terkait komunikasi di era ini, seperti film dan radio. Gelombang radio pertama kali diidentifikasi dan dipelajari oleh ahli fisika Jerman, Heinrich Hertz, pada 1887. Namun, transmitter dan receiver pertama radio dibuat oleh pria Italia, Guglielmo Marconi, pada 1895-1896. Empat tahun kemudian, pada 1900, radio mulai digunakan secara komersil.

Di Indonesia, generasi pertama staisun radio muncul pada 1925, di Malabar, Jawa Tengah. Sementara Radio Republik Indonesia (RRI) sendiri didirikan pada 11 September 1945. Hari berdiri RRI kemudian juga diperingati sebagai Hari Radio Nasional, lapor Kompas. Biasanya, radio digunakan sebagai media untuk titip salam, baik untuk keluarga, teman, atau gebetan. Berdasarkan pengalaman pribadi, walau tidak ada jaminan bahwa orang yang dituju akan mendengar salam yang kita kirim, ada rasa kepuasan tersendiri ketika sang penyiar membaca pesan kita.

Selain radio, para era ketiga ini juga ditemukan televisi, yang memungkinkan berbagai layanan komunikasi baru. Hanya saja, sama seperti koran, baik radio maupun TV merupakan alat komunikasi satu arah. Seseorang bisa menggunakan TV dan radio untuk membuat pengumuman pada banyak orang, tapi sang pendengar/penonton tidak bisa berinteraksi dengan pengumuman atau pesan yang disampaikan. Hal ini berubah pada era keempat.

Internet muncul di era komunikasi interaktif. | Sumber: Deposit Photos

Era komunikasi keempat merupakan era komunikasi interaktif. Nama dari era ini merefleksikan kemampuan dari teknologi-teknologi komunikasi yang muncul di era ini, seperti satelit, komputer, dan internet. Semua teknologi komunikasi itu memungkinkan kita untuk berkomunikasi secara dua arah. Pada tahun 1990-an, industri komunikasi mengalami perubahan besar-besaran berkat kemunculan internet, menurut Forbes. Sejak saat itu, internet -- serta komputer dan smartphone -- memungkinkan terciptanya berbagai alat komunikasi, mulai dari email, instant messaging, Voice Over Internet Protocol (VOIP), forum internet, media sosial, dan juga game online.

Sama seperti alat komunikasi lainnya, media sosial juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Friendster, yang dirilis pada 2001, merupakan salah satu situs media sosial pertama di dunia. Sementara LinkedIn didirikan pada 2002 sebagai situs media sosial untuk para pekerja profesional. Pada 2020, LinkedIn telah memiliki lebih dari 675 juta pengguna, menurut Mary Ville. Pada 2004, Mark Zuckerberg mendirikan Facebook, yang penggunanya kini mencapai miliaran orang. Dan dua tahun kemudian, Twitter didirikan dengan konsep situs microblogging.

Instagram muncul pada 2010. Di tahun yang sama, Pinterest berdiri dan satu tahun kemudian, Snapchat resmi diluncurkan. Dengan ini, konten di media sosial pun mulai berubah, dari teks menjadi gambar. TikTok didirikan oleh perusahaan Tiongkok, ByteDance, pada 2016. Berbeda dengan Facebook atau Instagram, fokus TikTok adalah pada video dengan durasi pendek. Keberadaan TikTok juga menjadi bukti bahwa netizen sekarang lebih gemar untuk mengonsumsi video.

Media sosial juga terus berevolusi. | Sumber: Marry Ville

Keberadaan media sosial memberikan sejumlah kemudahan, seperti terhubung dengan teman atau keluarga yang tinggal jauh dari Anda. Selain itu, media sosial juga memudahkan penggunanya untuk mencari orang-orang yang punya ketertarikan yang sama dengannya. Jika Anda suka bermain game atau tertarik dengan animasi, Anda bisa dengan mudah mencari grup gamers atau animators. Hanya saja, media sosial juga memberikan dampak negatif. Media sosial didesain sedemikian rupa sehingga Anda bisa hanya melihat konten-konten yang Anda sukai. Sehingga, media sosial bisa menjadi echo chamber yang memperkuat bias Anda. Masalah lain yang biasa muncul di media sosial adalah cyberbullying, yang masih ada kaitannya dengan anonimitas di internet.

Terlepas dari dampak positif dan negatif dari media sosial, tak bisa dipungkiri, media sosial membuat komunikasi menjadi lebih mudah dan murah. Dulu, Anda harus mempertimbangkan biaya roaming ketika menelpon orang yang ada di provinsi yang berbeda. Sekarang, Anda bisa terhubung dengan mudah ke orang-orang yang hidup di negara atau bahkan benua lain.

Sekarang, game digadang-gadang sebagai media sosial baru. Memang, kemunculan internet juga mengubah industri game. Internet memunculkan berbagai game online, seperti Lineage dan Starcraft pada 1998 dan Counter-Strike: Global Offensive pada 1999. Sama seperti game offline, pada awalnya, game online merupakan media hiburan. Meskipun begitu, sekarang, game online juga bisa berfungsi sebagai tempat hangout, apalagi ketika lockdown ditetapkan pada tahun lalu.

Bagaiman Game Memengaruhi Interaksi Sosial

Apa yang terbayang di pikiran Anda ketika Anda mendengar kata keren? Masing-masing orang punya definisi keren yang berbeda-beda. Bagi siswa SMA, misalnya, label "cool" mungkin pantas disematkan untuk orang-orang yang ikut dalam band, aktif dalam ekstrakurikuler basket atau sepak bola, atau mungkin menjadi ketua OSIS. Dulu, orang-orang yang senang bermain game lebih sering dikategorikan sebagai nerd atau bahkan mungkin loser. Namun, sekarang tren itu sudah berubah. Kini, orang-orang yang jago dalam bermain game punya karisma tersendiri. Memang, menjadi atlet esports merupakan impian bagian sebagian orang, walau kesempatan untuk menjadi pemain profesional kurang dari 1%.

Sementara itu, dengan semakin maraknya game Pay-to-Win (P2W), orang-orang yang menghabiskan banyak uang dalam game juga sering disanjung dan dinobatkan sebagai "sultan" atau "whale". Sebagian game influencers bahkan membuat konten tentang berapa banyak uang yang mereka habiskan untuk mendapatkan karakter atau item tertentu. Misalnya, YouTuber Indonesia, feraldoto, yang menghabiskan Rp64 juta demi mendapatkan Albedo C6 di Genshin Impact. .

Sayangnya, stigma negatif yang sudah terlanjur melekat di diri gamer tidak bisa hilang begitu saja. Salah satunya adalah asumsi bahwa gamers merupakan penyendiri atau bahkan bersifat anti-sosial. Padahal, banyak orang yang mendapatkan teman baru -- atau bahkan kekasih -- melalui game online. Tak hanya itu, di beberapa negara -- seperti Korea Selatan dan Tiongkok -- game merupakan kegiatan sosial. Pada 2003, Mark Griffiths, seorang dosen di Nottingham Trent University, merilis penelitian terkait game online. Untuk membuat jurnal itu, dia melakukan survei pada 11 ribu pemain game online, Everquest. Hasilnya, sebanyak 25% responden mengatakan, bersosialisasi dengan teman merupakan bagian favorit mereka dari Everquest. Hal ini menunjukkan, asumsi bahaw gamers merupakan orang-orang anti-sosial adalah salah.

Pada 2007, Griffiths kembali melakukan studi terkait game online. Dia meneliti data dari 912 pemain game Massively Multiplayer Online (MMO) yang berasal dari 45 negara dan menghabiskan waktu rata-rata 22 jam dalam seminggu untuk bermain game. Dari studi tersebut, dia menyimpulkan, game online merupakan lingkungan sosial yang sangat interaktif.

"Sepuluh persen responden survei bahkan berakhir dengan menjalin hubungan romantis di luar game," kata Griffiths, seperti dikutip dari BBC. "Sosialisasi dalam game sebenarnya merupakan konsep yang telah ada sejak lama." Dan pada 2020, ketika lockdown diberlakukan, semakin banyak orang yang menyadari hal itu, bahwa game tidak sekedar media hiburan, tapi juga bisa menjadi wadah untuk bersosialisasi.

Tahun lalu, semakin banyak orang yang menggunakan game sebagai tempat untuk berkumpul. Sebagian dari mereka bahkan merayakan momen penting, seperti ulang tahun dan pernikahan, di dalam game. Tak hanya itu, game bahkan bisa dijadikan alat untuk menunjukkan belasungkawa. Ketika streamer Byron "Reckful" Bernsten meninggal pada Juli 2020, para gamers World of Warcraft berkumpul di beberapa lokasi untuk memberikan penghormatan pada Bernsten.

Pengaruh Anonimitas Pada Interaksi Sosial

Perilaku seseorang di dunia maya tidak selalu sama dengan tingkah lakunya di dunia nyata. Salah satu alasannya adalah karena di jagat internet, seseorang bisa menyembunyikan identitas dirinya. Apalagi dalam sebuah game online, nama yang seseorang gunakan pun belum tentu nama aslinya. Berdasarkan jurnal The positive and negative implications of anonymity in Internet social interactions: "On the Internet, Nobody Knows You're a Dog", anonimitas bisa memberikan dampak positif dan negatif.

Menurut teori Social Identity Model of Deinvidiuation Effect (SIDE), salah satu dampak positif anonimitas adalah membuat sebuah grup menjadi lebih efektif. Namun, hal ini hanya berlaku ketika semua anggota grup memang anonim dan tidak bisa mengenali satu sama lain. Jika seseorang bisa mengenali anggota lain, sementara jati dirinya tetap tersembunyi, dia punya kemungkinan lebih besar untuk melakukan tindakan yang akan merugikan kelompoknya. Dalam kerja kelompok, anonimitas juga membuat para anggota grup merasa memiliki kaitan lebih erat dengan jati diri kelompok.

Anonimitas bisa memberikan dampak baik dan buruk. | Sumber: Deposit Photos

Meskipun begitu, fakta bahwa anonimitas membuat grup menjadi lebih efektif juga bisa berdampak buruk. Hal ini terjadi ketika grup minoritas -- orang-orang yang rasis, misalnya -- berusaha untuk mengacaukan dinamika grup mayoritas. Contohnya, jika ada sekelompok orang yang tidak suka dengan pemerintahan Indonesia yang sah dan ingin menggulingkan Presiden, mereka bisa mengorganisasi pergerakan mereka melalui grup anonim. Hal seperti inilah yang bisa menyebabkan dampak buruk.

Sementara itu, salah satu dampak positif lain dari anonimitas adalah memberdayakan orang-orang dari grup termarjinalkan, seperti perempuan dan penyandang disabilitas. Berdasarkan hipotesa equalization, komunikasi anonim via internet dapat menyeimbangkan "kekuasaan" yang dimiliki oleh grup minoritas dan mayoritas.

Di dunia nyata, kita cenderung memperlakukan seseorang berdasarkan ras, gender, penampilan, dan lain sebagainya. Sementara di dunia maya, ketika kita tidak bisa melihat atau menilai social cues tersebut, maka kita akan memperlakukan orang lain secara adil. Contohnya, seseorang mungkin akan menjadi jaim di hadapan lawan jenis yang dianggap cantik atau tampan. Sementara dalam forum internet anonim, dia akan memperlakukan semua orang dengan sama karena dia tidak bisa melihat penampilan lawan bicaranya.

Terakhir, dampak positif dari anonimitas adalah menjaga privasi seseorang. Secara garis besar, anonimitas punya tiga kaitan dengan privasi, yaitu recovery, catharsis, dan autonomy. Recovery diartikan sebagai rsa tenang yang dirasakan oleh seseorang setelah mempertimbangkan situasinya. Sementara catharsis muncul ketika seseorang bisa mengekspresikan dirinya secara bebas. Dan terakhir, anonimitas bisa memberikan otonomi, yang memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa harus khawatir akan penghakiman dari masyarakat atau orang-orang dikenal. Sayangnya, otonomi yang muncul dari anonimitas juga bisa membuat orang bertindak sembrono. Alasannya, karena mereka berpikir, anonimitas mereka akan melindungi mereka, membuat mereka bisa terbebas dari konsekuensi perilakunya.

Kesimpulan

Bermain game tidak lagi menjadi hobi yang harus dilakukan sendirian. Memang, masih ada banyak game-game single-player berkualitas. Meskipun begitu, game-game multiplayer -- apalagi yang punya ekosistem esports -- juga tidak kalah populer. Dengan begitu, fungsi game pun melebar. Sejatinya, game tetap merupakan media hiburan. Meskipun begitu, sekarang, game juga bisa menjadi sarana komunikasi. Lockdown akibat pandemi pada tahun lalu mempercepat tren tersebut.

Pada tahun lalu, terbukti bahwa game bisa menjadi tempat hangout atau bahkan merayakan momen penting. Hanya saja, perilaku seseorang di dunia game online -- atau di internet, secara umum -- tidak selalu sama seperti tingkah laku mereka di dunia nyata. Alasannya, karena di dunia game, seseorang dilindungi oleh anonimitas. Dia tidak perlu khawatir akan dihakimi hanya karena penampilan, ras, atau social cues lainnya.

Sebagian orang percaya, persahabatan yang dijalin di dunia online adalah sesuatu yang rapuh dan mudah putus. Namun, sekarang, ada banyak aplikasi yang bisa Anda gunakan untuk tetap terhubung dengan teman-teman online, mulai dari WhatsApp, Facebook, sampai Discord. Saya sendiri masih berhubungan dengan teman yang saya kenal dari Ragnarok Online pada awal tahun 2000-an. Dan berita tentang gamers yang menemukan kekasihnya saat bermain game pun mulai menjadi lumrah. Hal itu berarti, Anda tetap bisa menjalin hubungan yang dekat dan lama dengan orang-orang yang Anda temui di game online.