Di permainan shooter blockbuster multiplayer modern, mode singleplayer umumnya cuma digarap sebagai pelengkap – sekedar pemanasan sebelum Anda berhadapan melawan sesama pemain. Prasangka ini tetap muncul di benak saya saat memulai campaign Titanfall 2, tapi ketika petualangan telah usai, dengan rendah hati saya akui bahwa anggapan tersebut betul-betul keliru.
Mungkin Anda sudah mendengar komentar para gamer soal apiknya singleplayer Titanfall 2. Hal tersebut bukanlah pernyataan yang berlebihan. Kesempatan tersebut betul-betul dimaksimalkan oleh developer Respawn Entertainment, dan hasilnya ialah pengalaman yang jarang saya temui di judul-judul AAA. Meski dikembangkan oleh talenta di belakang Call of Duty: Modern Warfare, campaign Titanfall 2 dihidangkan secara jauh lebih cerdas.
Titanfall 2 bukanlah game yang sekedar menyeret Anda dari satu adegan ke adegan lain hanya untuk menumbangkan ratusan musuh. Tiap level mempunyai spesialisasi khusus, ada yang lebih condong pada penyelesaian puzzle, cerita dan plot twist, aksi akrobatik, sampai pertarungan antar robot rakasa. Struktur ini mengingatkan saya pada bagaimana Valve menyusun level-level di Half-Life 2.
Namun layaknya mayoritas mode singleplayer, penyajian formulanya tetap linear, berlangsung kurang lebih enam sampai delapan jam tergantung dari tingkat kesulitan dan apakah Anda bersedia menemukan trofi berupa helm yang tersebar di penjuru level. Menariknya, Respawn Entertainment memberikan sedikit twist pada cerita, memungkinkan karakter Anda, prajurit Jack Cooper berdialog bersama sang robot titan via pilihan kalimat ala RPG.
Jack Cooper adalah seorang prajurit biasa, dan situasi darurat memaksanya bekerja sama dengan robot BT-7274 setelah pilot aslinya tewas. Beberapa level menuntut mereka berdua beraksi secara kompak, dan di skenario lain, game akan memisahkan Jack dari BT. Metode ini merupakan salah satu cara membuat campaign-nya terasa bervariasi serta secara tak langsung membangun kelekatan antar kedua karakter.
Satu-satunya kelemahan di mode singleplayer Titanfall 2 ialah tak semua level memiliki kualitas yang setara. Tingkatan paling dasar adalah level ‘kelas Call of Duty’ di mana tugas Anda hanyalah membunuh atau bertahan hidup dari serbuan musuh. Tapi sebelum gamer merasa bosan, Titanfall 2 segera membawa Anda ke adegan selanjutnya. Saya sendiri sangat suka pada bagaimana permainan memperkenalkan dan menyajikan pertempuran melawan boss (lawan favorit saya ialah Ash, Viper dan Slone).
BT bukanlah Titan biasa, Anda dapat menggonta-ganti setup persenjataan demi beradaptasi menghadapi robot lawan – cara menyuguhkannya mirip upgrade senjata Mega Man. Namun primadona dari campaign Titanfall 2 bagi saya bukanlah pada adegan-adegan penuh aksi tersebut, melainkan dalam satu level berjudul Effect and Cause. Level ini sangat unik, tapi dengan mengumbar narasinya, saya berpeluang merusak kejutannya.
Titanfall 2 menjamu Anda dengan visual yang sangat memukau, memanfaatkan versi modifikasi besar-besaran dari engine Source, dan notebook gaming MSI GS40 sama sekali tidak kesulitan menanganinya. Di setting default di resolusi 1080p, game berjalan sangat mulus di atas 60 frame rate per detik. Jika seperti saya, Anda merasakan sedikit keterlambatan pada input mouse, solusinya adalah mematikan V-Sync.
Tentu saja jantung dari pengalaman ber-Titanfall 2 adalah porsi multiplayer-nya. Tidak bijak bagi Anda untuk membeli permainan jika tak berniat mendalami mode player versus player. Multiplayer akan saya bahas lengkap di artikel Game Playlist selanjutnya.
Silakan simak juga galeri screenshot Titanfall 2 di bawah:
–
Game Playlist adalah artikel gaming kolaborasi MSI dengan DailySocial.
Game dimainkan dari unit notebook MSI GS40 6QE Phantom, ditenagai prosesor Intel Core i7-6700HQ, kartu grafis Nvidia GeForce GTX 970M, RAM 16GB, serta penyimpanan berbasis SSD 128GB dan HDD 1TB.