FTX Bangkrut: Sejarah Jatuh Bangun Salah Satu Bursa Crypto Terbesar di Dunia

Jatuhnya FTX menambah daftar panjang pemain crypto yang memperberat kondisi crypto winters.

Tahun 2022 dianggap sebagai era crypto winters oleh sebagian pakar dan influencers di industri. Memang, sepanjang tahun ini, ada beberapa perusahaan crypto yang jatuh. Contohnya, Terra Luna, Celsius, dan Voyager. Bulan lalu, FTX pun menyatakan diri bangkrut. Padahal, FTX sempat menjadi salah satu bursa crypto terbesar di dunia, dengan valuasi perusahaan mencapai US$32 miliar.

Berikut sejarah FTX, sejak perusahaan itu berdiri hingga jatuh bangkrut.

Sejarah Awal Mula FTX

FTX adalah bursa cryptocurrency tersentralisasi yang didirikan pada 2019 oleh Sam Bankman-Fried dan Gary Wang. Bankman-Fried merupakan lulusan MIT dan juga mantan trader di Wall Street. Sementara Wang pernah bekerja di Google. Per Juli 2021, FTX merupakan bursa cryptocurrency terbesar ketiga di dunia. Beberapa produk yang FTX tawarkan antara lain derivatif, token leverage, dan volatilitas.

Secara resmi, FTX terbentuk sebagai perusahaan di Antigua dan Barbuda, negara kepulauan yang terletak di Laut Karibia. Pada September 2021, mereka memindahkan kantor utama mereka dari Hong Kong ke Bahama. Sementara itu, salah satu anak perusahaan mereka, FTX Digital Markets Ltd. diregulasi oleh Securities Commission of the Bahamas. Bursa ini tidak menawarkan layanan ke warga Amerika Serikat.

Namun, para crypto trader dari Amerika Serikat bisa menggunakan jasa FTX US, bisnis layanan keuangan yang terdaftar di Financial Crime Enforcement Network alias FinCEN. Per Oktober 2021, FTX US selesai mengakuisisi LedgerX. Mereka pun mengubah nama menjadi FTX US Derivatives.

FTX  sendiri mendapatkan investasi sebesar US$900 juta pada Juli 2021. Dengan begitu, valuasi FTX sebagai perusahaan mencapai US$18 miliar. Beberapa bulan kemudian, pada September 2021, FTX menandatangani kontrak sponsorship dengan tim Formula 1 milik Mercedes. Di Oktober 2021, FTX kembali mendapatkan kucuran dana. Dua investor yang menanamkan investasi di bursa cryptocurrency ini antara lain Temasek dan Tiger Global. Valuasi FTX pun naik menjadi US$25 miliar.

Sam Bankman-Fried. | Sumber: CNBC Indonesia

Setelah mendapatkan investasi sebesar US$400 juta, FTX US memiliki valuasi sebesar US$8 miliar, per 27 Januari 2022. Investasi ini diberikan oleh beberapa investor awal FTX, seperti SoftBank Group dan Temasek. Sementara itu, per 31 Januari, FTX memiliki valuasi sebesar US$32 miliar, setelah mendapatkan dana sebesar US$400 juta, menurut laporan Reuters.

Di 4 Juni 2022, FTX menandatangani kontrak sponsorship dengan tim basket Miami Heat. Dikabarkan, untuk melekatkan nama FTX di markas tim basket tersebut, bursa crypto ini membayar US$135 juta. Tak berhenti sampai di situ, pada awal Juli 2022, FTX menawarkan fasilitas kredit berulang senilai US$400 juta untuk BlockFi. Ketika itu, BlockFi memang tengah mengalami masalah. Bersamaan dengan tawaran kredit berulang, FTX juga menandatangani perjanjian dengan opsi untuk membeli BlockFi.

Di bulan yang sama, FTX juga menawarkan partial bailout untuk layanan pinjaman crypto, Voyager Digital. Namun, Voyager menganggap tawaran FTX lebih rendah dari seharusnya. Pada Agustus 2022, regulator bank di Amerika Serikat memerintah FTX untuk berhenti membuat klaim bahwa dana di perusahaan dilindungi oleh pemerintah. Karena, hal itu merupakan klaim salah yang bisa menyesatkan pelanggan FTX.

FTX pernah menawarkan partial buyout untuk Voyager. | Sumber: PYMNTS

Jika dibandingkan dengan bursa cryptocurrency lain, salah satu keunggulan FTX adalah aplikasi mobile dan desktop yang mudah untuk digunakan. Selain itu, mereka juga menawarkan beragam produk. Alhasil, para investor crypto -- mulai dari pemula sampai profesional -- pun tertarik untuk menggunakan layanan FTX, menurut laporan Investopedia.

Kejatuhan FTX

Selain FTX, Bankman-Fried juga mendirikan crypto hedge fund, yang dinamai Alameda Research. FTX dan Alameda punya hubungan yang erat. Dan hal inilah yang menjadi salah satu alasan di balik kejatuhan FTX. Di 2 November 2022, situs berita crypto, CoinDesk, melaporkan bahwa sebagian besar aset Alameda berupa FTT, token buatan FTX yang berfungsi untuk memberikan diskon saat pemilik hendak melakukan transaksi crypto.

Menukar FTT dengan uang bukan hal yang mudah. Karena itulah, laporan dari CoinDesk memunculkan kekhawatiran bahwa cadangan modal yang dimiliki oleh Alameda Research dan juga FTX telah menipis, seperti yang disebutkan oleh ABC News.

Menanggapi artikel dari CoinDesk, CEO Binance, Changpeng Zhao alias CZ mengungkap, dia akan menjual semua saham perusahaan dalam bentuk FTT. Secara total, nilai saham itu mencapai US$580 juta. Keputusan CZ ini membuat para pemilik FTT lain khawatir. Akhirnya, banyak pemilik FTT yang juga menjual token mereka. Tren ini menyebabkan masalah pada FTX karena mereka tidak memiliki cukup dana untuk mencairkan semua token FTT yang pengguna ingin jual. Mereka pun memutuskan untuk melarang pengguna menukar token mereka.

FTT merupakan token buatan FTX. | Sumber: Live Mint

Kurang dari 1 minggu sejak artikel CoinDesk dirilis, pada 8 November 2022, FTX mengadakan negoisasi dengan Binance, mendorong rival mereka itu untuk membeli FTX. Pasalnya, Binance dianggap punya peran di balik kejatuhan FTX. Memang, keputusan CZ untuk menjual saham dalam FTT merupakan katalis yang mendorong pelanggan FTX untuk menjual token FTT.

Bankman-Fried juga mengungkapkan kepercayaannya akan kemampuan CZ. Dia merasa, jika Binance membeli FTX, CZ akan bisa terus membangun ekosistem crypto global. Dia juga menekankan, hal yang paling penting adalah pelanggan FTX akan tetap terlindungi.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Binance membatalkan rencana mereka untuk membeli FTX. Dalam pernyataan resmi, Binance menjelaskan, mereka mengambil keputusan itu setelah mereka mendengar tentang investigasi yang dilakukan oleh regulator Amerika Serikat serta kabar tentang bagaimana FTX menyalahgunakan dana milik konsumen. Di saat yang sama, Securities and Exchange Commission (SEC) dan Justice Department telah mulai melakukan investigasi akan keruntuhan FTX.

Sequoia Capital, salah satu perusahaan venture ternama, menganggap saham senilai US$210 juta di FTX tak lagi bernilai. Dalam surat terbuka, mereka berkata bahwa kerugian yang mereka dapatkan merupakan bagian dari risiko dalam menanamkan investasi.

CEO Alameda Research, Caroline Ellison. | Sumber; Bitcoin News

Pada 10 November 2022, regulator keuangan di Bahama membekukan aset FTX. Securities Commission of the Bahamas juga mengatakan bahwa mereka sadar akan kemungkinan bahwa dana milik pelanggan FTX disalahgunakan. Satu hari kemudian, di 11 November 2022, FTX menyatakan bahwa perusahaan telah bangkrut. Mereka juga mengajukan perlindungan atas aset yang mereka masih miliki.

Di saat yang sama, Bankman-Fried mengundurkan diri sebagai CEO. Posisinya digantikan oleh John J. Ray III, yang pernah memimpin Enron saat perusahaan itu jatuh bangkrut di tahun 2000-an. Ray mengatakan, keputusan FTX untuk menyatakan diri bangkrut demi melindungi aset mereka yang tersisa merupakan langkah penting untuk bisa memulihkan dana para stakeholders.

Kejatuhan bursa crypto FTX mendorong jaksa penuntut di New York untuk melakukan investigasi. Hal yang para jaksa penuntut ingin selidiki adalah  apakah FTX melanggar regulasi sekuritas ketika mereka diduga memberikan dana milik pelanggan mereka pada Alameda Research. Di 16 November 2022, Bankman-Fried serta eksekutif di Alameda dan Binance dipanggil untuk hadir di pengadilan di Capitol Hill.

Selebritas yang mempromosikan FTX juga kena tuntut. | Sumber: The Hollywood Reporter

Representatif California, Maxine Waters mengatakan, "Keruntuhan FTX telah merugikan lebih dari satu juta pengguna. Padahal, kebanyakan pengguna FTX adalah orang biasa yang menggunakan tabungan mereka untuk berinvestasi di bursa crypto itu. Sekarang, mereka harus rela melihat uang yang mereka dapatkan dengan susah payah menghilang begitu saja."

Sementara itu, beberapa selebritas yang mendukung FTX, seperti Naomi Osaka, Shaquille O'Neal, dan Kevil O'Leary, harus menghadapi tuntutan. Karena, mereka dianggap mempromosikan produk yang menipu pada investor yang tidak memiliki informasi yang cukup.

Sumber header: Blockchain Media