Hon Hai Precision Industry, atau lebih dikenal dengan nama Foxconn, bersikap hati-hati menanggapi berita yang berseliweran tentang investasinya di Indonesia. Sebelumnya media Indonesia mengutip ucapan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian tentang kepastiannya membangun pabrik produksi ponsel di Indonesia. Belum ada komentar resmi dari Foxconn, tapi sumber Foxconn yang dikutip dari Focus Taiwan menyebutkan bahwa kemungkinan langkah pertama investasi Foxconn di Indonesia adalah memasuki bisnis ritel.
Lebih lanjut, menurut sumber tersebut, Foxconn akan bekerja sama dengan partner lokal untuk pembukaan jaringan ritel ini. Smartphone dan tablet buatan Foxconn, seharusnya di luar produk-produk Apple, bakal dijajakan di gerai-gerai ini. Bisa jadi ini merupakan langkah awal untuk membangun kepercayaan dan melihat reaksi pasar terhadap produk-produk elektronik Foxconn (yang kemungkinan bersifat OEM).
Sumber lain yang dikutip oleh Focus Taiwan menyebutkan bahwa langkah investasi pembuatan pabrik Foxconn bergantung pada kondisi yang ditawarkan oleh negara-negara di Asia Tenggara, tidak cuma di Indonesia. Harus ada perjanjian kerjasama yang ditandatangani terlebih dahulu antara pemerintah dan Foxconn tentang perlakuan khusus yang bisa diterima Foxconn jika jadi merealisasikan investasinya. Foxconn sendiri sudah cukup lama memiliki pabrik berskala kecil di Malaysia.
Tentu saja informasi ini memberikan sedikit titik terang terhadap kepastian hadirnya raksasa manufaktur Taiwan ini. Foxconn yang memiliki kantor pusat di Taiwan, tapi berbasis produksi utama di Cina, merupakan perusahaan manufaktur terbesar di dunia yang merakit perangkat smartphone dan elektronik milik Apple.
Sebelumnya gembar-gembor pemerintah Indonesia tentang kepastian Foxconn ini sempat menarik perhatian khalayak global. Kemungkinan hal ini memberikan ketidaknyamanan di kalangan petinggi Foxconn mengingat belum ada perjanjian kerjasama yang resmi ditandatangani antara kedua belah pihak. Besaran investasi untuk membangun pabrik perakitan smartphone dan tablet di Indonesia disebut-sebut bisa mencapai angka US$ 10 miliar (Rp 100 triliun).
Menteri Perindustrian, M.S Hidayat sendiri dalam wawancaranya dengan Kompas akhir tahun lalu menyebutkan bahwa penundaan investasi ini disebabkan karena masalah perpajakan, belum tercapainya kesepakatan dengan partner dan soal lahan.