League of Legends: Wild Rift yang hadir dalam fase beta pada September 2020 lalu tidak hanya dinanti oleh para pemain saja. Reputasi Riot Games sebagai “perusahaan esports” segera menciptakan gejolak bagi ekosistem esports lokal. Pemain yang belum dapat kesempatan di MOBA lain jadi segera push rank demi mendapat perhatian tim-tim besar. Para penggemar pun tak sabar, mulai bertanya-tanya soal rencana esports Wild Rift. Organisasi esports pun tak mau kalah, beberapa sudah memulai perekrutan; bahkan ada juga yang sudah memiliki roster.
Setelah rilis versi beta dan menjalankan gelaran Wild Rift SEA Pentaboom, lalu apa langkah Riot Games selanjutnya untuk Wild Rift? Pertanyaan tersebut mungkin bukan cuma saya saja yang menanyakan. Pemain, fans, dan organisasi esports bisa jadi punya pertanyaan serupa, tak sabar menunggu langkah selanjutnya dari Riot Games.
Untuk itu mari coba kita lihat dulu sudah sampai mana perkembangan esports Wild Rift di kancah lokal sejauh ini. Apa yang sedang dilakukan dan diharapkan oleh organisasi esports lokal terhadap Wild Rift? Apa yang seharusnya Riot Games lakukan terhadap esports Wild Rift nantinya? Mari coba kita bedah satu per satu.
Regional Beta, dan Wild Rift Pentaboom (Perkembangan dari sisi game)
Perkembangan game Wild Rift sudah cukup pesat selama kurang lebih 3 bulan perjalanannya. Jumlah Champion terus bertambah secara konsisten. Patch terus menerus digelontorkan guna memperbaiki dan melakukan balancing permainan.
Riot Games juga perlahan merilis Wild Rift di berbagai negara lain pasca regional beta pertama di 7 negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia) Oktober 2020 lalu. Namun selama 3 bulan perkembangannya, sempat ada satu fitur kunci yang diidam-idamkan namun tak kunjung hadir di dalam game. Fitur tersebut adalah Spectator Mode.
Tanpa fitur tersebut, geliat esports Wild Rift di beberapa bulan awal perilisannya jadi sedikit tersendat. Walau sudah bisa membuat custom room, namun komunitas jadi tidak bisa menayangkan pertandingan Wild Rift ke muka publik karena tidak ada Spectator Mode.
Beberapa penyelenggara tetap nekat menyelenggarakan dan menayangkan turnamen Wild Rift. Salah satunya adalah sosok kreator konten bernama Assassin Dave contohnya. Ia tetap menyelenggarakan Wild Rift Asia Brawl walau harus menerima kenyataan bahwa Wild Rift masih belum memiliki Spectator Mode beberapa pekan lalu. Hal tersebut tentu menjadi tantangan teknis tersendiri.
Selain turnamen yang digagas komunitas, turnamen yang digagas oleh Riot Games juga mengalami kesulitan serupa. Wild Rift Pentaboom adalah turnamen tersebut. Wild Rift Pentaboom juga menggunakan metode penayangan serupa, dengan cara cara mewajibkan peserta untuk melakukan stream dari layar smartphone ke internet agar dapat dilihat oleh khalayak ramai. Walaupun tetap bisa menayangkan pertandingan dan menghadirkan sosok-sosok streamer ternama di kancah MOBA, namun turnamen tersebut rasanya tetap kurang lengkap karena jadi kurang sedap ditonton.
Untungnya Riot Games cukup tanggap dengan situasi walaupun prosesnya terbilang cukup lama. Riot Games mengumumkan patch 2.1 pada tanggal 1 Februari 2021 kemarin. Patch tersebut akhirnya menyertakan fitur yang sudah didamba-damba, terutama ekosistem esports lokal secara keseluruhan. Fitur tersebut adalah Spectator Mode. Selain itu, patch tentu juga menyertakan konten-konten yang rutin hadir seperti Champion baru, balancing, juga skin baru.
Kondisi Ekosistem Esports Wild Rift di Indonesia Sejauh Ini
Setelah membahas perkembangan game Wild Rift, perkembangan minat tim esports lokal jadi pembahasan berikutnya. Pembahasan tersebut penting karena kehadiran tim ternama juga meningkatkan minat fans untuk menyaksikan pertandingan esports.
Dalam membahas Wild Rift pada konteks lokal, saya merasa ada empat tim yang perlu ditanyakan pendapatnya. Empat tim tersebut adalah EVOS Esports, Bigetron Esports, BOOM Esports, dan Alter Ego. Kenapa tim tersebut saya pilih? Akan saya jelaskan sembari membeberkan jawaban mereka seputar Wild Rift. Sebagai tambahan, saya juga mewawancara perwakilan dari Yamisok sebagai salah satu penyelenggara turnamen pihak ketiga yang sudah mengadakan turnamen Wild Rift pada 2 bulan ke belakang.
Pertama EVOS Esports. Sang macan biru sebenarnya belum terlihat melakukan pergerakan apapun terhadap esports Wild Rift. Belum ada open recruitment apalagi pengumuman roster. Namun para penggemar terlihat sangat mengharapkan EVOS Esports turut terjun ke Wild Rift nantinya. Apalagi setelah roster AOV (Wirraw, Pokka, Carraway, dan kawan-kawan) beberapa kali terlihat main bareng Wild Rift.
Aldean Tegar Gemilang selaku Head of Esports EVOS menjadi narasumber saya untuk menjawab pertanyaan terkait minat tim terhadap Wild Rift. Secara umum, Aldean mengatakan bahwa EVOS Esports masih dalam posisi “wait and see”. Posisi tersebut cukup wajar mengingat ekosistem Wild Rift yang belum terbentuk sempurna. Bahkan game-nya saja masih dalam tahap beta.
“Jujur kami belum punya rencana untuk masuk skena Wild Rift. Kami cenderung memilih untuk mengamati lebih dulu bagaimana Wild Rift berdampak terhadap perkembangan scene esports di Indonesia. Kalau memang dampaknya besar dan punya ekosistem yang menjanjikan, maka kami akan terjun ke dalamnya.” Aldean mengatakan.
Berhubung penasaran, saya juga bertanya soal kemungkinan roster AOV menjadi ujung tombak Wild Rift EVOS Esports. Apabila spekulasi tersebut benar, maka esports Wild Rift tentu akan jadi lebih seru. Jadi lebih seru karena mengingat prestasi roster AOV milik EVOS yang luar biasa. Aldean pun mengatakan, “kami masih no comment terkait hal tersebut. Jawabannya bisa jadi iya, bisa juga tidak.”
Selanjutnya ada Bigetron Esports. Sang robot merah putih adalah organisasi esports terdepan di skena Wild Rift sejauh ini. Mereka adalah tim pertama yang punya divisi Wild Rift di Indonesia. Roster mereka juga cukup menjanjikan karena menghadirkan sosok mantan pemain profesional League of Legends PC seperti Rully “Nuts” Sutanto sebagai salah satu contohnya.
Thomas Vetra selaku Head of Esports Bigetron adalah narasumber saya untuk menjawab bagaimana perjalanan tim tersebut di skena Wild Rift sejauh ini. “Kami sempat mengikuti turnamen level Asia yang bernama Wild Rift Asia Brawl. Kami mengakui hasilnya memang tergolong kurang maksimal sejauh ini.” Sejauh ini Bigetron Infinity (nama divisi Wild Rift Bigetron Esports) sudah berhasil lolos dari fase grup Wild Rift Asia Brawl dan sedang bertanding di babak Playoff.
Karena Bigetron Esports cepat sekali mengumumkan divisi Wild Rift, saya jadi bertanya-tanya soal apa yang menjadi kegiatan tim dan juga bagaimana pandangan manajemen terkait keputusan yang dilakukan.
“Kalau soal kegiatan, saat ini para pemain kami wajibkan untuk berlatih di gaming house karena kebanyakan pemain memang merupakan pensiunan generasi terakhir dari esports League of Legends. Kalau soal turnamen, memang cukup sulit mencari ladang tanding tim Wild Rift dari apa yang saya perhatikan sejauh ini. Lalu kalau soal membuat tim saat ekosistemnya belum siap, saya merasa hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kerugian tapi ke arah sebuah investasi. Apalagi saya pribadi juga merasa Wild Rift punya peluang menjadi besar di pasar Asia dan kawasaln lainnya.” Tutur Thomas.
Berikutnya ada BOOM Esports. Tim dengan jargon #HungryBeast ini baru mengmumkan roster Wild Rift. Tidak sekadar mengumumkan roster saja, BOOM Esports cukup niat untuk menyajikan dokumentasi proses seleksi yang dilakukan. Bermodalkan insting Leonard “OMO” yang sudah malang melintang sebagai pelatih League of Legends di Asia, BOOM Esports menyaring 3000 lebih pendaftar sampai menyisakan 5 pemain muda berbakat yang diumumkan tanggal 1 Februari 2021 kemarin.
Untuk mengetahui lebih lanjut soal alasan BOOM Esports melakukan perekrutan divisi Wild Rift secara lebih dini, saya pun bertanya kepada Gary Ongko selaku Founder dan CEO BOOM Esports.
“Alasannya karena kami merasa League of Legends adalah franchise yang punya reputasi baik di kancah esports. Ditambah lagi kami juga melihat bagaimana MOBA di mobile laku keras di Indonesia. Karena hal tersebut kami jadi merasa bahwa Wild Rift punya potensi mencapai kesuksesan serupa bahkan mungkin dengan lingkup negara yang lebih luas.” Ucap Gary Ongko kepada saya.
Gary Ongko lalu juga bercerita soal proses seleksi yang dilakukan oleh BOOM Esports yang prosesnya berlangsung selama kurang lebih sekitar dua bulan.
“Bicara soal perekrutan, untungnya kami dibantu oleh coach OMO yang punya pengetahuan mendalam terhadap League of Legends. Berkat sang pelatih, kami bisa mendapatkan talenta berbakat. Pemain-pemain kami tergolong masih hijau, tapi saya merasa mereka punya potensi. Hasil scrim mereka juga cukup memuaskan dan sang pemain terlihat punya niat belajar tinggi; yang memang penting bagi seorang pemain profesional.” Gary menceritakan soal pemain-pemain terpilih dari 3000 lebih kontestan.
“Lalu kalau bicara soal challenge, salah satu yang sulit adalah mencari orang yang berkualitas di skena LoL. Menurut saya alasannya adalah karena game tersebut tidak sempat berkembang sangat besar di Indonesia. Karenanya jadi sulit mencari orang yang benar-benar expert sampai akhirnya kami memutuskan untuk merekrut OMO (pelatih LoL asal Singapura). Tantangan lain adalah situasi pandemi saat ini. Pada awalnya kami berencana melakukan bootcamp saat seleksi. Tapi karena pandemi, formatnya pun terpaksa kami ubah menjadi online saja.” Gary melanjutkan ceritanya membahas tantangan selama seleksi.
Terakhir ada Alter Ego. Tim ini juga tak kalah penting untuk disorot dibanding dengan tim lainnya. Pasalnya, Alter Ego bersama ONIC Esports baru saja menerima undangan langsung untuk bertanding di turnamen Wild Rift resmi Riot Games yang perdana yaitu Wild Rift SEA Icon Series: Preseason. Undangan tersebut cukup mengejutkan karena Alter Ego belum terlihat memiliki divisi Wild Rift sejauh ini.
Indra Hadiyanto selaku COO dan Co-Founder Alter Ego pun angkat bicara soal roster Wild Rift dan cerita Alter Ego diundang ke dalam turnamen Wild Rift Icon Series saat saya wawancara beberapa hari lalu (04/02).
“Soal kenapa Alter Ego diundang, mungkin organisasi kami ter-notice karena punya prestasi di skena VALORANT yang juga game dari Riot Games. Kalau ditanya kenapa Alter Ego diundang, pihak developer sebenarnya sudah punya kriteria tersendiri, mulai dari segi pemain, rank, dan mereka bahkan juga memberi pertanyaan-pertanyaan kepada manajemen sebelum akhhirnya diudang. Pada saat mengundang, Riot Games juga menjelaskan kepada kami (para pemilik tim) soal roadmap dari game-game mereka.” Tutur Indra.
Terkait roster, Indra pun menjelaskan. “Alter Ego memang belum melakukan announcement, tetapi kami memiliki roster Wild Rift yang sudah dikontrak sejak Desember 2020. Alasan kenapa belum diumumkan adalah karena kombinasi situasi pandemi COVID-19, gaming house Alter Ego yang sedang direnovasi, dan kondisi pemain Wild Rift kami yang berdomisili di luar Jakarta. Soal siapa roster-nya, kelima pemain kami berasal dari Indonesia yang beberapa merupakan mantan pemain League of Legends (PC). Divisi Wild Rift kami juga bisa dibilang cukup mendominasi skena kompetitif lokal yang ada sejauh ini. Salah satunya adalah turnamen komunitas bertajuk IEC yang berhasil kami menangkan pada beberapa kesempatan.”
Terakhir untuk melengkapi pandangan terhadap kondisi ekosistem Wild Rift Indonesia sejauh ini, saya juga mewawancara perwakilan dari penyelenggara turnamen pihak ketiga. Ada Putri Fauziah selaku Project Manager dari Yamisok, sebuah platform turnamen esports berbasis teknologi. Yamisok sudah rutin mengadakan turnamen walaupun Wild Rift belum bisa ditayangkan pada dua bulan lalu karena belum ada mode spectator.
“Ketidakhadiran mode spectator memang berpengaruh banget bagi komunitas. Karena enggak bisa live, kami jadi enggak bisa ajak para pemain berinteraksi. Padahal sejauh pengalaman saya, game-game baru biasanya ramai penonton apabila di-livestream. Apalagi kalau dilengkapi dengan giveaway sambil memberi unjuk bentuk tayangan pertandingan game baru tersebut kepada komunitas.” Tutur Putri menceritakan pengalamannya.
“Lalu kalau ditanya soal antusiasme komunitas, saya melihat sejauh ini penerimaannya sangat baik. Banyak pemain tertarik untuk mengikuti turnamen. Ketika kami buka slot turnamen, pemain dan tim langsung mengerubungi dan mengisi slot tersebut. Bahkan apablia selang satu bulan saja tidak ada turnamen, maka beberapa pemain akan langsung bertanya-tanya. Soal siapa pesertanya, saya lihat ada beberapa pemain adalah eks-pemain LoL PC yang sekarang main Wild Rift. Mungkin karena turnamen LoL PC yang sudah semakin sedikit sekarang. Jadi sejauh pengamatan saya, Wild Rift memang memberi dampak yang baik kepada ekosistem karena antusiasme pemain dan juga karena menambah variasi game MOBA yang ada untuk dipertandingkan.” Putri melanjutkan ceritanya membahas antusiasme komunitas.
Segala Harapan Untuk Wild Rift di Tahun 2021.
Menutup obrolan, lima narasumber saya juga menyatakan beberapa harapan mereka terhadap scene Wild Rift ke depannya di tahun 2021.
“Kalau bicara dalam konteks lokal, saya berharap Riot Games punya strategi yang mantap agar komunitas bisa berkembang dan semoga bisa bersaing dengan MOBA Mobile yang sudah besar di Indonesia. Karena kalau dalam konteks SEA saya sebenarnya cukup yakin bahwa Wild Rift akan menjanjikan.” Aldean Tegar dari EVOS mengatakan.
“Menurut saya Riot Games mungkin bisa memanfaatkan pasar League of Legends dan memberikan turnamen berhadiah besar untuk level Asia terlebih dulu. Tapi di luar itu, saya merasa bahwa Riot Games seharusnya sudah sangat paham mengenai ekosistem esports.” Thomas dari Bigetron Esports mengatakan.
“Gue berharap Riot Games terus konsisten mempromosikan Wild Rift dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang gue berharap Riot Games bisa memberi support dan serius menggarap ekosistem esports Wild Rift. Tetapi berdasarkan apa yang gue lihat dari LoL dan VALORANT, gue cukup yakin Wild Rift juga akan digarap serius. Terakhir harapan gue mungkin adalah semoga Wild Rift tidak dibuat jadi semakin mudah. Kenapa? Supaya bisa membedakan antara pemain profesional dengan pemain casual.” Tutur Gary Ongko.
“Harapan gue mungkin lebih ke arah ekosistem lokal Indonesia. Berharap Indonesia bisa mendominasi kancah internasional Wild Rift nantinya. Apalagi saya juga memperhatikan bahwa Riot Games memberi kesempatan yang sangat besar kepada pemain dari SEA untuk game Wild Rift.” Indra dari Alter Ego menambahkan.
“Kalau dari saya sih, cuma berharap semoga ekosistem Wild Rift bisa berkembang dengan baik, bertahan lama, dan semoga game-nya tetap enteng dimainkan agar tetap bersahabat bagi gamers Indonesia.” Putri juga menambahkan.
League of Legends: Wild Rift sendiri masih berada dalam status beta sampai pada saat artikel ini ditulis. Ketika saya berbincang dengan tim pengembang Wild Rift bulan Oktober 2020 lalu, Brian Feeney selaku Design Director Riot Games juga menceritakan bagaimana membuat mobile games adalah proses yang menantang bagi mereka dan bagaimana pola kerja Riot Games juga cenderung mengutamakan pengembangan game lebih dulu baru menuju ke esports kemudian.
Berhubung game-nya belum bisa dibilang selesai, perkembangan ekosistem Wild Rift malah mungkin tergolong cepat jika berdasarkan dari apa yang kita lihat dari cerita-cerita di atas. Walaupun memang, kebanyakan inisiatifnya justru diumulai oleh pihak-pihak ketiga. Contohnya seperti tim-tim lokal yang sudah berani membuat tim walau Riot Games belum membeberkan rencana esports Wild Rift secara gamblang ataupun para penyelenggara pihak ketiga yang nekat melaksanakan turnamen untuk komunitas walau dengan segala keterbatasan.
Ke depannya, saya selaku pengamat merangkap penggemar sebenarnya punya harapan serupa seperti Gary Ongko; yaitu berharap Wild Rift punya turnamen dunia layaknya LoL dan berharap tim dari Indonesia turut berlaga di sana. Namun dari sudut pandang ekosistem, saya berharap Riot Games bisa belajar dari Tencent dalam mengelola PUBG Mobile.
Pendekatan dengan alur dari komunitas yang bermuara ke arah profesional bisa jadi alasan kenapa PUBG Mobile berhasil mengakar di Indonesia. Sepanjang perkembangannya, kita bisa melihat sendiri bagaimana ekosistem PUBG Mobile tidak hanya memperhatikan sisi kompetisi profesional saja. PUBG Mobile juga memperhatikan ekosistem esports lain yang ada di berbagai level.
Contoh nyatanya adalah kehadiran turnamen seperti PMCO (tingkat komunitas) sampai PMCC (tingkat Universitas) yang disertai dengan aktivitas seperti Caster Hunt dan Campus Ambassador. Karena bagaimanapun, ekosistem esports bukan cuma soal para profesional saja. Komunitas dan berbagai macam elemen di dalamnya juga memiliki fungsi penting sebagai akar yang menjaga agar ekosistem esports di tingkat teratas bisa tetap kokoh dan bertahan lama.
Sumber gambar utama – Official Riot Games