Di era masa kini, teknologi semakin relevan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan bisnis perusahaan. Teknologi terkadang membantu perusahaan dalam mengambil keputusan.
Kendati begitu, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga perusahaan juga harus cepat beradaptasi terhadap perubahan. Bagaimana seharusnya perusahaan beradaptasi di era kecanggihan teknologi?
Hal ini dijawab sejumlah pembicara di salah satu sesi IdeaFest 2018 bertajuk The Rise of Industry-Grown Technology: Automation, AI, and Data Innovations.
Implementasi tak sebatas piloting
Teknologi cepat sekali berkembang. Baru muncul satu, kemudian muncul lagi teknologi baru. Padahal butuh waktu untuk benar-benar paham implementasinya.
Prasetya Dwicahya, Head of Data Science Indonesia, melalui contohnya menyebutkan ada banyak perusahaan yang ingin mengimplementasi big data, tetapi tidak tahu datanya.
Ia juga melihat sejumlah perusahaan belum sepenuhnya memanfaatkan teknologi dan malah justru menggunakannya untuk sekadar proyek percobaan (piloting).
“Ini juga menjadi masalah karena teknologi hanya dimanfaatkan untuk piloting dan tidak diterapkan sampai benar-benar pemanfaatannya,” tutur pria yang karib disapa Pras ini.
Decision board perlu paham teknologi
Ketidaktahuan perusahaan terhadap teknologi baru dianggap menjadi peluang bagi vendor menawarkan produknya. Hal ini justru dianggap dapat menimbulkan misinformasi. Mengapa?
”Misinformasi [teknologi] justru datang dari vendor, mereka menawarkan ke klien padahal belum tentu butuh,” tutur Endiyan Rakhmanda, Co-founder & Chief of Product IYKRA.
Alhasil, perusahaan merasa perlu untuk mengimplementasi teknologi karena “ikut-ikutan”. Untuk itu, Pras menambahkan kembali tentang pentingnya keberadaan decision board yang setidaknya punya pengetahuan teknologi.
“Contoh kasus di atas kan membuat terjadinya asimetric information yang dimanfaatkan vendor untuk berjualan. Investasi jadi sekadar hambur-hambur uang,” tutur Pras.
Pahami kebutuhan perusahaan
Sementara Djap Tet Fa, CEO Astra Digital yang juga mengisi sesi ini menanggapi sisi lain dari perkembangan teknologi di Indonesia. Ia menilai perusahaan di Indonesia memanfaatkan teknologi bukan karena kebutuhannya.
“Ada peer pressure seolah-olah kita harus keep up dengan teknologi. Jadi perusahaan merasa tidak mau ketinggalan. Padahal perlu lihat model bisnisnya, apakah customer-nya perlu, belum lagi ada biaya riset dan pengembangan. Bagaimanapun juga somebody has to pay, ini menjadi tidak efisien lagi,” jelasnya.
Menurutnya, digitalisasi memang menciptakan efisiensi. Akan tetapi kalau teknologinya tidak sesuai kebutuhan bisnis, hal ini justru tidak akan memberikan nilai lebih kepada perusahaan dan justru malah menghabiskan investasi secara percuma.
Edukasi
Terkait hal-hal di atas, Pras berujar perlunya edukasi terhadap perusahaan agar tidak asal dalam beradaptasi di perkembangan teknologi.
Contoh edukasi mudah yang bisa dilakukan adalah membuat analogi atau membuat case sesuai dengan isu relevan. Dengan begini, perusahaan mendapat gambaran tentang perlunya mengimplementasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya.