Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya kerja menjadi salah satu pertimbangan besar ketika seseorang memutuskan untuk mengambil pekerjaan baru di satu perusahaan. Hal ini dipahami betul oleh Moses Lo, Pendiri dan CEO Xendit, saat dia bekerja untuk sebuah perusahaan, begitu pula ketika memulai sesuatu yang baru. Di Xendit, ia selalu memastikan bahwa fundamental organisasi bisa terpenuhi. Moses fokus membangun internal perusahaan agar dapat melayani pihak eksternal dengan lebih baik.
Moses mengawali bisnis ini dengan passion, ia bercita-cita menciptakan sesuatu yang bisa menggerakkan pasar untuk kurun waktu lebih dari 20 tahun. Ia membangun gerbang pembayaran untuk menyederhanakan dan mengamankan transaksi bisnis. Dengan ide tersebut, Xendit menjadi startup Indonesia pertama yang diterima dalam program Y Combinator.
Sedari kecil, Moses sudah terpapar dunia teknologi. Beranjak dewasa, ia mulai tertarik pada hal-hal terkait keuangan dan perbankan, disandingkan dengan latar belakang pendidikan di bidang teknologi, sampailah ia ke dunia fintech. Ia berhasil lulus dengan gelar mahasiswa terbaik di jurusan commerce, manajemen sistem informasi, dan keuangan di University of New South Wales. Melanjutkan kisah bisnisnya, ia bergabung di Berkeley untuk mengambil gelar master bisnisnya. Moses juga memiliki pengalaman bekerja dengan dua perusahaan terbaik dunia, mengajarinya hal-hal penting untuk memasuki industri teknologi.
Pada tahun 2015, di usianya yang ke-27 tahun, Moses memulai Xendit. Sejak saat itu, perusahaan telah berkembang pesat. Pada tahun ini, Xendit berhasil tercatat sebagai salah satu unicorn di Indonesia. Infrastruktur Xendit juga telah banyak digunakan oleh perusahaan di Indonesia, Filipina, dan Asia Tenggara.
Berikut petikan diskusi kami dengan Moses Lo, orang nomor satu di Xendit, tentang visi dan pencapaiannya di industri teknologi.
Bagaimana awal mula Anda mengejar karir di industri teknologi?
Saya ingin terjun ke industri teknologi sejak berusia 13 atau 14 tahun. Hal ini semata-mata karena kebiasaan bermain game dan merakit komputer. Jadi, saya selalu ingin melakukan sesuatu yang berbau teknologi. Tumbuh dewasa, saya mulai tertarik dengan hal-hal terkait keuangan dan perbankan, lalu mengambil jurusan Sistem Informasi di Universitas, yang akhirnya membawa saya ke fintech. Setelah itu, saya sempat bekerja dengan Boston Consulting Group (BCG) dan Amazon untuk beberapa waktu sebelum memutuskan untuk memulai perusahaan sendiri.
Seperti apa kehidupan Anda sebelum memulai Xendit?
Saya berasal dari keluarga pengusaha. Salah satu alasan saya bekerja di BCG adalah karena mereka pandai dalam mengajarkan keahlian-keahlian berbisnis yang baik. Mereka mengajari cara berpikir, cara menyajikan informasi dengan baik, cara berbicara dengan orang yang lebih tua, orang yang lebih senior, dan jauh lebih penting dari saya. Itu adalah bekal yang sangat berguna.
Kemudian, saya juga sempat bekerja di Amazon untuk waktu yang singkat. Amazon, dibandingkan dengan perusahaan lain, bersaing sangat ketat untuk setiap pasar di mana mereka beroperasi. Mereka memenangkan e-commerce di AS, layanan cloud mereka tersebar di mana-mana. Pergerakan mereka sangat baik dalam ruang kompetitif ini dan saya ingin belajar di perusahaan yang sangat baik dalam hal berkompetisi. Dalam waktu yang singkat itu, saya juga belajar bagaimana membangun budaya startup yang scalable dan bagaimana membangun tim kohesif yang sangat efisien dalam menjalankan bisnis.
Xendit merupakan perusahaan pertama Anda yang mendapat dukungan pemodal ventura. Seperti apa ide awal Xendit?
Ketika kami memulai Xendit, saya melihat beberapa hal yang terjadi di negara lain. Terdapatcelah sejarah di mana perusahaan yang telah berkembang akan menentukan teknologi dan bisnis untuk 15 hingga 20 tahun ke depan. Mereka menetapkan aturan tentang cara kerja teknologi. Oleh karena itu, saya ingin pulang dan membangun infrastruktur serta menetapkan aturan dengan cara yang baik untuk Indonesia dan Asia Tenggara selama 20 tahun ke depan.
Ini benar-benar hal yang menyenangkan. Saya melihat hal ini seperti kita sedang membangun jalan beraspal yang dulunya adalah jalan tanah. Kami sedang membangun infrastruktur, sehingga bisnis lain dapat berkembang di atas platform ini.
Sebagian besar perjalanan hidup Anda terjadi di luar Indonesia. Selain karena potensi, apa yang mendorong Anda untuk membangun bisnis yang berfokus di negara ini? Apa yang membuat Anda yakin bisa menaklukkan pasar Indonesia?
Saya memiliki darah Indonesia. Meskipun tidak tumbuh besar di negara ini, saya menghabiskan sebagian besar masa dewasa di sini. Sebenarnya ini adalah passion saya untuk membangun sesuatu di Indonesia, dan segala sesuatunya mendukung. Sepanjang perjalanan, saya juga menemukan beberapa teman baik yang mau bersama-sama berkembang. Mungkin bukan menaklukkan, karena saya tidak semata-mata berpikir akan menang. Kami hanya melakukan hal yang sangat kami sukai. Semua bermula dari passion.
Di tahun ini, Xendit berhasil mencapai status unicorn. Pernahkah Anda berfikir bisa sampai pada titik ini?
Menurut saya “unicorn” atau valuasi adalah indikator yang lemah untuk setiap nilai yang dapat kita berikan kepada dunia, jadi tidak pernah terpikirkan sebelumnya untuk menjadi unicorn.
Saya cenderung memikirkan apakah kita dapat membuat sesuatu yang berskala untuk menghadirkan dampak positif bagi jutaan orang selama 10 hingga 20 tahun ke depan. Jika hal itu terjadi, maka valuasi pasti akan mengikuti.
Saya tidak pernah benar-benar peduli dengan status unicorn, dan pandangan itu masih sama. Saya lebih memikirkan apakah kita mampu memberi nilai kepada pelanggan, karena itu yang terpenting. Jika kita sudah berada di jalur yang tepat, segala sesuatu yang lain akan mengikuti. Valuasi tetap menjadi satu hal yang harus dipikirkan, tetapi bukan sebagai indikator pencapaian atau sesuatu yang harus dikejar. Hal itu hanya bagian dari bisnis. Saya menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk memikirkan produk, pelanggan, dan tim di Xendit.
Menurut Anda, apa hal yang paling esensial untuk membangun keberlanjutan sebuah perusahaan di industri teknologi?
Sederhana saja, semuanya (teknologi, produk, penjualan) bergantung pada orang-orang yang mengerjakannya. Semuanya merupakan cerminan. Bagi saya, yang terpenting adalah membangun organisasi yang dapat menarik dan mempertahankan orang-orang yang tepat. Produk memang penting, tapi fungsi tersebut datang dari orang yang membangunnya, sama halnya dengan penjualan dan layanan pelanggan.
Saya menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan organisasi, orang-orang di dalamnya, budaya yang kita jalani, cara kita membuat keputusan. Setelah semua hal sudah dilakukan dengan benar, segala sesuatu yang lain, bahkan jika saya tidak mengontrol pengambilan keputusan, akan berjalan dengan baik.
Budaya adalah apa yang bisa menarik dan mempertahankan pekerja dalam jangka panjang. Bukan semata-mata tentang tenis meja dan makanan, dimana kami menyediakan hal itu. Hal yang lebih penting terkait pengambilan keputusan, tim yang Anda bangun, bagaimana caranya menyingkirkan politik dalam organisasi, proses rekrutmen, pemberian kompensasi, dan sebagainya. Budaya dibangun atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan besar ini.
Sementara pekerja menjadi aset yang paling berharga di Xendit, apakah Anda punya pendekatan khusus dalam proses rekrutmen perusahaan?
Anda familiar dengan istilah underdog yang mau bekerja keras? Banyak dari kita tidak datang dari “sesuatu”, tetapi kita memiliki sesuatu untuk dibuktikan kepada dunia dan kami senang bekerja keras. Kami sangat peduli dengan budaya dan bagaimana kami membangun dan memelihara organisasi.
Jika harus memecahnya menjadi beberapa bagian, yang pertama adalah kecocokan budaya. Di dalamnya termasuk pekerja keras, ramah, membantu, tanpa politik, atau hal-hal berbau underdog. Selanjutnya, etos kerja. Kami menyadari fakta bahwa banyak orang yang masih belum paham betul tentang pembayaran. Di Xendit, kami menyediakan segalanya untuk dipelajari. Selain itu, kami juga menerapkan “Trial Day” sebagai bagian dari proses rekrutmen. Hal ini mungkin tidak ada di sebagian besar perusahaan. Ada satu hari dimana kami meminta Anda untuk bekerja bersama menyelesaikan isu yang nyata. Alih-alih diwawancarai, kandidat punya kesempatan untuk mewawancarai tim Xendit. Dengan begitu, mereka akan tahu bagaimana rasanya bekerja di Xendit.
Tantangan seperti apa yang Anda hadapi dalam perjalanan bisnis selama ini?
Ada banyak sekali tantangan, salah satu yang tersulit adalah rekrutmen ketika perusahaan masih kecil. Jauh sebelum menjadi perusahaan besar dengan bisnis bereputasi tinggi, tidak ada yang tahu siapa Anda. Kami mengembangkan model dimana kami mempekerjakan sekelompok teman. Sepuluh karyawan pertama kami sebenarnya adalah beberapa regu yang diberi kantor untuk mengembangkan produk. Dalam perhitungan saya, mungkin satu atau dua akan tinggal, kenyataannya, seluruh tim berjumlah 12 orang mau bergabung. Selama beberapa tahun pertama, teknisi awal kami adalah teman sepermainan. Kami mwmiliki tujuan yang kuat untuk mempekerjakan sekumpulan lingkaran pertemanan di mana saja, itu menjadi awal pembentukan tim kami di beberapa negara.
Xendit mengembangkan infrastruktur pembayaran dan telah hadir di Indonesia dan Filipina. Seperti apa Anda melihat potensi pasar serta peluang ekspansi ke depannya?
Jika kita melihat sisi pembayaran atau pembayaran merchant, masih terlalu dini. Persentase pembayaran digital Indonesia masih kurang dari 10% dari total PDB dibandingkan China atau AS yang mendekati 10-15%. Saya rasa kita masih memiliki peluang besar, masih ada ruang untuk pertumbuhan besar yang tersisa di setiap sudut.
Saya melihatnya seperti ini, peluang di depan kita lebih besar daripada peluang yang ada selama ini. Tempat ini sangat menarik dan kami berada dalam posisi yang sangat baik untuk menjadi pemain pertama atau kedua teratas di Asia Tenggara.
Saya menemukan sebuah laman berisi tulisan-tulisan Anda. Apakah itu sekadar hobi atau anda memiliki kegiatan lain untuk mengisi waktu luang?
Sesungguhnya, saya menyimpan itu sebagai catatan untuk diri saya sendiri. Sebagian besar yang saya tulis adalah hal-hal yang saat itu saya yakini dan saya ingin melihat apakah hal itu terbukti beberapa tahun kemudian. Hal ini juga untuk mengukur diri dan melihat apakah saya membuat keputusan yang tepat. Alasan lainnya adalah, kebanyakan orang cenderung menanyakan pertanyaan yang sama kepada saya dan jawabannya selalu sama. Saya pikir, jika ditulis, orang bisa membaca dengan mudah dan pengetahuan itu bisa menyebar lebih cepat.
Di Xendit, kami sering berkumpul, mengadakan wisata, dan bepergian bersama. Kami sangat menikmati kebersamaan satu sama lain bahkan di luar tempat kerja. Itu juga cara kami membangun koneksi.
Ada sebuah fenomena di industri teknologi, dimana para founders mulai mengambil peran sebagai investor dalam pasar. Bagaimana pandangan Anda akan hal ini? Sebagai founder, apakah itu sebuah kewajiban atau memang naluri untuk berinvestasi?
Menurut saya, kewajibannya tidak harus dengan berinvestasi, tetapi kewajibannya adalah membantu. Sepertinya ukan hanya founders, mereka memang lebih disorot oleh meedia. Setiap karyawan di sebuah perusahaan startup, juga mereka yang telah membangun bisnis memiliki kewajiban atau setidaknya keinginan untuk meneruskannya. Adalah hal yang menyenangkan bisa membantu pengusaha baru yang mencoba mencari cara untuk mengumpulkan uang, mengurus hierarki perusahaan, atau menemukan product-market fit.
Satu hal yang saya amati ketika saya tinggal di AS adalah, Silicon Valley, salah satu hal terbaik yang pernah ada, adalah kebebasan informasi yang berkualitas tinggi di antara masyarakatnya. Sedangkan di Asia, ketika seseorang memiliki ide bagus, secara tradisional, ia akan menyimpannya sendiri didasari rasa takut akan idenya ditiru atau dicuri. Rasa keharusan untuk memiliki tinggi. Saya ingin budaya itu berubah menjadi budaya yang bisa lebih berbagi alih-alih menyimpan ide untuk diri sendiri.
Kewajiban pendiri adalah membantu pendiri lainnya. Investasi datang sebagai produk sampingan, saya mencoba melakukan investasi sesedikit mungkin karena saya mencintai pekerjaan normal saya. Saya pikir Berinvestasi bisa agak mengganggu. Saya sering melakukannya untuk Xendit atau atas nama Xendit. Ini pendekatan yang sangat berbeda dari pendiri lainnya.
Sebagai startup pertama dari Indonesia yang lulus program YCombinator, bagaimana Anda melihat peran akselerator bagi startup tahap awal?
Kami adalah perusahaan Indonesia pertama di YCombinator dan saya bangga akan hal itu. YC sangat membantu untuk perusahaan tahap awal. Saya tidak tahu semua akselerator, jadi saya tidak bisa berbicara atas setiap akselerator. Satu hal yang bisa saya sampaikan, YC adalah akselerator yang sangat efektif. Seperti halnya mengurus hal-hal yang berurusan dengan tekanan bergaul bersama perusahaan terbaik di dunia. Selain itu, YC memberikan saran-saran apik, karena dijalankan oleh orang-orang yang sudah terbukti dalam membangun bisnis sebelumnya. Lalu, YC telah membangun jaringan terbaik; perusahaan ternama akan menarik investor ternama dan sebaliknya.
Dalam hal akselerator, saya pikir yang paling penting adalah pengusaha harus bertanya pada diri sendiri, ‘apa yang benar-benar saya butuhkan?’ dan ‘apakah program ini menyediakannya?’ Tidak semua akselerator bisa piawai untuk memberi saran dan mampu memberi Anda investor bernilai miliaran dolar. Semua itu tergantung pada kebutuhan pendiri dan kualitas akselerator.
Sebagai pebisnis berpengalaman, apa yang bisa Anda bagikan tentang perjuangan dan pertarungan di arena bisnis untuk para tech enthusiasts di luar sana?
Ada tiga hal yang bisa saya sampaikan. Pertama, temukan product-market fit. Sebagian besar pengusaha sudah memikirkan produk dan berharap mereka bisa menjualnya. Namun, dalam perjalanan untuk mendapatkan kesesuaian pasar produk, lebih sering Anda jatuh cinta dengan masalah pelanggan dan Anda merasakan dorongan untuk menyelesaikannya. Itu salah satu cara terbaik untuk menemukan kecocokan pasar produk.
Selanjutnya, sepuluh orang pertama di perusahaan akan menentukan budaya untuk ribuan orang berikutnya. Saya melihat hal-hal yang terjadi sekarang di Xendit, yang tidak dapat saya kendalikan lagi. Karena kami tidak mengontrol apa yang dilakukan seseorang dalam tim kecil sekarang karena kami ratusan orang besar. Budaya menyebar dan mereplikasi dirinya sendiri. Namun, sepertinya tidak cukup banyak orang yang sadar tentang hal itu sejak dini.
Yang ketiga, dalam hal perjuangan dan pertarungan, carilah mentor Anda. Dalam kasus saya, saya memiliki mentor untuk masing-masing kategori, 2 tahun ke depan, 5 tahun ke depan, dan 10 tahun ke depan. Menurut saya ini sangat membantu dalam perjalanan bisnis. Mentor 2 tahun dapat memberi saya gambaran tentang apa yang harus saya lakukan besok, mentor sepuluh tahun dapat mempertanyakan hal-hal seperti “Pastikan Anda membuat keputusan besar yang tepat!”, “Di industri mana Anda ingin membangun startup?” . Kemudian, mentor lima tahun ke depan dapat memberi Anda celah di antara keduanya dalam hal rencana untuk lima tahun ke depan dan seterusnya. Saya selalu berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan tiga kategori mentor ini.
–
Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian