Deepfake: Definisi dan Contoh Penggunaan Agar Anda Bisa Waspada

Teknologi deepfake bisa digunakan untuk membuat konten rekayasa, mengetahui definisi dan contohnya, adalah salah satu upaya edukasi dan untuk waspada

Sekarang, komputer telah menjadi semakin powerful. Seiring dengan itu, semakin banyak hal yang bisa dilakukan oleh komputer, termasuk membuat konten deepfake. Teknologi deepfake memungkinkan seseorang untuk membuat video rekayasa yang menunjukkan seseorang melakukan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan.

Menggunakan teknologi deepfake, seseorang bisa memasukkan wajah orang lain ke dalam sebuah video. Dengan begitu, dia akan bisa membuat video palsu.  Sebagai contoh, di Maret 2023, sekumpulan siswa SMA di New York, Amerika Serikat, membuat video deepfake yang menunjukkan kepala sekolah mereka sedang mengancam murid berkulit hitam dan bersikap rasis.

Teknologi deepfake bisa digunakan untuk berbagai hal. Selama ini, deepfake sering digunakan untuk membuat konten pornografi. Pada Februari 2023, seorang streamer Twitch ketahuan mengakses konten pornografi deepfake dari sejumlah streamers perempuan. Selain digunakan untuk membuat video eksplisit, teknologi deepfake juga bisa digunakan untuk menyebarkan misinformasi dan hoaks.

Namun, tentu saja, di tangan yang benar, deepfake bisa digunakan untuk kebaikan.

Apa Itu Deepfake?

Istilah "deepfake" berasal dari penggabungan kata dari teknologi yang digunakan, yaitu deep learning, dengan tujuan penggunaan teknologi itu, yaitu membuat konten palsu (fake). Deep learning sendiri merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk melatih Artificial Intelligence (AI) agar ia bisa melakukan suatu tugas. Karena itu, teknologi deepfake bisa didefinisikan sebagai penggunaan AI untuk membuat video atau audio baru, dengan tujuan untuk menunjukkan seseorang sedang mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak pernah dia katakan atau lakukan.

"Deepfake merupakan footage yang dibuat menggunakan AI yang telah dilatih menggunakan konten dalam jumlah yang tak terhinggai," kata Cristina Lopez, Senior Analyst di Graphika, perusahaan yang meneliti alur informasi di internet, dikutip dari Business Insider. Sebelum AI menjadi hype, orang-orang memang sudah bisa memanipulasi gambar atau video, menggunakan Photoshop atau software lainnya. Namun, konten deepfakes tidak sama dengan foto atau video yang telah diedit.

Perbedaan utama antara konten deepfake dengan foto/video yang telah diedit adalah peran manusia dalam proses pembuatannya. Manusia punya peran aktif dalam mengedit foto atau video menggunakan Photoshop. Sementara dalam pembuatan video deepfake, satu-satunya peran manusia adalah menentukan dataset yang digunakan untuk melatih AI yang akan digunakan. Proses pembuatan video deepfake itu sendiri sepenuhnya ada di tangan AI. Pengguna hanya bisa memutuskan untuk menggunakan atau membuang video yang dibuat oleh sang AI.

Ada beberapa cara untuk membuat konten deepfakes. Deep neural networks yang dapat menukar wajah di video merupakan metode yang paling sering digunakan. Untuk menggunakan metode ini, Anda hanya perlu dua hal: video yang akan dijadikan dasar dari deepfake dan sekumpulan video pendek dari orang yang wajahnya ingin Anda masukkan dalam video deepfake.

Menggunakan sekumpulan video pendek dari individu yang menjadi target, AI akan mengira-ngira tampilan orang tersebut dari berbagai sudut dan situasi. Kemudian, AI akan memasukkan sang target ke dalam video. Untuk itu, AI akan mencoba untuk menemukan kesamaan karakteristik antara orang yang menjadi target dan subjek yang ada dalam video.

Skema sederhana dari proses pembuatan deepfake. | Sumber: Neurohive

Tentu saja, video deepfake tetap punya kelemahan. Untuk menyempurnakan video deepfake, seseorang bisa menggunakan Generative Adversarial Networks (GAN), yang juga merupakan salah satu tipe AI. GAN berfungsi untuk menemukan kejanggalan pada video deepfake dan menyempurnakannya. Dengan begitu, video deepfake akan semakin sulit untuk dibedakan dengan video asli.

Proses pembuatan video deepfake sebenarnya cukup rumit. Meskipun begitu, software yang digunakan untuk membuat deepfake bisa diakses dengan cukup mudah. Beberapa program deepfake bahkan bisa ditemukan di GitHub, komunitas developer open source.

Contoh Penggunaan Deepfake

Teknologi deepfake biasanya digunakan untuk kegiatan ilegal. Salah satunya, membuat konten pornografi tanpa izin sang target. Pada 2017, seorang pengguna forum Reddit dengan username "deepfakes" membuat forum berisi konten pornografi dari para selebritas yang dibuat menggunakan deepfake. Tak hanya itu, deepfake juga bisa digunakan untuk revenge porn, yaitu ketika seseorang menyebarkan konten eksplisit dari orang lain tanpa persetujuan dengan tujuan untuk balas dendam.

Tak terbatas pada pornografi, video deepfake juga berpotensi untuk digunakan di bidang politik. Sebagai contoh, pada 2018, salah satu partai politik Belgia merilis video Donald Trump -- yang ketika itu menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat -- sedang meminta pemerintah Belgia untuk tidak lagi ikut dalam Persetujuan Paris terkait iklim dunia. Padahal, Trump tidak pernah mengatakan hal tersebut. Dan video Trump ini bukan satu-satunya video deepfake yang digunakan untuk menyebarkan misinformasi tentang tokoh politik.

Deepfake untuk kegiatan positif

Kabar baiknya, teknologi deepfake tidak melulu digunakan untuk tindakan kriminal. Kelompok kemanusiaan dan wartawan juga bisa menggunakan deepfake untuk kegiatan positif. Sebagai contoh, deepfake bisa digunakan untuk menyamarkan narasumber yang sedang memberikan informasi atau cerita sensitif, yang bisa membuatnya dipenjara.

WITNESS, organisasi yang fokus pada penggunaan media untuk melindungi hak asasi manusia, mengaku optimistis bahwa teknologi deepfake juga bisa digunakan untuk melindungi banyak orang. Walau, pada saat yang sama, mereka juga sadar, jika disalahgunakan, deepfake bisa menjadi ancaman besar di dunia digital.

"Salah satu tugas kami adalah mencari cara positif untuk menggunakan teknologi deepfake, mulai dari melindungi para aktivis, mengambil peran sebagai advokat, sampai membuat video politik satire," kata Shirin Anlen, media technologists dari WITNESS.

Baik Anlen maupun WITNESS menganggap, deepfake bukanlah teknologi yang harus ditakuti. Sama seperti internet atau media sosial, baik atau buruknya deepfake tergantung pada bagaimana teknologi tersebut digunakan. Senada dengan Anlen, Lopez juga percaya, deepfake bukanlah teknologi yang harus ditakuti. Sebaliknya, masyarakat justru seharusnya mendapatkan edukasi tentang deepfake. Harapannya, dengan mengenal deepfake lebih baik, mereka akan bisa menjaga diri agar tidak tertipu.

Sumber header: The World Economic Forum